Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Selama dua tahun pandemi Covid-19 melanda dunia, banyak mengajarkan masalah fundamental yang ada di negara kita. Salah satunya, Indonesia belum mampu mandiri, dalam konteks industri farmasi dan alat kesehatan (alkes) secara keseluruhan.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyampaikan pandemi ini juga mengajarkan tentang kedaulatan pengelolaan kesehatan di negara kita. “Setelah pembentukan BRIN, pada bulan April 2021, sudah menjadi fokus utama kami, bagaimana BRIN bisa menjadi penggerak, pendorong secara ril. Tentu saja kita berupaya untuk mandiri, dan berdaulat di bidang kesehatan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (6/7).
Handoko menyebutkan potensi hasil riset di bidang kesehatan, meliputi obat, vaksin maupun alat kesehatan cukup besar. Namun demikian, Handoko melihat ada yang blank, dan tidak adanya jembatan antara riset hingga ke industri. “Jembatan ini bukan masalah hilirisasi, bukan sekedar komersialisasi, tetapi ini masalah ril. Artinya, para periset tidak mungkin bisa, dan tidak memahami juga aspek industri, regulasi, pengujian, bagaimana prosedurnya, dan sebagainya,” lanjutnya.
Di sisi lain, bidang industri juga sangat berat kalau harus masuk ke hulu, karena di situ mengandung risiko yang sangat besar. Pengembangan obat, vaksin, bahkan juga alkes, adalah hal-hal yang berisiko tinggi, karena tingkat kegagalannya tinggi.
“Justru di situlah peran BRIN, dengan segala sumber dayanya, setelah mengintegrasikan sumber daya riset dan inovasi di negara ini, yang dimiliki oleh pemerintah. Baik itu SDM, infrastruktur riset, maupun anggaran risetnya, BRIN akan masuk di tengah-tengah untuk menanggung risiko tersebut,” bebernya.
Handoko menyebut BRIN juga memfasilitasi para periset, sehingga tidak perlu sampai harus memaksakan diri masuk ke ranah industri, karena itu satu dunia yang berbeda. Secara regulasi maupun secara etika di dunia kesehatan, lanjutnya, itu seharusnya dilakukan oleh pihak yang berbeda.
Maka dari itu, Handoko menerangkan, BRIN mulai melansir skema fasilitasi pengujian produk inovasi kesehatan yang mencakup uji praklinis, kalau memang dibutuhkan, uji klinis, dan lain-lain. Baik itu untuk riset obat, vaksin, maupun alkes. “Skema fasilitasi ini dikelola oleh Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, tetapi pada saat skema untuk industri dijalankan dan ditangani oleh Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN,” terangnya.
Lebih jauh, Handoko menekankan, skema tersebut terbuka bagi siapa saja. Sehingga gagasan riset untuk kandidat obat, vaksin, dan alkes itu, bisa datang dari periset BRIN, kampus, komunitas, bahkan juga dari periset di bidang industri.
Kandidat tersebut, apabila telah diterima akan ditetapkan oleh Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN untuk pembiayaan, proses pengujian, dan lain-lain. Kemudian, yang melakukan selanjutnya adalah tim dari Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN. Fasilitasi itu tidak akan mengalir ke para inventornya secara langsung, tetapi akan digunakan oleh Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi untuk membiayai tim pengujia yang dibentuk sesuai dengan standar, dan regulasi yg berlaku.
Hal ini untuk memastikan, lanjut Handoko, selain masalah independensi dari hasil uji itu sendiri, juga untuk memastikan bahwa proses ini tidak akan membebani periset dan industri. “Saat mulai dijalankan Deputi Pemanfaatan akan mencari mitra industri, karena hal ini dilakukan atas nama mitra industri. Jadi mitra industri inilah, yang kami undang untuk menjadi calon mitra,” ucap Handoko.
Bagaimana kalau tidak berhasil, kata Handoko, hal ini tidak menjadi masalah. Itulah risiko yang memang harus diambil, ditanggung oleh pemerintah melalui BRIN. “Namun apabila berhasil, kami akan meminta lisensi. Relasinya itu tetap relasi Business to Business yang fair, transparan, dan terbuka. Memenuhi koridor regulasi keuangan, termasuk dalam konteks BRIN sebagai lembaga pemerintah, tetapi dari sisi bisnis itu juga sangat visible, dan transparan,” tutup Handoko. (OL-12)
SEJAK tsunami Pangandaran pada 2006, tim peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN menyimpulkan bahwa tsunami raksasa di selatan Jawa memang pernah terjadi berulang. R
Sesar di Semarang ini sudah pasti ada dan sudah pasti aktif karena ditemukan batuan ataupun endapan yang jadi indikatornya.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Menurut Hanarko Djodi Pamungkas, ketahanan pangan harus dibarengi dengan tanggung jawab menjaga laut dari pencemaran.
PENELITI Gender dari Pusat Riset Politik BRIN Kurniawati Hastuti Dewi mengatakan, tindakan khusus sementara diperlukan untuk memperkuat keterwakilan perempuan di politik.
INDONESIA melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) akan menjadi tuan rumah gelaran World Science Forum (WSF) ke-12 pada 2026. Ini menandai pertama kalinya WSF diselenggarakan di Asia.
Para peneliti dan akademisi memiliki tugas mulia dalam memajukan industri dan menghasilkan SDM unggul.
Program S3 bergelar PhD tersebut terbuka untuk dosen dan profesional di Indonesia, dengan sistem pembelajaran berbasiskan riset (by research) selama tiga tahun.
Penelitian ini membuka peluang baru dalam pengembangan bahan biomimetik yang lebih kompatibel dengan sistem biologis.
Peneliti Rice University dan University of Houston menciptakan biopolimer baru sekuat logam namun fleksibel seperti plastik, tanpa polusi.
UNTUK memperkuat peran akademisi sebagai mitra strategis pemerintah dan dunia usaha, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) menandatangani sejumlah nota kesepahaman dengan berbagai pihak.
Peningkatan kualitas pendidikan tinggi bisa dicapai antara lain dengan memperkuat kolaborasi riset.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved