Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Ketersediaan Alat Kesehatan dan Literasi Stunting Masih Minim

Dinda Shabrina
17/5/2022 22:25
Ketersediaan Alat Kesehatan dan Literasi Stunting Masih Minim
Kepala BKKBN Dr. (HC) dr Hasto Wardoyo.(MI/Reza Sunarya)

DEPUTI  Bidang Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Agus Suprapto membeberkan beberapa masalah yang dihadapi dalam percepatan penurunan stunting di Indonesia. Ia menyebut pada kuartal pertama di 2022, salah satunya adalah belum tersedianya alat antropometri atau alat untuk mengukur berat badan, tinggi badan di berbagai pusat layanan kesehatan. Sebab alat kesehatan menjadi hal penting dalam melihat tumbuh kembang anak.

Selain itu, Agus juga menuturkan literasi terkait stunting di beberapa daerah masih sangat rendah, terutama daerah yang angka stuntingnya tinggi seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Nanggroe Aceh Darussalam.

“Kami melihat memang di beberapa daerah masih kurang maju. Pemahaman tentang stunting itu memang ada yang sudah tahu betul, tapi ada yang perlu kita tambahi. Terutama di wilayah yang angka stunting nya tinggi tadi, ada 12 kabupaten kota yang perlu kita dampingi, untuk satu bulan ini ada 12 kabupaten kota itu yang harus kita kunjungi dan dampingi,” kata Agus kepada Media Indonesia, Selasa (17/5).

Baca juga: 42 Tahun Perpusnas, Wujudkan Ekosistem Digital Lewat Transformasi Perpustakaan

Selain masalah ketersediaan alat dan rendahnya literasi soal stunting, Agus juga mengungkapkan masalah lain yang cukup sulit adalah soal budaya dan kepercayaan masyarakat daerah seperti pamali.

“Pamali, pernikahan dini, nah itu gimana ya. Pernikahan dini itu kan masih banyak terjadi di daerah. Itu banyak hambatannya, soal perkawinan itu. Ini kan masalah yang angel-angel gampang, tapi agak susah kalau sudah mengakar seperti itu, harus ada cara-cara tertentu dan yang tahu orang mereka sendiri. Kita pendekatannya tetap humanis. Tidak pendekatan otoriter saat ini. Harus humanis sehingga mereka pengetahuannya menjadi lebih baik,” imbuh Agus.

Agus mengatakan target pencapaian untuk penurunan stunting di tahun 2024 diharapkan bisa mencapai 14%. Sehingga berbagai upaya seperti sosialisasi, pembentukan satgas, merancang Elsimil hingga menentukan pos anggaran masih terus dilakukan. Setidaknya ada 34,51 triliun anggaran yang telah diturunkan untuk program percepatan penurunan stunting di seluruh di Indonesia.

“Anggaran antar kementerian lembaga sudah ditandai dan dikumpuli, diakumulasikan tetapi tidak berarti tidak langsung diserahkan ke suatu lembaga atau BKKBN. Jumlahnya menurut perhitungan terakhir 34,51 Triliun. Jumlahnya sekitar itu, dan ini kebanyakan dialokasikan khusus untuk daerah masing2. Karena eksekusinya ada di daerah masing-masing,” ungkap Agus.

Selain itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengatakan saat ini pihaknya sudah membentuk sekitar 97% tim percepatan penurunan stunting di seluruh kabupaten kota, 78% di kecamatan, dan 75% di desa.

“Kita bersyukur di triwulan pertama 2022 ini kita sudah bisa menyelesaikan tim itu sampai di tingkat desa. Sehingga pada triwulan kedua kita harus kerja keras untuk mendata, memberikan treatmen dan seterusnya,” kata dia.

Baca juga: Pelonggaran Memakai Masker Bagian Transisi Menuju Endemi Covid-19

Untuk saat ini, Hasto mengungkapkan hal yang perlu difokuskan untuk menurunkan angka stunting adalah dengan membangun dapur sehat di tiap desa. Hasto menyebut kini skenario pemberian makanan sehat dan bergizi tidak dalam bentuk fabrikan. Melainkan dengan memasak sesuai dengan ketersediaan bahan pangan di lokal masing-masing.

“Yang perlu kita usaha serius itu seperti sukses pemberian makanan tambahan. Karena bagaimana makanan tambahan itu bisa langsung sampai. Itu yang harus kita betul-betul kawal. Sekarang ini kita berusaha keras bagaimana skenarionya itu tidak membagi dalam bentuk fabrikan, tetapi bagaimana masak di desa saja, dengan produk lokal dengan gizi seimbang. Dia harus mengajari masyarakat, kita membentuk dapur sehat untuk mengatasi stunting dan mengajari mereka untuk masak dengan gizi seimbang, saya kira ini suatu tantangannya,” tutup Hasto. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya