Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Terbanyak di Dunia, 3.000 Pustaka Bergerak Tersebar Hingga ke Daerah

Faustinus Nua
17/8/2022 09:01
Terbanyak di Dunia, 3.000 Pustaka Bergerak Tersebar Hingga ke Daerah
Ilustrasi(ANTARA/Galih Pradipta )

Inisiator Pustaka Bergerak Nirwan Arsuka mengungkapkan bahwa jaringan Pustaka Bergerak saat ini adalah yang terbanyak di dunia. Tidak kurang dari 3.000 pustaka bergerak sudah tersebar hingga ke desa/kelurahan.

Dengan dukungan yang lebih maksimal dari Perpusnas dan Kementerian Desa angka tersebut bisa terus bertambah. Targetnya, minimal satu desa memiliki satu pustaka bergerak. "Jika ini terwujud, maka diharapkan jumlah pustaka bergerak sama dengan jumlah desa/kelurahan yang ada di Indonesia," ujar Nirwan dalam keterangannya, Rabu (17/8).

Diakuinya, kehadiran Pustaka Bergerak memang sangat populer di daerah. Hal itu merupakan buah dari kerja ikhtiar yang dilakukan para pegiat literasi pustaka bergerak.

Menurutnya, sejak tahun 2014 tidak ada satu pun institusi yang perhatikan, termasuk luput dari publikasi media. Bermodal posting di media sosial (facebook), aktivitas para pegiat Pustaka Bergerak mulai tercium oleh media internasional, seperti kantor berita BBC London, Al Jazeera, dan Goethe Institute. "Kami bersyukur di 2017 ada perhatian yang diberikan Perpustakaan Nasional lewat bantuan motor pustaka sebanyak 20 unit," imbuhnya.

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas, Deni Kurniadi mengatakan kehadiran Pustaka Bergerak adalah upaya mendatangi masyarakat luas atau jemput bola. Khususnya di daerah/wilayah yang memiliki keterbatasan akses informasi dan transportasi, Pustaka Bergerak sangat digemari.

Dia menyebut bahwa para pegiat menggunakan ide-ide kreatif untuk menyalurkan bahan bacaan. Ada yang menggunakan medium seperti perahu, kuda, gerobak, kereta, pedati, ojeg, motor, becak, bemo, ransel, sepeda, hingga noken, yang disulap atau dimodifikasi sedemikian rupa menjadi alat antar bahan bacaan.

"Uniknya, pengelola Pustaka Bergerak datang dengan latar profesi yang berbeda, seperti tukang rawat kuda, tukang tambal ban, mantan wartawan, seniman, atau mahasiswa. Secara sederhana, eksistensi Pustaka Bergerak adalah gerakan literasi yang menumbuhkan toleransi," jelasnya.

Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpusnas Adin Bondar menambahkan relawan Pustaka Bergerak bekerja tanpa dibayar. Mereka berkontribusi agar pengetahuan dan informasi masyarakat Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia.

"Mereka garda terdepan dalam menyukseskan program penguatan budaya literasi yang masuk ke dalam pembangunan revolusi mental," tutur Andin.

Salah satu pegiat atau relawan Pustaka Bergerak, Sutino mengisahkan bahwa ide membuat bemo pustaka sebagai perpustakaan keliling berawal dari kedua temannya yang ingin menjadikannya sebagai internet keliling (netling) pada 2010. Namun, pria 62 tahun yang akrab disapa Kinong itu mengaku tidak mengerti internet, dia menyarankan agar diganti fungsi menjadi perpustakaan. Sejak itu, banyak media internasional mendokumentasikan yang dilakukan Kinong. "Saya berkeliling ke sekolah-sekolah dari pagi hingga siang. Sorenya kembali menjadi sopir bemo. Begitu setiap hari," kisahnya.

Kehadiran Bemo Pustaka milik pria beranak tujuh itu ternyata sangat dinantikan anak-anak. Pernah suatu waktu, kata Kinong, bemonya mogok sampai harus didorong. Tapi, anak-anak tetap menunggunya meskipun lama.

Setelah pemerintah melarang peredaran bemo di Jakarta, Kinong lantas memakirkan Bemo Pustaka itu di dekat rumahnya. Dia tetap mempersilakan anak-anak membaca dan meminjam buku.

Kinong pun kini beralih profesi sebagai pedagang makanan demi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

Cerita lain juga dilakoni Ridwan Sururi dari Purbalingga dengan Pustaka Bergerak-nyam. Bermodal kuda putih yang dititipkan kepadanya, Ridwan kemudian meminta izin kepada pemilik kuda untuk dijadikan sebagai Kuda Pustaka.

Ridwan beranggapan Kuda Pustaka adalah kendaraan yang ideal karena mampu menjangkau desa-desa di pelosok di kaki Gunung Slamet. Dulu, Kuda Pustaka yang dituntunnya berisikan 136 eksemplar buku

Setelah viral di media sosial dan diliput media internasional, sama seperti Bemo Pustaka, bantuan buku mulai berdatangan. Kini, Ridwan telah memiliki 5.000 eksemplar yang bergantian dibawa di atas punggung Kuda Pustaka.

"Saya dan Kuda Pustaka berkeliling mendatangi sekolah, madrasah, dan pemukiman warga. Alhamdulillah, pemda kini mulai berikan support untuk berkolaborasi program inklusi sosial, seperti pelatihan membuat kue, kerajinan barang bekas, sampai pelatihan fotografi," tutup Ridwan. (OL-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati
Berita Lainnya