Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
GURU Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati mengusulkan ganja tidak dilegalkan meski untuk tujuan medis sebab hasil olahan tanaman tersebut tetap masuk ke dalam narkotika golongan I.
"Kalau saya, mudah-mudahan banyak sepakat dengan saya, say no untuk legalisasi ganja walaupun memiliki tujuan medis," ujar Zullies dalam webinar Jalan Panjang Legalisasi Ganja Medis, dikutip Kamis (7/7).
"Tanaman ganja, semua tanam genus Cannabis, semua bagian tanamannya, dan hasil olahannya termasuk dalam narkotika golongan I," imbuhnya.
Baca juga: Pakar: Tak Perlu Revisi UU Narkotika untuk Keperluan Riset Ganja
Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk menyebabkan ketergantungan.
Zullies juga menyoroti akan ada potensi penyalahgunaan ganja yang besar jika tanaman tersebut dilegalisasi.
Dia mengacu pada narkotika lain seperti morfin yang saat ini dapat diresepkan sebagai obat. Namun, tanaman penghasilnya yakni opium tetap masuk dalam narkotika golongan I yang tidak dapat dijadikan terapi pengobatan.
"Kita bisa mengacu pada narkotika lain seperti morfin. Morfin itu kan obat, bisa diresepkan untuk nyeri kanker yang berat. Tapi opiumnya, tanaman penghasilnya, tetap masuk golongan I karena potensi penyalahgunaannya besar," katanya.
"Ganja juga seperti itu. Kalau ganja masuk golongan II misalnya dan dibolehkan, akan ada banyak penumpang gelapnya. Karena berapa persen sih, orang yang benar-benar membutuhkan ganja untuk medis? Nanti akan susah lagi untuk mengaturnya," sambungnya.
Sehingga, menurut Zullies, yang dapat dilegalkan adalah senyawa turunan ganja seperti cannabidiol, bukan tanamannya.
Pasalnya, senyawa tersebut tidak bersifat psikoaktif dan bisa digunakan sebagai obat berdasarkan uji klinis yang telah banyak dilakukan.
"Maka, (cannabidiol) bisa masuk ke dalam golongan II bahkan III karena tidak berpotensi untuk disalahgunakan, mengingat sifatnya yang tidak psikoaktif," ujar Zullies.
Meski demikian, proses legalisasi senyawa turunan ganja tersebut, dikatakan Zullies harus mengikuti kaidah pengembangan obat dengan menggunakan data uji klinis terkait.
"Kita juga tidak bisa menggunakan regulasi seperti obat herbal. Meski ini seperti obat herbal, sama-sama dari tanaman, tapi tidak bisa begitu, karena (tanamannya) mengandung senyawa yang memabukkan," imbuh Zullies.
Selain itu, lanjut dia, perlu koordinasi dari semua pihak terkait yakni DPR, Kementerian Kesehatan, Badan Narkotika Nasional (BNN), hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk membuat regulasi pengembangan dan pemanfaatan obat yang berasal dari ganja.
"Kita memang harus terbuka bahwa kemungkinan ganja merupakan sumber dari suatu obat. Tapi, tentu harus dipertimbangkan semua risiko dan manfaatnya," pungkasnya. (Ant/OL-1)
Penerima paket menyuruh orang lain mengambilnya untuk diantarkan ke alamat di Kampung Cimanggu, Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang.
Polisi menemukan barang bukti berupa ganja seberat 685 gram dari tangan tersangka.
“Ganja untuk kesehatan medis mesti diuji dengan melibatkan IDI bahkan lembaga-lembaga terkait yang membidangi masalah kegunaan ganja.”
"KAMU pernah nonton film Narcos Mexico di Netflix? Di sana ada ladang ganja berhektare-hektare di tengah gurun.
Untuk mengantisipasi kericuhan laga Inggris vs Serbia, polisi Jerman menerapkan aturan soal minum bir untuk para suporter Inggris. Pihak keamanan mempersilahkan suporter merokok ganja
Ganja tersebut dikemas dalam enam kardus yang telah ditaburi biji dan bubuk kopi untuk mengelabui penciuman anjing pelacak.
Saat ini penyidik Polri masih berpedoman pada ketentuan pasal 8 ayat (1) UU No.35/2009 tentang narkotika mengenai ganja.
Pemerintah Malaysia masih terus mengkaji rencana penggunaan ganja untuk keperluan medis.
Fatwa MUI selama ini melarang penggunaan ganja. Namun menurutnya, MUI perlu membuat pengecualian bagi kesehatan
"Pimpinan Komisi III sudah (menyampaikan) siap melakukan RDP dengan para pihak yang berkepentingan,"
Inang menyebut, pihaknya akan meneliti zat yang terkandung dalam akar, batang, daun, dan bunga dari tanaman ganja untuk pengobatan diabetes.
Zullies menegaskan, posisi ganja medis ini sebenarnya justru merupakan alternatif dari obat-obat lain, jika memang tidak memberikan respon yang baik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved