Headline

PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.  

Fokus

Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.

Waspadai Gangguan Psikososial Pada Anak dan Remaja

Suryani Wandari Putri Pertiwi
10/4/2021 10:25
Waspadai Gangguan Psikososial Pada Anak dan Remaja
PESAN PERDAMAIAN: Ratusan anak melepas balon dengan tema "Stop Kekerasan Cintai Perdamaian" di Surabaya.(ANTARA /Umarul Faruq)

HASIL kajian dari Pusat Data dan Informasi Kementerian kesehatan 2020 yang menyebutkan sebanyak 4,3 persen laki-laki dan 5,9 persen perempuan di tingkat SMP dan SMA berkeinginan bunuh diri mendapat perhatian serius dari Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Perlu upaya serius untuk mengatasi masalah psikososial tersebut.

Untuk itu, KPPPA mendorong satuan pendidikan semakin empatik dan ramah terhadap anak dan remaja sebagai upaya menekan risiko gangguan psikososial yang marak terjadi saat ini. “Gangguan psikososial pada anak dan remaja tidak bisa dianggap enteng. Harus segera ditangani. Jika dibiarkan dapat menyebabkan efek bola salju dan berbahaya bagi anak itu sendiri, lingkaran pertemanan, dan lingkungan sosialnya," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar dalam diskusi daring.

Hal ini menurutnya diperparah dengan kondisi saat ini yang tidak disadari dan diketahui oleh berbagai pihak, termasuk tenaga pendidik di satuan pendidikan. Akibatnya, pihak sekolah maupun guru memberikan penanganan yang kurang tepat pada anak didiknya.

Untuk meringankan beban anak KPPPA kini berinisiatif menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Penanganan Gangguan Psikososial pada Peserta Didik secara virtual. "Gangguan psikososial pada anak dan remaja merupakan suatu masalah yang kadang tidak terlihat oleh mata, tapi tanda-tandanya dapat terdeteksi. Oleh karenanya, perlu pengamatan khusus oleh orang-orang di sekitarnya, salah satunya guru. Guru merupakan pihak yang objektif dalam mengamati apakah seorang anak mengalami gangguan psikososial atau tidak,” lanjut Nahar.

Ia juga mengimbau jika salah satu peserta didik menampakkan perilaku yang tidak biasa dari sebelumnya, maka pihak satuan sekolah agar mulai menggali apa persoalan anak tersebut, dengan begitu kita dapat melakukan deteksi dini dari persoalan-persoalan yang mereka hadapi.

Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus Kemen PPPA, Elvi Hendrani menambahkan bahwa saat ini masih banyak pihak yang tidak peka melihat perubahan perilaku anak-anak yang sebenarnya merupakan indikasi awal kecenderungan gangguan psikososial. Elvi mengingatkan agar hal ini jangan sampai berujung pada bunuh diri.

"Kita juga bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2020 meluncurkan Buku Penanganan Gangguan Psikososial Pada Peserta Didik. Buku ini bertujuan untuk membantu seluruh tenaga pendidik agar memahami dan membangun kerja sama yang baik dalam memberikan pertolongan pertama terkait gangguan psikososial yang dialami peserta didik sesuai dengan kapasitasnya masing-masing," ujarnya.

Sementara itu, Psikolog Rahajeng Ikawahyu Indrawati menjelaskan beberapa tanda gangguan psikososial pada peserta didik dapat diketahui dengan beberapa cara. Pertama adalah mewawancarai anak. Ketika wawancara diharapkan kita lebih banyak mendengarkan anak secara aktif dan berfokus pada apa yang dirasakan anak. Ini merupakan latar belakang mengapa anak melakukan sesuatu.

"Kedua, menanyakan kepada pihak lain, diantaranya guru, wali kelas, dan teman-temannya. Ketiga, berkomunikasi dengan orangtua. Keempat, konseling dan stabilisasi. Konseling yang dilakukan tidak hanya memberikan saran saja, namun juga memahami apa yang anak alami. Kelima, psikoedukasi. Keenam, merujuk ke seorang ahli," kata Rahajeng.

Sementara itu, Psikiater, Shelly Iskandar mengatakan seluruh sistem satuan pendidikan bertanggung jawab dalam memberikan dukungan dan harapan pada anak-anak yang mengalami gangguan psikososial, salah satunya dengan metode DEKAP. DEKAP adalah pertolongan pertama mempertahankan kesehatan mental. DEKAP adalah Dengarkan dan nilai kegawatan, Empati (berikan informasi dan dukungan), Kerjakan (bantu solusi dan mencari pertolongan profesional), dan Pertahankan kesehatan mental.(H-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya