Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Survei: 3 dari 10 Anak Alami Kekerasan Seksual di Masa Pandemi

Suryani Wandari Putri
11/11/2020 08:00
Survei: 3 dari 10 Anak Alami Kekerasan Seksual di Masa Pandemi
Massa Aliansi Gerakan Perempuan Anti Kekerasan melakukan Aksi Selasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Selasa (21/7).(ANTARA/NOVRIAN ARBI)

Tingginya intensitas anak menggunakan internet selama masa pandemi karena kebutuhan pembelajaran jarak jauh (PJJ) membuat anak menjadi lebih rentan terhadap bahaya yang terjadi di ranah daring, salah satunya eksploitasi seksual.

Berdasarkan laporan kasus Eksploitasi Seksual Anak (ESA) online yang diterima oleh National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), ESA online mengalami peningkatan selama pandemi covid-19. Pada April 2020 terjadi peningkatan sebanyak dua juta laporan dalam satu bulan dibanding data bulan Maret 2020 (Forbes, 2020).

Menyusul data laporan tersebut, ECPAT Indonesia membuat Temuan Awal yang berjudul Kerentanan anak dari eksploitasi seksual online di masa pandemi covid-19 dengan melakukan riset kuantitatif yang melibatkan 1.203 responden anak dari 13 provinsi di Indonesia.

Baca juga: Kekerasan Perempuan dan Anak di Sikka Meningkat

Baca juga: 6.384 Anak jadi Korban Kekerasan, Mayoritas Kekerasan Seksual

Dari survei tersebut, ditemukan bahwa terdapat 287 responden yang mengalami pengalaman buruk selama berinternet di masa pandemi," kata Research Coordinator ECPAT Indonesia Deden Ramadani, dalam webinar Selasa (10/11).

Bentuk-bentuk pengalaman buruk tersebut antara lain dikirimi tulisan atau pesan teks yang tidak sopan dan senonoh, dikirimi gambar atau video yang membuat tidak nyaman serta dikirimi gambar atau video yang menampilkan pornografi.

Dari hasil survei yang dilakukan pada bulan Maret 2020 itu, ECPAT Indonesia dan Aliansi Down to Zero melakukan inisiatif survei lanjutan untuk melihat kerentanan anak dari Eksploitasi Seksual selama pandemi covid-19 di wilayah kerja Down to Zero, yaitu di Batam, Jakarta, Surabaya, dan Lombok; dengan menerapkan Kebijakan Perlindungan Anak untuk memastikan bahwa anak-anak dan orang tua mereka betul-betul bersedia terlibat.

Down to Zero merupakan sebuah gerakan global dalam menghapus eksploitasi seksual anak dengan melakukan intervensi holistik kepada beragam aktor yaitu anak dan anak muda, komunitas/keluarga, pemerintah, aparat penegak hukum dan pihak swasta.

"Penelitian kini dilakukan dari tanggal 12 sampai dengan 24 Juli 2020 ini melibatkan total responden sebesar 195 anak. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa selama pandemi covid-19, anak mengalami beragam kerentanan ketika melakukan aktivitas secara online," ungkap Deden.

Kerentanan

Ia pun menjelaskan, 3 dari 10 anak mengalami kekerasan seperti pertama dikirimi tulisan atau pesan teks yang menurut dirinya atau temannya tidak senonoh.

Kedua, dikirimi gambar atau video porno secara langsung atau melalui tautan, dan Ketiga dikirimi gambar atau video yang membuat dirinya dan temannya tidak nyaman. 

"Tiga kerentanan tersebut paling banyak dialami oleh responden anak perempuan yang berada di wilayah kerja DKI Jakarta dan Lombok, sedangkan Surabaya mengalami kerentanan yang paling rendah sebab 67 % responden mengatakan mendapatkan pengawasan saat menggunakan internet serta penggunaan waktu internet yang cenderung rendah, 61% menggunakan internet selama 1-2 jam," terangnya.

Kekhawatiran media sosial diakses lebih oleh anak-anak saat PJJ ini pun dirasakan Kiki, siswa dari Solo. Ia menceritakan saat PJJ justru anak-anak di lingkungannya kerap men-download video dari sebuah aplikasi yang tidak ada filter umurnya. "Pemanfaatan media sosial selama pandemi kurang efektif, bahkan anak-anak sering download video joget atau apa yang memang enggak ada filter umur sehingga konten dewasa pun dilihat," katanya.

Ia meneruskan, keberadaan filter ini harus dibuat karena secara tidak langsung bisa membantu orangtua dalam mengawasi anaknya. Ia pun bercerita banyak siswa seumuannya yang mendapatkan pesan sebuh gambar, video maupu tautan seksual sehigga meresahkan dirinya. "Saya hanya bisa menegur untuk tidak menggbrisnya, dibiarkan saja, jangan ikut-ikutan share link tersebut," tandasnya.

Berdasarakan survei, anak perempuan mengalami kerentanan yang lebih tinggi. Untuk mengatasinya, 48% responden anak perempuan pun cenderung memilih untuk bercerita kepada teman sebayanya sedangkan responden anak laki-laki lebih banyak memilih bercerita kepada orangtua.

"Di sini penting menjadi perhatian bahwa baik teman sebaya maupun orang tua belum tentu memiliki pengetahuan yang cukup dalam merespon cerita anak yang mengalami kerentanan kekerasan," kata Deden.

Rekomendasi

Dari survei ini pun, Aliansi Down to Zero memberikan beberapa rekomendasi, yakni pertama, harus adanya penguatan kapasitas kelompok masyarakat atau aktivis perlindungan anak berbasis masyarakat, termasuk kelompok anak dan anak muda tentang literasi digital dan permasalahan kekerasan dan eksploitasi seksual anak di ranah daring.

Kedua, melengkapi pedoman penyelenggaraan belajar dari rumah dalam masa darurat penyebaran covid-19 dengan materi terkait pencegahan kekerasan dan eksploitasi seksual anak di ranah daring.

Ketiga, adanya pelatihan masif kepada masyarakat, kaum muda dan anak tentang etika/panduan bermedia sosial dan terakhir. endorong pemerintah daerah di wilayah kerja Down to Zero melakukan studi mendalam (lanjutan) atas hasil riset ini. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya