Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
KOMNAS Perempuan mendesak pemerintah untuk menghadirkan kebijakan nasional tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Perkosaan Terhadap Perempuan (SPPTPKTP) agar lembaga penegak hukum dan lembaga layanan pemulihan dapat lebih optimal untuk membantu korban perkosaan.
"Untuk Kemen PPPA, segera hadirkan kebijakan nasional tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Perkosaan Terhadap Perempuan agar lembaga gakkum dan lembaga layanan pemulihan dapat lebih optimal dalam kerja sama dan berkoordinasi membantu korban perkosaan," kata Anggota Komnas Perempuan Retty Ratnawati dalam webinar bertajuk "Membangun Layanan Kesehatan Reproduksi Menyeluruh Bagi Perempuan Korban Perkosaan Sesuai dengan CEDAW dan Undang Undang Kesehatan yang digelar daring, Rabu (29/9).
Baca juga: Kemendikbudristek Gelar Festival Literasi Siswa Indonesia Tahun 2021
Selain itu masyarakat luas diminta mengawal dan memastikan kebijakan dan akses layanan aborsi aman bagi korban perkosaan segera terwujud.
Menurut Retty, sebagian masyarakat masih memandang negatif perempuan korban perkosaan. "Masyarakat melihatnya orang itu diperkosa dan semua stigma yang menyalahkan dia apalagi kalau dia hamil," katanya.
Kemudian perempuan korban perkosaan yang melakukan aborsi juga akan mengalami tekanan mental yang berat. "Mereka akan cenderung mendapat kriminalisasi akibat dari larangan melakukan aborsi secara UU dalam KUHP," katanya.
Selain stigma dari masyarakat, korban juga harus mengalami pengalaman traumatis dengan melakukan aborsi dan kehilangan bayinya. Tak hanya itu mereka juga berpotensi mengalami komplikasi akibat obat-obatan dari pelaksanaan aborsi tidak aman.
"Bagi mereka sebagai korban perkosaan ini adalah sesuatu yang sangat berat," katanya.
Para korban ini membutuhkan upaya pemulihan yang berkelanjutan sehingga mereka pelan-pelan mampu memulihkan mental dari kekerasan yang terjadi padanya. (Ant/H-3)
KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan pemerintah Indonesia untuk secara serius melaksanakan Rekomendasi Umum Nomor 30 CEDAW.
Komnas Perempuan mengecam dan menyayangkan mediasi damai dalam kasus kekerasan seksual terhadap N.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa selain proses hukum pada pelaku, pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban harus dilakukan.
Komnas Perempuan menyoroti praktik penyiksaan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum. Laporan tahunan lembaga tersebut mencatat setidaknya ada 13 kasus penyiksaan seksual di 2024
Langkah itu, kata dia, juga bentuk keseriusan Polri dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang yang cenderung meningkat secara sistematis.
Anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kerusuhan Mei 1998, Nursyahbani Katjasungkana dan Komnas Perempuan menanggapi pernyataan Fadli Zon soal pemerkosaan massal.
Penyelidikan terhadap Partey dimulai pada Februari 2022, usai laporan pertama mengenai dugaan pemerkosaan diterima oleh kepolisian.
Sejarah mestinya ditulis oleh para ilmuwan, bukan oleh pemerintah, agar tidak mudah dimanipulasi sesuai kepentingan kekuasaan.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebutkan pemerkosaan saat Tragedi Mei 1998 hanya rumor dan tidak ada bukti diminta minta maaf atas pernyataannya
Laporan tersebut penyebut pebasket NBA berusia 24 tahun, Zion Williamson, melakukan dua aksi pemerkosaan, keduanya di Beverly Hills pada 2020.
SEORANG siswi SMU menjadi korban pemerkosaan di dalam angkutan umum (angkot) di Padangsidimpuan, Sumatra Utara (Sumut).
WAKIL Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari mengutuk keras kasus pemerkosaan dokter peserta PPDS terhadap pasien di RSHS. Ia mendukung dicabutnya surat tanda registrasinya (STR) seumur hidup.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved