Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Dirut BPOP Labuan Bajo Jelaskan Soal Polemik Kawasan Hutan Bowosie

Fetry Wuryasti
08/9/2021 07:59
Dirut  BPOP Labuan Bajo Jelaskan Soal Polemik Kawasan Hutan Bowosie
Suasana area Labuan Bajo.(MI/Henri Siagian)

PEMBANGUNAN  pariwisata di Labuan Bajo tidak lepas dari polemik mengenai hutan Bowosie. Terdapat penolakan dari masyarakat setempat terkait Proyek pembangunan pariwisata yang didesain oleh Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOP – LBF) di atas hutan Bowosie-Labuan Bajo.

Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Pariwisata (BPOP) Labuan Bajo Flores Shana Fatina menjelaskan dari luasan 22 ribu hektar hutan Bowosie, ada lahan yang akan dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan lahan yang akan dibangun BPOP.

Pada wilayah BPOP, belum ada pembangunan apapun. Tetapi lokasi tersebut memang direncanakan sebagai kawasan pariwisata terpadu, yang luasannya tidak lebih dari 17% dari total kawasan yang boleh dibangun yaitu 135 hektar.

"Lalu untuk sisanya karena kami hanya pengelolaan, kami hanya membangun fasilitas ekowisata seluas 10% dari total kawasan. Kami juga membangun ruang publik bagi masyarakat di Labuan Bajo, seperti jalur berlari, bersepeda di alam dalam bentuk hutan. Kami ingin lahan otorita menjadi representatif dari kawasan kawasan cagar biosfer dari taman nasional komodo. Kemudian juga akan tersedia pusat riset dan pertunjukan budaya," kata Shana, saat berbincang Live Instagram bersama Media Indonesia, Selasa (7/9).

Sedangkan lahan pembangunan untuk persemaian modern oleh KLHK konteksnya untuk penataan lanskap di Labuan Bajo, yang selama ini tanaman endemiknya diambil dari luar wilayah. Selain itu persemaian juga bagian dari misi Presiden membangun ekonomi hijau. Lokasi tersebut ditargetkan memiliki 5-7 juta bibit per tahun.

"Bayangkan nanti wilayah ini memiliki stok keanekaragaman hayati NTT sehingga kapan pun bisa dipakai untuk penataan kawasan ataupun untuk ruang terbuka hijau dan penyimpanan tanaman endemik lokal," jelas Shana.

Terkait kekhawatiran terancamnya penyangga sumber air masyarakat dari Hutan Bowosie, dia jelaskan BPOP sudah memiliki studi hidro geologi. Dia katakan area kawasan otorita bukan daerah tangkapan air, melainkan daerah untuk mata airnya keluar dan bisa dimanfaatkan.

"Kami sudah sampaikan tidak akan pakai air dari dalam kawasan. Jadi kami tidak akan mengebiri atau apapun. Kami akan menghubungkan antara sistem penyediaan air minum yang ada di bawah kementerian PUPR untuk dimanfaatkan," kata Shana.

BPOP juga sudah merancang daerah-daerah tangkapan yang wilayahnya berkurang karena adanya bangunan, akan diarahkan dengan sistem rain water harvesting (penampungan air hujan).

"Pada prinsipnya kami juga melakukan penghijauan karena beberapa lokasidi kawasan otorita pun sudah tidak ada pohonnya. Maka kami akan lakukan penghijauan hutan," kata Shana.

Sedangkan untuk kebutuhan air perhotelan dan resort akan dipenuhi dari luar kawasan, bukan sumber dari Hutan Bowosie. Pemerintah pusat akan memenuhi kebutuhan air baku juga pengaturan distribusinya. Pemerintah pusat menaikan volume distribusi air dari 40 liter per detik, menjadi 100 liter per detik, bersumber dari sungai Waemese.

"Kita akan mencari sumber air lagi untuk didistribusikan ke Labuan Bajo," kata Shana. (Try/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya