Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
GURU Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Dr. Faisal Yunus, Ph.D., Sp.P(K) menyarankan agar pasien asma mengenali faktor pemicu, dan menaati tata laksana yang dianjurkan dokter guna mencegah peradangan saat penyakit pernapasan itu kambuh.
"Tujuan dari pengelolaan asma adalah agar pasien dapat mengontrol risiko serangan asma dan tentunya hidup dengan lebih produktif," kata Faisal dalam keterangan resmi, Selasa (21/6).
Dengan mengelola asma agar risiko serangannya dapat dikontrol, pencegahan dapat dilakukan dengan mengenali dan menghindari faktor pemicu kekambuhan asma. Selain itu, pasien asma juga dapat melakukan pengobatan yang dianjurkan oleh dokter secara teratur.
Upaya pengobatan dan terapi kontrol asma dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien asma.
“Asma dengan intensitas kekambuhan ringan, sedang dan berat direkomendasikan pemberian terapi kontrol kortikosteroid inhalasi secara rutin dengan dosis yang disesuaikan, tidak cukup dengan obat pelega saja” kata Faisal.
Ia menambahkan, kortikosteroid inhalasi tersebut bekerja sebagai antiinflamasi yang memberikan perlindungan pada penyempitan saluran pernapasan sehingga dapat mengurangi risiko serangan akut, tentunya jika rutin digunakan. GINA juga turut menyarankan untuk mengontrol gejala asma dengan menggunakan terapi kortikosteroid inhalasi.
Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan dunia termasuk Indonesia. Organisasi asma dunia, GINA, terus menekankan pentingnya kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit asma dan mendorong semua pihak untuk dapat meningkatkan perawatan dan pengobatan penyakit asma.
Asma merupakan peradangan kronis yang disebabkan terjadinya penyempitan pada otot-otot saluran pernapasan yang dapat menimbulkan mengi, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala ini dapat muncul secara episodik dan tidak dapat disembuhkan melainkan hanya dapat dikontrol.
Penyebab kekambuhan asma bisa berbeda bagi setiap pasien asma. Namun umumnya asma muncul akibat paparan terhadap faktor pemicu seperti debu, asap rokok, makanan tertentu, kondisi cuaca dan faktor lingkungan lainnya. Intensitas serangan asma dapat meningkat jika terpapar lebih sering dengan faktor pemicu tersebut. Jika tidak terkontrol, asma dapat mengancam jiwa.
Berdasarkan data yang dilansir WHO, sebanyak 262 juta orang saat ini menderita penyakit asma. Penyakit ini juga telah menyebabkan 455,000 kematian. Lebih lanjut, WHO menemukan kasus serangan asma yang berat lebih banyak terjadi di negara berpendapatan sedang dan rendah dimana tingkat diagnosa serta kepatuhan pada pengobatan masih tergolong rendah.
Sementara itu, di Indonesia, Kementerian Kesehatan melaporkan sejumlah 4,5 persen atau secara kumulatif 11 juta penduduk Indonesia menderita asma. Angka ini menjadikan asma sebagai salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang paling banyak diidap, tidak hanya pada orang dewasa, akan tetapi juga pada anak anak.
Country Medical Director GSK Indonesia dr. Calvin Kwan, menambahkan, asma yang tidak terkendali dapat menghambat pasien menjalani hidup dengan nyaman.
Kondisi asma memberikan implikasi negatif pada kesehatan dalam jangka panjang jika tidak ditangani dengan tepat. Selain itu, asma yang tidak terkontrol juga dapat menurunkan tingkat produktivitas pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
“Untuk itu, penting secara disiplin mengontrol penyakit asma dengan mengikuti anjuran dan terapi yang tepat sesuai dengan yang diberikan oleh dokter agar pasien asma tetap dapat menjalani hidup yang produktif dan berkualitas” tutupnya. (Ant/OL-13)
Baca Juga: Peran Apoteker dalam Penanganan Kesehatan Mental
Menteri Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat, Kristi Noem, dilarikan ke rumah sakit di Washington, DC, usai alami reaksi alergi.
ALERGI sering kali dianggap flu oleh beberapa orang karena gejalanya yang sangat mirip yaitu bersin-bersin dan hidung tersumbat atau pilek alergi
Dalam beberapa kesempatan terakhir, Jokowi muncul ke publik dengan kondisi wajah yang mengalami bercak merah dan kehitaman akibat alergi kulit, ini daftar alergennya.
Jokowi kembali diperbincangkan, kali ini bukan soal dugaan ijazah palsu, melainkan soal dirinya yang disebut menderita autoimun, tetapi kemudian diklarifikasi sebagai alergi.
Dokter Tifa, yang sebelumnya kerap berkomentar soal dugaan ijazah palsu Jokowi mengomentari kondisi wajah Jokowi yang mirip dengan kondisi autoimun, padahal ternyata alergi.
Bersin-bersin, hidung meler, dan rasa tidak nyaman di hidung sering membuat kita bingung: apakah ini flu atau alergi? Meski gejalanya serupa, penyebab dan cara mengatasinya berbeda
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved