Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Perubahan Iklim dan Tren Kenaikan Suhu di Indonesia, Ini Penjelasan BMKG

Ferdian Ananda Majni
18/5/2022 14:53
Perubahan Iklim dan Tren Kenaikan Suhu di Indonesia, Ini Penjelasan BMKG
Ilustrasi(ANTARA)

KEJADIAN suhu harian yang tinggi di Indonesia sering dikaitkan sebagai akibat perubahan iklim.

"Pernyataan tersebut tidaklah salah meskipun juga tidak dapat dibenarkan sepenuhnya,” kata Plt. Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko dalam keterangannya Rabu (18/5).

Baca juga: Jokowi Izinkan Lepas Masker, Menhub: Pacu Kebangkitan Sektor Transportasi

Menurutnya, dalam setiap satuan kejadian cuaca, tidak dapat diatribusikan secara langsung ke pemanasan global atau perubahan iklim. 

"Perubahan iklim harus dibaca dari rentetan data iklim yang panjang, tidak hanya dari satu kejadian,” sebutnya.

Namun begitu tren kejadian suhu panas dapat dikaji dalam series data yang panjang apakah terjadi perubahan polanya baik magnitudo panasnya maupun keseringan kejadiannya. 

Analisis pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir menunjukkan peningkatan suhu permukaan dengan laju yang bervariasi. Secara umum trend kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. 

Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami trend kenaikan >0.3celius per dekade. Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi diketahui terjadi di Stasiun Meteorologi Temindung, Kalimantan Timur (0.95celsius per dekade), sedangkan laju terendah terdapat di Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin, Bima (0.01celsius per dekade). Suhu udara permukaan di wilayah Jakarta dan sekitarnya meningkat dengan laju 0.40 - 0.47celius per dekade.

Dari analisis ini nyatalah bahwa kejadian suhu udara panas kali ini memang dipengaruhi oleh faktor klimatologis yang diamplifikasi oleh dinamika atmosfer skala regional dan skala meso inilah yang menyebabkan udara terkesan menjadi "lebih sumuk" dan kemudian menimbulkan pertanyaan bahkan keresahan (selain kegerahan) publik. 

Namun, BMKG sekali lagi juga meyakinkan bahwa kondisi ini bukanlah termasuk kondisi ekstrim yang membahayakan seperti gelombang panas “heatwave”. 

“Meskipun masyarakat tetap dihimbau untuk menghindari kondisi dehidrasi dan tetap menjaga kesehatan,” pungkasnya. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya