Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

DIM RUU TPKS Untuk Jawab Kompleksitas Kekerasan Seksual

Mohamad Farhan Zhuhri
08/2/2022 13:07
DIM RUU TPKS Untuk Jawab Kompleksitas Kekerasan Seksual
Ilustrasi kekerasan seksual(medcom.id)

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) kembali menyelenggarakan Konsultasi Publik Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Pokok diskusi tersebut mengenai hukum acara. Pengoptimalan DIM akan bisa menjawab persoalan kekerasan seksual di Tanah Air.

“Semua upaya yang telah dan terus pemerintah lakukan adalah usaha keras untuk menyiapkan DIM yang seoptimal mungkin agar dapat menjawab kompleksitas permasalahan kekerasan seksual di lapangan,” ujar Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam keterangan tertulis, Selasa (8/2).

Selain itu, menurutnya, proses penyusunan DIM RUU TPKS berjalan lebih cepat dan efektif dengan pengawalan Gugus Tugas yang diinisiasi oleh Kantor Staf Kepresidenan.

RUU TPKS memuat jenis kekerasan dan unsur pidana yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual berbasis online, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan, eksploitasi seksual, dan penyiksaan seksual.

“Selain itu juga ada pemberatan hukuman, pidana tambahan, restitusi, serta tindakan rehabilitasi bagi pelaku,” imbuh Menteri PPPA.

Baca juga: Komitmen Percepatan Proses Legislasi RUU TPKS Harus Terus Diperkuat

Lebih lanjut, Penyidik Madya Tingkat III Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan terdapat beberapa ruang lingkup hukum yang diatur dalam RUU TPKS, salah satunya adalah syarat Aparat Penegak Hukum (APH) yang menangani kasus kekerasan seksual.

“Dimasukkan dalam hukum acara, syarat APH adalah memiliki kompetensi dan mengikuti pelatihan. Tidak hanya itu, APH juga harus sensitif gender untuk menghindari reviktimisasi korban. Selain itu, RUU TPKS ini tidak menggunakan pendekatan restorative justice,” tuturnya.

Calvijn menjelaskan, melalui RUU TPKS ini, nantinya keterangan saksi ataupun korban dalam proses penyidikan dapat dilakukan melalui perekaman elektronik.

“Keterangan saksi atau korban juga sudah cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah, tentunya disertai alat bukti sah lainnya dan keyakinan hakim,” ungkap Calvijn.

“DIM yang sudah disusun oleh Pemerintah memang belum dapat dipublikasikan dan masih terus mengalami penyempurnaan. Beberapa masukan yang disampaikan pada hari ini sekitar 90-95% sudah diakomodasi dalam DIM Pemerintah. Kami mengapresiasi pandangan yang disampaikan pada hari ini dan menjadi prioritas bagi kami,” pungkas Calvijn.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya