Teori dan praktik awal pelestarian dalam tradisi Barat sangat didominasi oleh bentukan fisik dan konsep autentisitas. Sebaliknya, pelaksanaan di Timur lebih mempertimbangkan aspek nonfisik, serta bisa menerima perubahan-perubahan yang terjadi secara intrinsik dalam sejarah. Perubahan paradigma ini direfleksikan dalam Hoi An Protocol Tahun 2009 dan Dokumen Nara + 20 Tahun 2014 tentang praktik pelestarian dengan paradigma yang lebih luas.
Terdapat tiga konsekuensi penting dalam pelaksanaannya, yakni:
-Pertama, pelestarian menyangkut sebuah proses untuk megintegrasikan tiga komponen kunci, yaitu aspek fisik, signifikansi budaya, dan karakter masyarakat lokal.
-Kedua, perubahan dimungkinkan dalam pelestarian. Pelestarian tidak hanya masalah fisik semata, tapi mencakup pula aktivitas dan fungsi objek tersebut, serta pengelolaan perubahan.
-Ketiga, pelestarian menjadi upaya untuk membentuk dan mengendalikan masa depan.

Biodata:
Nama: Prof Dr-Ing Ir Widjaja Martokusumo
Jabatan:
-Ketua Kelompok Keahlian Perancangan Arsitektur – SAPPK ITB
-Sekretaris Institut, ITB
-Ketua Pelaksana Penelitian Kawasan Ibu Kota Majapahit di Trowulan
Kiprah:
-Dosen tamu di Fachhochschule Erfurt, 2008/2009
-Dosen tamu di Vilnius Gedeminas Technical University (VGTU), Lithuania, 2018
-Penerima MAVF (Melbourne-Asia Visiting Fellowship), 2015-2016
Nama: Dr Ir Catrini Pratihari Kubontubuh M.Arch
Jabatan:
-Ketua Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI/Indonesian Heritage Trust)
-Wakil Ketua Southeast Asia Cultural Heritage Alliance, Bangkok, Thailand
-Peneliti Program Doktor Arsitektur SAPPK-ITB, 2014-2021