Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
“Sudah gaharu cendana pula, sudah tahu bertanya pula.” Peribahasa ini cukup dikenal sejak kita di sekolah dasar. Namun, barangkali tidak banyak tahu apa itu gaharu. Tanaman yang banyak tumbuh di daerah di Indonesia itu, salah satunya sering digunakan untuk bahan pembuat parfum. “Harganya bisa mencapai puluhan juta per kilogram,” ujar doktor pertanian, Maharani, kepada Media Indonesia, pekan lalu.
Dia menuturkan kayu gaharu sehat bernilai rendah. Namun, ketika pohon gaharu sakit dan mengeluarkan gumpalan cokelat kehitaman beraroma wangi yang disebut gubal, gaharu inilah yang bernilai tinggi. Maharani menjelaskan gubal akan diperoleh dari kayu gaharu melalui bantuan cendawan. Ada beberapa jenis cendawan seperti acremonium, cylindrocarpon, dan fusarium yang dapat menyebabkan pohon gaharu sakit.
Menurut Maharani, ketika pohon gaharu sakit, ia akan berusaha mempertahankan diri dari serangan cendawan dengan menghasilkan senyawa yang menekan perkembangan cendawan. Senyawa pertahanan tersebut jika menumpuk pada bagian kayu, kayu gaharu yang tadinya berwarna putih dan tidak wangi akan berubah menjadi cokelat hingga cokelat kehitaman, mengeluarkan aroma wangi dan mudah menyebar jika kayunya dibakar. “Semakin harus, semakin mahal harganya.”
Menurut dia, gaharu merupakan tanaman endemik Indonesia. Lantaran harganya yang mahal, tanaman ini banyak diburu masyarakat sehingga keberadaannya semakin menyusut, bahkan mendekati punah. Atas dasar pertimbangan inilah, pria kelahiran Praya, 16 Agustus 1980 yang kini bermukim di Lombok, Nusa Tenggara Barat itu, tergerak membudidayakan tanaman tersebut, bersama para petani di daerah tempat tinggalnya.
Selain karena pertimbangan tersebut, kata Maharni, alasan lainnya yang mendorong dia karena prihatin melihat kondisi NTB yang didominasi lahan kering. Menurut data dari Bappeda setempat, lahan kering di wilayah itu sekitar 80% dan setengahnya merupakan lahan kritis. Dengan melihat fenomena ini, menurut dia, jika tidak ada terobosan kebijakan ataupun program yang mengarah kepada penyelamatan sumberdaya alam ini, tidak menutup kemungkinan NTB atau kawasan timur Indonesia akan menjadi daerah yang krisis sumber daya alam.
“Untuk itu dibutuhkan sebuah terobosan, yang di satu sisi dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat secara ekonomi, dan sekaligus dapat menyelamatkan sumber daya alam kita. Itulah kenapa saya mengajak masyarakat di sini untuk membudidayakan tanaman gaharu ini,” ujarnya. Tidak cuma kepada petani, Maharani juga langsung mendekati tokoh masyarakat, pejabat pemerintah dusun, desa, hingga kecamatan untuk membantu meyakinkan warga tentang idenya ini. Dia mengusulkan gaharu ditanam di lahan-lahan kritis, tak produktif, yang ditumbuhi semak belukar, termasuk lahan-lahan tandus di bagian selatan Pulau Lombok.
Menurut Maharani, dia mulai mengenal gaharu sekitar 20 tahun lalu, ketika masih menjadi mahasiswa pertanian Universitas Mataram. “Fakultas kami waktu itu dikenal sebagai kampus yang memelopori fusarium (sejenis jamur) yang menjadi perangsang munculnya zat di dalam gaharu menjadi gubal. Yang menemukan pertama kali fusarium untuk gaharu ini, yaitu Dr Farman, kebetulan waktu itu menjabat sebagai dekan di fakultas,” ujarnya.
Menurut cerita Maharani, gaharu merupakan tanaman yang unik dan kaya manfaat. Selain sebagai bibit utama parfum, dengan perkembangan zaman saat ini gaharu juga dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik, obat-obatan, serta teh. Bahkan, kata dia, di beberapa negara, terutama Timur Tengah gaharu dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan status sosial dan menjadi gaya hidup baru. “Orang-orang Arab banyak yang menganggap gaharu sebagai sesuatu yang prestisius. Prinsipnya, semakin wangi, semakin tinggi nilainya.”
Maharani bercerita, dalam membudidayakan tanaman ini di daerah tempat tinggalnya, ia awalnya terbentur dengan cara pandang masyarakat yang masih selalu bersifat instan. “Jadi belum melakukan sudah berhitung apa yang didapat. Cara pandang atau pola pikir seperti ini yang pertama harus saya ubah secara pelan-pelan agar mereka mau berbuat, mau menanam, dan mau menyelamatkan alam kita ini. Kalau sudah berbuat, kita pasti akan mendapatkan timbal balik (rezeki) secara otomatis.”
Berbekal ilmu pertanian yang dimilikinya, Maharani perlahan berhasil mengajak masyarakat, yang umumnya petani, untuk membudidayakan tanaman ini. Caranya dengan mengajak mereka berdialog, menagjari tentang potensi dan manfaat tanaman tersebut, berikut tata cara pengelolaannya. Pada 2016, bersama masyarakat di Pulau Lombok, mereka menanam gaharu seluas kurang lebih 17 hektare. “Dengan pola pemberdayaan masyarakat saya ajak sebagai pelaku dan memiliki langsung tanaman gaharu ini sehingga mereka semangat menjaga dan merawatnya,” kata penerima anugerah Satu Indonesia Award ini.
Perlu kolaborasi
Selain membudidayakan gaharu, Maharani juga mengajak masyarakat menanam tanaman lainnya seperti jagung. Dalam setiap kesempatan, baik formal maupun informal, Maharani mengaku selalu menyisipkan `propokasi` positif kepada masyarakat. “Intinya mengajak masyarakat dalam menyelamatkan lingkungan dengan tanaman apa saja, tetapi lebih baik dengan kombinasi tanaman yang mengutungkan secara ekonomi. Jagung salah satunya,” ujar Maharani.
Menurut dia, banyak yang didapat masyarakat terkait dengan gaharu dan penyelamatan sumber daya alam. Tidak hanya materi, tetapi juga ilmu tentang pertanian. “Bahkan saat ini kami lebih fokus, bagaimana kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah harus berdasarkan pengetahuan, hasil riset sehingga hasilnya akan lebih efektif,” ujar pendiri Lombok Reseach Center ini.
Lembaga yang didirikannya kini menjadi tempat untuk pusat informasi, baik untuk budi daya, pasar, maupun kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pertanian dan lingkungan. Menurut Maharani, kolaborasi dengan pemerintah sangat diperlukan agar ke depannya masyarakat berdaya secara ekonomi dengan lingkungan yang lestari.
Hal ini sejalan dengan kesimpulan peneliti LIPI Robert Siburian yang berjudul ‘Gaharu dan Potensinya dalam Pengembangan Ekowisata di Nusa Tenggara Barat’. Menurut Robert, budi daya pohon penghasil gaharu sangat mungkin dilakukan karena masyarakat yang ada di Pulau Lombok sudah mengenal pohon tersebut relatif lama.
Namun, upaya untuk mendapatkan inokulan yang dapat menghasilkan gaharu berkualitas tinggi agar dapat diterima pasar globa harus terus digalakkan. Keterlibatan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, menjadi penting, termasuk untuk menjadikan jenis tumbuhan itu sebagai tanaman unggulan sehingga pengalokasian anggaran untuk pengembangan pohon penghasil gaharu lebih jelas dan berkelanjutan. (M-1)
Dengan cara masing-masing, mereka berupaya memberi andil untuk memulihkan bumi yang tengah sakit ini.
Yang ingin dituju Mendekor pun tidak muluk-muluk. Mereka ingin para perajin punya penaikan pendapatan dan bisa merekrut para pekerja lebih banyak.
Sempat salah strategi bisnis, UMKM ini menemukan momentum pertumbuhan dari produk-produk dekorasi.
Lahir sejak Maret 2020 saat pandemi mulai menghantam Indonesia, Dibalik Pandemik hingga kini telah menyalurkan total sekitar Rp100 juta kepada 70-an penerima bantuan.
Gerakan yang diinisiasi perempuan muda ini bertujuan membantu para pekerja di sektor perhotelan dan wisata
Namun, kisah di balik VW dan kesibukan Rahmad yang mesti berjibaku saat menggunakan gelas ukur dan mesin pres kopi dengan hanya sebelah tangan yang bisa digunakan juga tak kalah istimewa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved