Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Satgas tak Jemu Ingatkan Prokes

Dede Susianti
13/9/2021 08:16
Satgas tak Jemu Ingatkan Prokes
(DOK )

HARI itu Dahlia Tricahyani dengan penuh semangat bergegas berangkat ke sekolah pukul 07.30 WIB. Itu merupakan hari pertamanya masuk sekolah setelah satu tahun lebih selama pandemi covid-19 dia belajar di rumah saja atau menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ). 

Jarak rumahnya memang tidak terlalu jauh dari sekolahnya di SMP Negeri 1 Bojonggede, yang terletak di Jalan Kedung Waringin Jaya, Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 

Dahlia, siswa kelas 9A, rupanya sudah mengukur waktu tempuhnya agar tepat dengan jam masuk kelas yakni pukul 08.00 WIB. Dengan berseragam pramuka, dia diantar orangtuanya. Persis, dia tiba beberapa menit saja sebelum kelas dimulai. 

Di depan gerbang, petugas keamanan dan satuan tugas (satgas) sudah berjaga. Saat itu orangtua memang hanya bertugas mengedrop atau mengantar sampai gerbang sekolah. Setelah anak masuk, pintu gerbang langsung ditutup kembali untuk menghindari dan memantau mobilitas orang. Itu salah satu aturan terkait pembelajaran tatap muka (PTM) di masa pandemi. 

“Saya berangkat jam setengah delapan biar langsung masuk kelas dan belajar. Biar nggak main dulu. Kangen sih, tapi nggak apa-apa. Tapi saya senang bisa ke sekolah lagi, belajar lagi di kelas langsung sama ketemu gurunya,” tutur Dahlia yang mengenakan hijab.

Pantauan Media Indonesia, aturan terkait protokol kesehatan (prokes) covid-19 di sekolah tersebut cukup ketat, termasuk perihal sarana dan sarana penunjangnya yang sudah tersedia dan memadai. 

Di halaman sekolah yang luas itu, tepat di samping pos satpam, berjejer wastafel cuci tangan permanen. Sedikitnya ada enam wastafel dengan di sebelahnya terpasang sepanduk besar dan panjang yang berisikan imbauan untuk tetap menjaga prokes covid-19. 

Bukan hanya di situ, alat atau sarana mencuci tangan pun tampak di beberapa titik di taman, di depan ruang kelas. 

Suasana di sekolah tersebut juga  sangat tenang. Terutama di depan sekolah yang tampak bersih, lengang, dan tidak ada satu pun orang yang berjualan.

Tri Rahayu, Kepala SMPN 1 Bojonggede, menuturkan bahwa tidak banyak persiapan untuk pelaksanaan PTM kali ini karena sebetulnya pihaknya sudah pernah melakukan uji coba PTM pada awal Maret lalu. 

Tri bercerita bahwa saat itu PTM diberhentikan karena kenaikan kasus covid-19 tinggi sekali. Jadi, pihaknya patuh pada kebijakan bupati bahwa PTM yang sudah dilaksanakan saat itu harus dihentikan. 

“Jadi, kali ini kita tidak banyak persiapan karena kami sudah pernah melaksanakan. Kami tinggal mengoordinasikan dengan para guru dan para wakil kelas. Prokes dijaga ketat, kemudian satgas sekolah harus bertugas dengan lebih ketat,” tuturnya. 

“Satgas mengarahkan saat mereka datang untuk segera cuci tangan dan bawa hand sanitizer masing-masing, bekal dari rumah, makanan dan minuman cukup dari rumah. Jadi kantin tidak kami buka,” tambahnya.

Untuk sarana dan prasarana, imbuh Tri, meski sudah ada, seperti alat atau tempat mencuci tangan, akan ditambah lagi. Hal itu agar lebih dekat dengan anak-anak sehingga mereka terbiasa untuk sering cuci tangan setelah beraktivitas. 

Agar prokes covid-19 terjaga dan dipatuhi, pihaknya pun membuat mekanisme pembelajaran dan pembagian kelas. 

“Jadi untuk saat ini ada 8 lokal yang tidak bisa digunakan karena dalam proses rehab. Kami tersedia 20 lokal. Jadi digilir, untuk minggu pertama ini absen nomor 1-20 dari kelas 7 dan separuhnya kelas 8 itu masuk dulu untuk absen pertama. Jadi absen berikutnya dilayani dengan PJJ. Jadi ada guru yang mengajar PJJ, ada juga guru yang mengajar di sekolah,” paparnya.

Kemudian di minggu depannya yang tadinya PJJ, mereka masuk. Adapun yang saat ini masuk, minggu depan dilayani dengan PJJ. “Satu minggu satu kelas masuk dua kali. Yang kita pakai hanya Senin sampai Kamis. Jumat itu digunakan untuk pengumpulan tugas-tugas yang diberikan oleh guru,” tambahnya. 

Hal itu dilakukan, lanjutnya, agar anak-anak yang dari awal tidak mengumpulkan tugas, jarang ikut PJJ, dan tidak mengerjakan tugas terdeteksi dari awal. Karena dalam verifikasi kenaikan kelas lalu, pihaknya menemukan ada anak yang jarang ke sekolah, kemudian tidak ikut PJJ, juga tugas tidak pernah mengumpulkan, dan itu tidak terdeteksi.

Meski PTM itu terbatas, Tri akan mencoba untuk memulai membuka pelajaran PJOK (pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan). Karena biasanya PJOK pasti ada kerumunan di lapangan, pihaknya akan mengatur sedemikian rupa agar prokes tetap terjaga. 

“Olahraga juga kami atur karena biasanya permainan itu bareng- bareng, itu kami hindari dulu. Mungkin olahraga yang bisa menggunakan alat pribadi/dibawa pribadi seperti badminton ataupun dengan senam dan sebagainya sehingga kita hindari dulu permainan dengan alat bersamaan,” katanya. 

Sebagai langkah pengawasan, satgas sekolah di setiap 1 jam sekali akan mengingatkan prokes yang harus ditaati anak-anak. Jadi, prokes selalu diumumkan baik melalui pengeras suara (woro-woro) maupun mendatangi kelas. “Anak anak, masker tetap digunakan, tetap jaga jarak meskipun kangen dengan teman-temannya, tahan dulu. Ngobrolnya dari jauh saja,” ujarnya. 

“Tapi alhamdulillah, selama yang kami laksanakan di bulan Maret kemarin, anak-anak begitu patuh, begitu disiplin menerapkan prokes. Mungkin itu didorong keinginan untuk belajar di sekolah mereka tinggi,” ucapnya.

Termasuk saat pulang sekolah, mereka juga dijadwal bergiliran. Ketika bel berbunyi, mereka tidak lantas bubar, tapi digilir, diberikan jeda. Tiga kelas keluar dulu, 30 menit kemudian 3 kelas lain dikeluarkan kembali, sehingga kerumunan terhindari. 

Upaya lainnya ialah vaksinasi. Tri menyebut semua guru dan tenaga pendidik di tempatnya sudah divaksin. Adapun untuk siswanya, dari total 1.400, baru 50% yang sudah divaksin. 

“Siswanya baru 50% disuntik vaksin dosis kesatu. Baru kemarin 700 orang siswa disuntik vaksin. Kita bekerja sama dengan puskesmas. Vaksinasinya kita gelar di sini, di sekolah,” tutupnya.
 
Mengajar hybrid
Anisa, guru pelajaran prakarya, menceritakan cara mengajar di masa pandemi ini.  “Lumayan sulit untuk mengajar hybrid. Selain dari kelas ngajar gitu sambil main HP ngasih ke yang di rumah. Ngabsen di sini, ngasih absen juga di rumah. Apalagi saya ngajar banyak. Prakarya kan 2 jam karena PNS wajib 24 jam, saya sih ngajar 15 kelas. Jadi lumayan,” ungkapnya. 

“Jadi untuk anak yang di rumah, saya kirim video-video. Terus setelah jadi, mereka praktik di rumah. Produk kerajinan jadinya dibawa ke sekolah.”

Cristian Danu Prakoso, siswa kelas 9A, juga Kasandra Natashabila dan Rosalinka, dua siswa berhijab yang duduk di kelas yang sama kelas 8J, bergantian menceritakan rasa senang mereka bisa kembali belajar langsung. Umumnya mereka mengaku senang karena sudah lepas dari kebosanan atau kejenuhan belajar daring. 

Mereka juga mengeluhkan kurang bersemangat belajar dan kesulitan menerima materi dari guru jika tanpa berhadapan langsung. Terlebih sering terganggu dengan jaringan atau sinyal yang buruk. 

Saat ditemui di tempat yang sama, Koordinator Penjamin Mutu Pendidikan dan Kerja Sama Ditjen PAUD Dikdasmen Kemendikbudristek, Katman, mengatakan meskipun kondisi sudah membaik dan PTM sudah dibuka, tetap harus diingatkan setiap waktu, setiap saat, soal kepatuhan terhadap prokes.

Terkait vaksinasi, dia menjelaskan, berdasarkan SKB 4 Menteri memang wajib buat guru. Namun, untuk siswa, mengikuti kondisi atau lebih tepatnya kebijakan daerah. 

Dia mencontohkan, untuk para siswa di Jawa Barat ada kebijakan daerah yang memang mendorong agar mereka divaksin sebelum PTM supaya lebih meyakinkan. Apalagi kalau memang dari sisi kuota, vaksin tersedia, bisa bekerja sama dengan dinkes supaya siswa divaksin. 

“Sekarang vaksin untuk siswa sudah mulai berjalan. Mungkin di SMP ini (Bojonggede) sudah 50%. Artinya 50% lagi masih menunggu ketersediaan vaksin di daerah sesuai distribusinya karena vaksin menjadi domain dari dinkes,” ungkapnya. 

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa PTM bisa dilakukan tanpa menunggu seluruh siswa tervaksin. “Sambil berjalan, yang penting tenaga pengajar. Karena kalau menunggu murid semua divaksin, ini kan kasihan siswa yang mendapat pembelajaran jarak jauh. Mungkin ada yang bisa mengikuti dengan baik, naik-turunnya, kuat-lemahnya sinyal internet itu memengaruhi,” paparnya. 

Jadi pertimbangannya, selain sarana dan prasarana, artinya dari ketersediaan sanitasi, kepatuhan untuk prokesnya, juga psikososial dan perkembangan aspek psikologisnya. 

Kemudian pihak sekolah juga wajib mengisi daftar periksa. Pada pelaksanaannya juga tidak dilakukan berbarengan, PTM-nya dilakukan terbatas, yang ikut disesuaikan dengan kemampuan sekolah.

“Kalau mampu 50%, maksimal 50%. Tapi kalau sekolah hanya mampu mengawasi 25% dari siswa, ya 25% saja tidak apa-apa. Ini untuk PTM  agar bisa menyelesaikan persoalan-persoalan di sisi psikososial anak atau peserta didik,” tukasnya. (DD/OL-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya