Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
SEBAGAI negara yang memiliki keberagaman agama, budaya, ras dan suku bangsa, toleransi menjadi faktor penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia. Isu-isu, kejadian dan masalah-masalah intoleransi yang marak belakangan ini kembali menjadi tantangan bagi seluruh elemen bangsa untuk memperkuat toleransi.
Plt. Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Irsyad Zamjani mengungkapkan, munculnya masalah intoleransi merupakan PR bagi dunia pendidikan. Masyarakat mulai mempertanyakan peran pendidikan dalam memperkuat nilai-nilai toleransi dan pengahragaan terhadap keberagaman.
"Sebenarnya dari tahun ke tahun kebijakan kita di Kemendikbud selalu sama, bagaimana kita bisa menjadikan pebdidikan ini sebagai sarana untuk memperkuat nilai-nilai luhur tersebut," ungkapnya dalam diskusi virtual Menyemai Toleransi di Bangku Sekolah, Jumat (30/4).
Komitmen itu pun semakin kuat belakangan ini untuk melawan intoleransi. Menteri Nadiem Makarim, menurutnya sejak awal sudah merilis ada 3 dosa besar yang tidak boleh terjadi dalam dunia pendididkan seeprti perundungan, pelecehanan seksual dan intoleransi.
Kemendikbud juga punya profil pelajar Pancasila dengan 6 prinsipnya. Semuanya itu bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai toleransi melalui dunia pendidikan.
"Meskipun secara umum mayoritas masyarakat sangat toleran tapi komponen atau elemen dalam masyarakat masih perlu disadarkan atau diperkuat kesadarannya. Salah satunya mulai dari bangku sekolah," imbuhnya.
Baca juga : IDAI: Penuhi Imunisasi Dasar Anak Sebelum PTM
Lebih lanjut, dia menjelaska pudar atau hilangnya nilai dan semangat toleransi itu muncul karena 3 hal. Pertama pemahaman, baik terkait agama seperti pemahaman agama yang kurang pas, terlalu tekstual, dan menganggap apa yang tertulis dalam kitab suci harus dengan serta merta diterapkan. Padahal butuh intepretasi untuk mengimplementasikannya.
Kedua keteladanan yang menjadi isu penting karena tidak semua orang punya akses ke kitab suci atau bisa membaca dan memahami budaya. Tapu mereka mencotohi orang-orang yang memahami atau orang yang punya otoritas. Bila yang dianggap punya otoritas tidak melakukan praktek keagaaman atau kebudayaan yang bemar tentu saja akan memeberi contoh yang kurang baik.
"Terakhir tentu saja lingkungan, lingkungan sisioal politik, sosial budaya. Dari kebijakan, diskursus sosial, media sosial itu juga sangat berpengaruh bagaiamana orang berperilaku dan memahami sesuatu," tuturnya.
Oleh karena itu, perlu ekosistem yang kuat untuk mendorong agar pemehaman yang baik, mendorong agar pemegang otoritas memberi teladan yang baik. Kemudian lingkungan sosial polituk, sosial budaya pun memiliki posisi untuk membentuk perilaku toleran.
"Melalui pendidikan atau bangku sekolah bisa kita mulai. Melalui sekolah kita mengajarkan terkait keagaamaan, kebudayaan yang kontekstual. Melalui bangku sekolah guru-guru juga bisa didorong menjadi teladan yang bisa dicontohi s8swanya sehingga mereka punya pemahaman yang toleran. Dan melaui sekolah kita bisa membangun iklim sekolah yang menfasilitasi siswa untuk mempunyai pemahaman keagamaan yang toleran," tandasnya.(OL-7)
Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan bahwa Masa Pengenalan Lingkungan Satuan Pendidikan (MPLS) bukan masa perpeloncoan atau masa senioritas
Sementara itu Kepala SDN Kertasari 3, Sofia Widawaty, menjelaskan bahwa kini sekolah yang dipimpinnya hanya memiliki 18 siswa aktif.
Data 2024 menunjukkan angka partisipasi sekolah (APS) untuk usia 16–18 tahun di Banten baru mencapai 71,91%, masih di bawah rata-rata nasional.
Dengan peningkatan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat terus meningkatkan angka partisipasi sekolah.
Usaha pencegahan anak putus sekolah semestinya dilakukan dengan memperhatikan sejumlah aturan yang ada dan memperhatikan efektivitas pada kondisi belajar anak dan kondisi kerja guru.
GUBERNUR Jawa Barat (Jabar) Dedy Mulyadi mengeluarkan keputusan yakni memperbolehkan jumlah siswa dalam satu kelas mencapai hingga 50 siswa. Itu menuai respons dari kepala sekolah
GUBERNUR Jawa Barat Dedi Mulyadi menekankan pentingnya pemulihan harmoni sosial di tengah masyarakat Cidahu, Sukabumi, setelah insiden perusakan rumah yang diduga dijadikan tempat ibadah.
Tidak hanya karena secara geografis wilayahnya berbukit-bukit dengan ketinggian 760 meter di atas permukaan laut (mdpl), tetapi juga karena desa itu tak ubahnya Indonesia mini dengan beragam agama.
BUPATI Intan Jaya, Papua Tengah, Aner Maisini mengungkapkan Hari Raya Idul Adha merupakan momen untuk memperkuat solidaritas dan toleransi umat beragama.
"Setiap ada hari besar keagamaan, warga tanpa memandang keyakinan dan namanya berkumpul, saling pengucapan selamat," jelas Kepala Dusun Thekelan Agus Supriyo.
Dialog antaragama merupakan sarana yang sangat penting bagi mahasiswa untuk meningkatkan daya kritis, membangun hubungan antaragama yang baik dan bermakna.
Toleransi, katanya, adalah kata yang paling sering terdengar tapi terkadang bisa berbalik menjadi penyebab tindakan-tindakan intoleran.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved