Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Memotret Peristiwa Budaya lewat Film Sepeda Presiden

Mediaindonesia.com
23/12/2021 08:34
Memotret Peristiwa Budaya lewat Film Sepeda Presiden
(DOK KEMENKOMINFO)

(Dari kiri ke kanan) Produser Avesina Soebli, sutradara Garin Nugroho, bersama anak-anak asli Papua yang berperan dalam film Sepeda Presiden, Dede Ramandei,  Arnol Aner Asmuruf, Elias Fortunatus Padwa menjadi nara sumber bersama aktris Ariel Tatum pada program Kick Andy di Grand Studio Metro TV, Jakarta.



SEBUAH film keluarga berbalut kebahagiaan muncul menyapa masyarakat Indonesia di akhir tahun ini. Ialah film berjudul Sepeda Presiden besutan sutradara kawakan Garin Nugroho yang tayang di bioskop Tanah Air mulai hari ini.

Film yang digarap Garin bersama sutradara Hestu Saputra ini mengisahkan tiga anak asal Papua yang mempunyai mimpi untuk bisa bertemu Presiden dan mendapatkan hadiah sepeda. Mimpi itu bermula dari ramainya berita kegiatan membagikan sepeda oleh Presiden. Ketiga anak itu pun berusaha mencari cara agar dapat bertemu Presiden.

Dalam proses ini, ketiga anak itu bertemu seorang in­fluencer asal Jakarta bernama Binar (Ariel Tatum). Film ini juga turut diperankan Sita Nursanti, Ian William, dan Joanita Chatarine.

Baca JugaPemerataan Internet Munculkan Pahlawan Digital di Wilayah 3T

Selain menampilkan aktris Ariel Tatum, film Sepeda Presiden dibintangi tiga pemain belia yang merupakan anak-anak asli Papua, yakni Dede Ramandei (berperan sebagai Uben), Elias Fortunatus Padwa (berperan sebagai Edo), dan Arnol Aner Asmuruf (berperan sebagai Saulus).

Bersama sang produser film Avesina Soebli, Ariel, Dede, Elias, Arnol, dan Garin menceritakan keseruannya membuat film ini pada program Kick Andy yang tayang di Metro TV, tadi malam.

Aves menyebut ide film ini berawal dari ketertarikannya pada kebiasaan Presiden Jokowi membagikan sepeda kepada masyarakat termasuk anak-anak. “Bagi saya itu peristiwa budaya, bagaimana komunikasi dijalankan amat menyentuh. Saya ingin memotret itu menjadi sebuah film,” ungkapnya.

Di sisi lain, kata ‘sepeda’, menurut Garin, merupakan imajinasi anak-anak. Karena itu, sepeda telah menjadi bahasa anak-anak. “Waktu kecil, enggak mungkin langsung mobil, pasti sepeda dulu,” katanya.

Proses syuting dilakukan di 6 lokasi berbeda di Papua, di antaranya ialah di Sorong dan Raja Ampat. Bagi Ariel, pengalamannya bertemu anak-anak Papua membuatnya sadar atas potensi mereka.

Menurutnya, anak-anak ini bisa sangat luwes dalam ber­akting, bernyanyi, dan mena­ri. “Terlihat sangat natural dan mudah untuk mereka,” katanya.

Menurut dia, yang istimewa dari film ini bahwa kini belum ada lagi film berfokus pada cerita keluarga dan anak-anak yang amat menggembirakan. Ia menyebut ada pesan kuat dari film ini, yakni adanya kegembira­an dalam kesederhanaan pada kehidupan sehari-hari anak-anak di Papua.

“Hal-hal kecil dalam keseharian yang kadang kita sebagai manusia sering melupakan. Cerita ini sangat mengingatkan kita untuk mengapresiasi setiap hal kecil dalam hidup,” ungkapnya.

Bagi ketiga anak Papua, mereka terlihat antusias memeran­kan peran mereka. Ketika ditanya adegan apa yang sulit, mereka kompak menjawab, akting sedih. “Kita tidak bisa akting sedih, tertawa terus,” kelakarnya.

Menurut Garin, dengan menonton film ini, masyarakat akan mendapatkan kegembiraan pada sesuatu. “Ketemu Presiden, bercita-cita, nanti liat anak-anak menyeberang sungai, semangat belajar dan mendapatkan pengetahuan dengan cara-cara paling sederhana,” ungkapnya.

Mengakses komunikasi
Film ini juga didukung BAKTI Kominfo. Garin menjelaskan ada unsur yang jadi satu kesatuan antara film dengan apa yang dilakukan BAKTI Kominfo.

Pertama, menyangkut cara masyarakat mengakses komunikasi. Untuk itu film ini juga mengangkat soal literasi media. “Literasi media dalam karya ini sebetulnya amat penting bahwa handphone menjadi bagian hidup kita, tapi dia juga harus jadi perpustakaan, bukan sesuatu yang membuat stres dan menjadi tidak bisa melihat kehidupan nyata,” jelasnya.

Direktur SDA dan Administrasi BAKTI Kominfo Fadhilah Mathar menyebut pihaknya amat menghargai film ini sebagai salah satu bentuk li­terasi terhadap pemanfaatan internet. Melalui medium ini, BAKTI terbantu menyakinkan bahwa internet yang diinstalasi BAKTI dan para operator seluler bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat.

Fadhilah juga menyebut bahwa pemerintah sudah memandatkan untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi di wilayah timur Indonesia dipercepat.

“Karena memang saudara-saudara kita di sana relatif lebih tertinggal. Pembangunan BTS dan akses internet pada 2021-2023 fokus utamanya akan di wilayah timur. Kita harap ketertinggalan ini hanya masalah waktu, setelah itu adek-adek di Papua akan bisa mengejar teman-temannya yang ada di Jabodetabek,” pungkasnya. (Ifa/S3-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya