RUU Larangan Minol Tidak Tepat untuk Indonesia yang Pluralis

Insi Nantika Jelita
12/11/2020 17:16
RUU Larangan Minol Tidak Tepat untuk Indonesia yang Pluralis
Minuman beralkohol(ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

PENELITI Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) tidak tepat diimplementasi di Indonesia.

Menurutnya, minuman beralkohol merupakan komoditas yang secara legal dapat dikonsumsi dan diperjualbelikan di Indonesia seturut dengan peraturan yang berlaku.

“Selain itu, rasanya kurang tepat jika sebagai negara hukum, Indonesia masih memberlakukan peraturan yang cenderung mengabaikan aspek pluralitas keagamaan di Indonesia," ungkap Pingkan dalam keterangan resminya, Jakarta, Kamis (12/11).

Dijabarkan olehnya, tidak ada larangan yang secara eksplisit mengatakan bahwa minuman beralkohol bertentangan dengan konstitusi. Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72 Tahun 2014 hingga Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019 telah memberikan payung hukum untuk pembatasan dan pengawasan dari minuman beralkohol di Indonesia.

"Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2004 pun juga sudah ditegaskan bahwa minuman beralkohol merupakan komoditas," jelas Pingkan.

Baca juga: Gatot Nurmantyo Diminta Contoh Kenegarawanan Fadli Zon

Pingkan melanjutkan, terkait dengan aspek sosial klaim yang disampaikan oleh fraksi pengusul juga tampak mengabaikan situasi empiris. Pada kenyataannya, konsumsi minuman beralkohol di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan negara lain, dan itu pun masih didominasi oleh minuman beralkohol tidak tercatat atau ilegal.

Beberapa penelitian CIPS, kata Pingkan, telah menyoroti masalah apa saja yang sebenarnya memiliki tingkat urgensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan klaim generalisasi yang dikeluarkan oleh fraksi pengusul RUU Minol ini.

Misalnya dari penelitian Uddarojat, 2016, lalu penelitian Respatiadi & Tandra, 2018; dan Glorya & Sigit, 2019 secara konsisten menemukan bahwa total konsumsi alkohol tercatat dan tidak tercatat di Indonesia pada tahun 2016 tergolong rendah yaitu 0,8 liter per kapita, dibandingkan dengan Thailand dengan 8,3 liter, yang merupakan tertinggi di kawasan Asia Tenggara.

"Permasalahannya bukan pada tingkat konsumsi alkohol masyarakat melainkan tingkat konsumsi alkohol illegal atau yang sering kali kita kenal dengan oplosan," terang Pingkan.

Ia juga menjelaskan, dari data WHO, di Indonesia, konsumsi alkohol tidak tercatat atau ilegal lebih tinggi daripada yang tercatat, masing-masing sebesar 0,5 liter per kapita dan 0,3 liter per kapita. CIPS secara konsisten melakukan penelitian mengenai bahaya dari minuman oplosan dan peminum dibawah usia.

Maraknya konsumsi oplosan bukan tanpa sebab. Peraturan mengenai minuman beralkohol di Indonesia sangat banyak jumlahnya. Baik pusat maupun daerah memiliki aturan masing-masing, yang seringkali justru bertentangan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Diketahui, ada 21 anggota DPR RI yang menjadi pengusul RUU Larangan Minuman beralkohol, dimana 18 diantaranya berasal dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya