Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Internet untuk Perekonomian dan Pariwisata di Kaltim

Mediaindonesia.com
07/12/2020 22:15
Internet untuk Perekonomian dan Pariwisata di Kaltim
Kapal pengangkut melintas di atas Sungai Mahakam.(METRO TV/CHRISTO HANTARIKSO)

TIM Ekspedisi Bakti untuk Negeri tiba di ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda. Kota ini dijuluki sebagai Kota Tepian karena dibelah salah satu sungai terbesar di Indonesia yakni Sungai Mahakam.

Kehidupan Kota Samarinda tidak lepas dari keberadaan Sungai Mahakam. Sungai sepanjang 920 km ini membelah Kota Samarinda menjadi Samarinda Kota dan Samarinda Seberang.

Tim ekspedisi mengunjungi salah satu pelabuhan di Samarinda, yakni Pelabuhan Sungai Kapal dan Barang Sungai Kunjang. Pelabuhan Kunjang merupakan gerbang menuju pedalaman Kalimantan Timur seperti Pelabuhan Melak di Kutai Barat hingga Mahakam Ulu.

Dari pelabuhan inilah pasokan sembako akan dibawa menuju pedalaman Kalimantan Timur menggunakan kapal motor. Setiap harinya ada dua kapal motor yang berangkat membawa sembako dan penumpang setiap pagi dengan tarif ekonomi dan eksekutif.

Salah seorang pengusaha jasa ekspedisi ini ialah Haji Iwan. Usahanya mengantar pasokan sembako ke Mahakam Ulu dengan waktu tempuh dua hari dua malam. Ketiadaan sinyal telekomunikasi, kata dia, menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam usaha jasa ekspedisi ini. Namun, hal itu tidak lagi dirasakan sekarang. Menurutnya, saat ini sinyal sudah cukup mudah didapatkan.

"Dengan ada sinyal kayak gini, kita misalnya setengah jam lagi mau merapat di kampung ini, kita bisa telepon. Atau sebaliknya orang yang punya barang bisa telepon kita menanyakan posisi kapal di mana," kata Iwan.

Sebagai ibu kota Kaltim, kondisi infrastruktur jaringan telekomunikasi dan informasi khususnya internet di Samarinda tidak lagi jadi masalah. Menurut Plt Kadis Kominfo Kaltim Diddy Rusdiansyah, untuk wilayah-wilayah sekitar perkotaan sudah tidak terdapat masalah jaringan telekomunikasi.

"Terutama wilayah Kota Samarinda, Balikpapan, Bontang, itu boleh dikatakan internet sudah jalan cukup lancar. Untuk daerah-daerah yang internetnya belum begitu optimal, kita bekerja sama dengan Bakti (Kominfo) mendorong (masuknya) para operator melalui mekanisme universal service obligation," katanya.

Dari pusat Kota Samarinda, tim ekspedisi mengunjungi Desa Pampang di Kecamatan Samarinda Utara. Warga di desa ini merupakan suku Dayak Kenyah, salah satu sub suku Dayak yang tinggal di dataran tinggi.

Keunikan dan kentalnya budaya suku Dayak di desa ini menjadikan Desa Pampang sebagai desa wisata. Apalagi dengan lokasinya yang terjangkau, wisatawan tidak perlu jauh-jauh ke pedalaman untuk melihat kearifan lokal suku Dayak.

Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Pampang Irene Helen mengatakan promosi wisata desa ini awalnya hanya dilakukan dari mulut ke mulut. Namun sejak 2018 ketika internet sudah semakin bagus, promosi pariwisata semakin terbantu khususnya melalui media sosial.

"Kita merasakan sekali dampak dari internet yang kita gunakan sekarang sebagai media sosial untuk memperkenalkan atau mempromosikan wisata kita keluar. Jadi bukan hanya wisatawan domestic saja yang tahu, bahkan di mancanegara pun sudah mengetahui wisata budaya pampang," kata Irene.

Jaringan internet juga membawa berkah bagi Tripina, pengrajin daun telinga cuping panjang yang merupakan salah satu keunikan di Suku Dayak. Tripina juga membuka jasa sewa pakaian adat Dayak Kenyah melalui media sosial Instagram.

Setelah dari Samarinda, tim melanjutkan perjalanan ke ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara, Tenggarong. Tim mengunjungi salah satu destinasi wisata sejarah yakni Museum Mulawarman.

Setiap tahun, Kota Tenggarong menjadi tuan rumah Upacara Adat Erau yakni sebuah ritual adat yang memohon rahmat bagi seluruh alam ciptaan. Pada Upacara Adat Erau, Museum Mulawarman menjadi tempat berkumpulnya seluruh raja dan sultan se-Asia Tenggara. Tujuannya untuk mengenalkan Kerajaan Kutai ke mata dunia.

Bergerak ke arah barat sejauh 72 km, tim menuju ke sebuah desa terpencil dengan jejak adat Kutai lawas, yakni desa budaya Kedang Ipil. Desa ini merupakan salah satu desa tertua di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Salah satu budaya yang dilestarikan adalah adat Parung Perang. Ialah pertunjukan ketangkasan yang melibatkan dua pria unjuk kebolehan menggunakan perisai dan pelindung diri.

Sekretaris Adat Desa Kedang Ipil, Sartin, menyebut internet telah masuk ke desa ini baru pada 2019. Sebelum ada internet, katanya, publikasi desa adat ini cukup sulit. "Kalau internet dulu walaupun di bukit tidak ada juga. Kalau sekarang ini kan sudah bisa di sini," ungkapnya. (Ifa/S2-25)

 

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik