Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

BNPB Minta Daerah Tiru Simeulue dalam Mitigasi Bencana

Atalya Puspa
22/4/2021 11:45
BNPB Minta Daerah Tiru Simeulue dalam Mitigasi Bencana
Ilustrasi(Istimewa)

KEPALA Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo meminta daerah menggali kearifan lokal di wilayahnya masing-masing sebagai upaya mitigasi bencana gempabumi dan tsunami, seperti yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Simeulue di Provinsi Aceh.

“Seluruh daerah harus menggali potensi kearifan lokalnya. Karena gempa bumi dan tsunami adalah peristiwa yang berulang,” ujar Doni dalam keterangan resmi, Kamis (22/4).

Doni meminta apa yang dimiliki dan dirawat masyarakat Pulau Simeulue tentang kearifan lokal dalam menghadapi ‘smong’ (tsunami dalam bahasa daerah setempat) dapat ditiru oleh daerah lain.

Dengan kearifan lokal, kata Doni, maka informasi mengenai tanda-tanda alam yang dapat memicu bencana dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dan risiko dapat diminimalisir.
Ia menegaskan, waktu pengulangan gempabumi belum dapat diketahui. Teknologi modern pun juga belum mampu mendeteksi kapan peristiwa itu akan terjadi.

Akan tetapi, tanda-tanda kehadiran ‘smong’ seperti yang terjadi di Aceh pada 2004 ternyata mudah dikenali oleh masyarakat Simeulue karena mereka memiliki literasi kearifan lokal yang terus disampaikan melalui budaya tutur dari generasi ke generasi.

Saat berkunjung ke Simeulue, Rabu (21/4), kepada Doni Monardo, salah seorang warga Pulau Simeulue bernama Marzuki, 58, menuturkan, istilah ‘smong’ mulai dikenal sejak peristiwa gempa bumi dan tsunami pada 1907 silam, yang secara spontan diucapkan oleh warga setelah melihat adanya gelombang tinggi air laut pascagempabumi.

Dari peristiwa itu, maka literasi tentang peristiwa tsunami kemudian diturunkan kepada anak cucu mereka hingga sekarang. “Smong ada sejak tahun 1907 menurut cerita turun-temurun nenek moyang kami. Smong itu gelombang air laut yang tinggi,” imbuhnya.

Saat peristiwa Tsunami Aceh 2004, dikisahkannya, lebih dari 1.700 rumah di Pulau Simeulue hancur dihantam gelombang tsunami, akan tetapi korban jiwa yang meninggal dunia hanya sebanyak 6 jiwa.

Marzuki lantas menceritakan bahwa masyarakat Pulau Simeulue telah melakukan nasihat nenek moyang untuk melaksanakan evakuasi mandiri besar-besaran sesaat setelah tanda-tanda alam dirasakan dalam peristiwa Tsunami Aceh 2004.

“Saat gempa 2004, saya pun tak mampu berdiri. Besar sekali getarannya. Lalu kami melihat ke laut dan ada juga yang melihat sumur. Air kemudian surut. Nah, menurut nasihat nenek moyang itu tanda-tanda Smong akan datang. Kami segera lari menjauhi pantai dan cari tempat tinggi,” kenang Marzuki.

Dari penuturan itu, maka dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal dapat dijadikan sebagai peringatan awal terhadap tanda-tanda gejala alam yang kemudian dapat mendatangkan bencana. Sehingga hal itu kemudian dapat dijadikan petunjuk dan pedoman oleh masyarakat untuk langkah mitigasi serta kesiapsiagaan.

Dalam hal ini, Doni Monardo mengatakan bahwa hakekat kearifan lokal dengan fungsi yang sama sebagai early warning system juga dapat dipakai untuk menghadapi berbagai jenis bencana lainnya yang berpotensi terjadi di seluruh daerah di Tanah Air seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung dan sebagainya.

"Sebagian besar wilayah nasional kita memiliki risiko yang tinggi dari ancaman bencana, sehingga kearifan lokal salah satu menjadi ujung tombak kita membangun kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat,” pungkasnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik