Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

KPAI : Keluarga Menjadi Klaster Tertinggi Kekerasan Terhadap Anak di 2021 

Mohammad Farhan Zhuhri
25/1/2022 21:00
KPAI : Keluarga Menjadi Klaster Tertinggi Kekerasan Terhadap Anak di 2021 
Ilustrasi kekerasan pada anak(Ilustrasi)

KOMISI Perlindungan Anak Indonesia menilai meski komitmen negara dalam berbagai aspek semakin baik, namun, ragam pelanggaran hak anak pada 2021 masih terjadi. Berdasarkan data pengaduan masyarakat, pada 2019 terdapat 4.369 kasus, pada 2020 ada 6.519 kasus dan 2021 mencapai 5.953 kasus. 

“2021 dengan rincian kasus pemenuhan hak anak 2.971 kasus dan perlindungan khusus anak 2.982 kasus,” ujar Susanto seperti dikutip dalam keterangan resmi KPAI yang diberikan kepada Media Indonesia, Selasa (25/1). 

Menurut data dari KPAI, dalam Klaster Pemenuhan Hak Anak (PHA) menerima sebanyak 2.971 kasus selama tahun 2021. Diurutkan dari yang paling tinggi adalah kluster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif sebanyak 2.281 kasus (76,8%), kluster Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, Kegiatan Budaya, dan Agama sebanyak 412 kasus (13,9%), kluster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan sebanyak 197 kasus (6.6%), dan kasus kluster Hak Sipil dan Kebebasan sebanyak 81 kasus (2.7%). 

Sedangkan kasus pada Klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif memiliki jumlah kasus tertinggi sepanjang pengaduan KPAI dari tahun 2011. 

“Pandemi covid-19 sangat berdampak pada kondisi keluarga dan berefek domino pada pengasuhan anak. Kasus-kasus yang diadukan diantaranya Anak Korban Pelarangan Akses Bertemu Orang Tua (492). Anak Korban Pengasuhan Bermasalah/Konflik Orang Tua/Keluarga (423), Anak Korban Pemenuhan Hak Nafkah (408). Anak Korban Pengasuhan Bermasalah (398), dan Anak Korban Perebutao Hak Kuasa Asuh (306),” ujar Susanto. 

Selanjutnya, Klaster PHA juga melakukan advokasi pemenuhan hak pendidikan anak selama masa pandemi dengan tetap memperhatikan keselamatan dan kesehatan anak sebagai prioritas. Hasil pengawasan KPAl terhadap Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) dengan kategori sangat baik 15.28%, baik 44.44%. cukup 19.44%. kurang 11,12%, dan sangat kurang 9,72%. 

“KPAI mendorong sekolah/madrasah memenuhi seluruh syarat kebutuhan penyelenggaraan PTMT, ketaatan pada protokol kesehatan, ketercapaian vaksin mencapai minimal 70% bagi warga sekolah. Selain itu, komitmen Kepala Daerah sangat penting agar penyelenggaraan PTMT jika positivity rate-nya di bawah 5%. KPAl mendorong 5 SAP untuk penyelenggaraan PTMT, yaitu 

SIP Pemerintah Daerahnya, SIAP Sekolahnya. SIAP Gurunya. SlAP Orang Tua, SIAP Anaknya,” imbuhnya. 

Terkait dengan perkawinan anak, KPAI mendorong upaya massif penurunan perkawinan anak yang sat ini mencapai 10.35%. Kejadian perkawinan anak tidak hanya mereka yang dimohonkan dispensasi kawin namun juga perkawinan yang tidak tercatat. 

Baca juga : KIPI Vaksin Covid-19 pada Anak Jauh Lebih Rendah Dibanding Dewasa dan Lansia 

KPAI menilai, dalam hal permohonan dispensasi kawin perlu mempertimbangkan alasan mendesak dan bukti pendukung perlu dilandaskan pada penafsiran maslahah dan mafsadah yang ekspansif dan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. 

“Selain itu, usia minimal kebolehan dimohonkan dispensasi juga penting dirumuskan,” terang Susanto. 

KPAI mendorong segera disahkannya Rancangan Peraturan Pemerintah Dispensasi Kawin sebagai upaya pengetatan pelaksanaan dispensasi kawin sebagai bagian dari pencegahan perkawinan anak secara optimal. 

Di sisi lain, KPAI juga mencatat, jumlah pengaduan masyarakat terkait kasus perlindungan khusus anak pada 2021 sebanyak 2.982 kasus. Tren kasus pada kluster perlindungan khusus anak Tahun 2021 didominasi 6 kasus tertinggi yaitu pertama, anak korban kekerasan fisik dan atau psikis mencapai 1.138 kasus. 

KPAI menjelaskan, beberapa faktor yang memengaruhi , diantarnya pengaruh negatif teknologi. Menurut Susanto, semakin dekatnya media digital dengan anak di masa covid-19 disebut sebagai salah satu kerentanan anak terpapar dampak negatif teknologi. 

“Tanpa didukung literasi yang memadai menjadikan kerentanan anak terpapar dampak negatif teknologi sehingga memerlukan intervensi khusus dalam penanganannya,” ujar Susanto. 

Selain itu perundungan pada anak melalui sosial media sering terjadi. Selain itu, anak-anak juga rentan mengalami kasus kekerasan seksual online yang dapat menimbulkan trauma dan gangguan psikis pada anak yang berdampak bagi tumbuh kembang anak di masa yang akan datang. 

“Berdasarkan hasil pengawasan KPAl tingkat ketuntasan penanganan anak korban kekerasan fisik. psikis dan seksual baru mencapai 48,3%. sehingga diperlukan adanya upaya serius agar korban tidak semakin rentan dan terdampak dalam kehidupannya,” pungkas Susanto. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya