Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Optimisme Pembelajaran Daring dan Luring di Masa Pandemi

Suryani Wandari Putri Pertiwi
06/11/2020 05:30
Optimisme Pembelajaran Daring dan Luring di Masa Pandemi
.(.)

PENERAPAN pembelajaran jarak jauh (PJJ) merupakan sebuah keterpaksaan sebagai upaya pencegahan penyebaran covid-19. Namun di sisi lain, PJJ justru memunculkan beragam inovasi dari guru, perguruan tinggi hingga mahasiswa yang kemudian memunculkan optimisme dunia pendidikan meski di tengah pandemi.

Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam diskusi daring Indonesia Bicara Media Indonesia dengan tajuk Indonesia Belajar dari Rumah: Daring Hingga Luring, kemarin.

Berikut petikan dialog yang dipandu Ketua Dewan Redaksi Media Group Usman Kansong itu, yang disiarkan secara live streaming.

Bagaimana membangun optimisme ditengah pandemi?
Optimisme adalah hal yang terpenting. Walaupun memang sulit di masa-masa sekarang karena secara bersamaan mengalami krisis kesehatan, ekonomi, dan pembelajaran. Ini jadi tantangan luar biasa. Tapi optimisme itu bisa didapatkan dalam berbagai hal.

Optimisme terhadap berbagai hal yang kita pelajari di masa krisis itu gak akan hilang seperti betapa pentingnya keluarga, pendidikan, guru, pentingnya pertemanan untuk anak-anak kita dan betapa pentingnya kesigapan pemerintah dan berbagai macam organisasi kepemimpinan untuk menangani krisis. Jadi saya rasa Indonesia akan lebih kuat dari sebelumnya pada saat pandemi berlalu.

Pandemi ini menciptakan inovasi dan kreasi termasuk di dunia pendidikan. Seperti apa kreativitas atau inovasi tersebut?
Banyak sekali inovasi yang sebagian mungkin dipaksakan. Inovasi yang terpaksa, dan mulai dari regulasi, teknologi sampai kurikulum. Semua aspek ini sudah ada banyak terobosan karena situasi krisis ini.

Dari segi regulasi misalnya dana BOS yang mana kita berikan full fleksibelitas. Biasanya dana bos dipagu-pagu, tapi penggunaan sekarang full fleksibel, kemungkinan akan terus menerapkan ini karena memang setiap sekolah kebutuhannya berbeda, ada yang hutuh buku, gawai, bahkan perahu untuk mengangkat siswa dari pulai sebelah. Ini adalah keberagaman Indonesia jadi inovasi birokrasi atau administrasi keuangan menjadi salah satu yang transformasif.

Dari PJJ kebutuhan kuota data meningkat dan meledak, salah satu inovasinya dengan melakukan bantuan sosial dalam bentuk pulsa. Belum terjadi dalam sejarah Indonesia, bahkan negara luar melihat ini sangat menarik. Sampai saat ini hampir Rp40 juta sudah didistribusikan langsung kepada sekolah tanpa melalui pemerintah daerah lagi.

Kami juga melakukan perbaikan dalam hal besaran dana BOS. Jika sama rata diberikan, sekolah kecil di daerah terpencil mereka paling dirugikan. Jadi tahun 2020 pun kami ubah dengan menambah unit cost per anak jauh lebih besar untuk daerah 3T. Inovasi ini juga kami berikan bukan hanya kepada sekolah negeri tapi kepada sekolah swasta karena memang sama-sama terdampak pandemi.

Bayangkan kalau tidak ada pandemi yang harus kurikulum bertahun-tahun melakukan penyederhanaan, kita melakukan kurikulum darurat yaitu ringkasan dari kurikulum yang menyederhanakan standar pencapaian itu sehingga guru-guru bisa fokus pada yang esensial.

Saksikan selengkapnya dalam program Indonesia Bicara

Bagimana Anda melihat inovasi yang dilakukan guru maupun murid?
Luar biasa, kita belum pernah meliat jumlah relawan yang bergerak untuk membantu penanganan krisis ksehatan sebanyak ini. Bukan hanya di fakultas kesehatan, tapi beragai fakultas.

Mereka membuat mulai dari APD yang dilakukan sekolah politeknik dan farmasi, fakultas kesehatan yang membantu tracing dan melakukan volunter di berbagai covid center dan juga membuat platform dan melakukan project base di lapangan.

Hal tersebut membuat saya optimis bahwa kreatifias anak-anak Indonesia luar biasa. Hanya saja, sistem kita tidak mengapreasi kreatifitas, lebih mengapresi kemampuan kognitif saja atau kemampuan angka tapi tidak melihat produk kreatifitas yang jauh lebih penting di masa sekarang,

Pandemi ini menjadi momentum untuk berinovasi. Namun apakah ini menjadi kemerdekaan dalam belajar sesuai dalam Mas Menteri programkan?
Iya betul, dan kemerdekaan itu bisa dalam berbagai bentuk contohnya kemerdekaan dengan memberhentikan ujian nasional. Tes yang berstandar nasional itu menjadi tes pemetaan sistem pendidikan. Jadi yang dites bukan murid tapi kualitas sekolahnya atau untuk mengetas sistem pendidikannya bukan menjadi menghakimi muridnya. Itu menjadi koreksi dan tahun depan akan mulai dengan assestemnt itu. Tujuannya memang untuk memerdekaan siswa dari diskriminasi yang disebabkan tes terstandar ini.

Kemerdekaan kedua, dalam satu tahun dari pada satu semester dalam satu tahun dapat dilakukan di luar kempus, bukan KKN yang hanya satu atau dua bulan saja. Waktu yang panjang itu bisa dilakukan untuk sosial riset, magang, kewirausahaan dan lainnya. Guru juga dimerdekakan dari RPP yang harus berpuluh halaman menjadi hanya satu halaman saja yang bisa menunjukan rencana pembelajaran.

Ujung-ujungnya kita bukan mau anak-anak yang jago menghafal atau dapat angka tinggi tapi anak yang produktif dan berkontribusi apapun dari bidangnya pada saatu keluar dari sistem pendidikan.

Saksikan selengkapnya dalam program Indonesia Bicara

Kemendikbud punya program Kampus mengajar, seperti apa pelaksanaannya?
Kita baru saja mengirim yang pertama, ke depannya ini menjadi salah satu program terbesar Kemendikbud. Dalam hal ini mahasiswa sebelum lulus banyak sekali mendapatkan kesempakan atau memberikan ilmu kepada generasi selanjutnya, terutama di 3T. Mereka akan membantu dengan meningkatkan numerasi, literasi, dan juga kemampuan kreatifitas. Ini akan menjadi pengalaman luar bisa juga buat mahasiswa akan menimbulkan jiwa sosial. Dia akan sadar bahwa Indonesia bukan hanya kota besar tapi berbagai macam keberagaman dari sisi kebudayaan, sosial, ekonomi. Dari otaknya akan berpikir bahwa kalau sudah melihat tantangan di negara ni, dia pasti akan melakukan sesuatu untuk membantu negara ini, bukan hanya mencari uang dan sukses untuk dirinya tapi sukses dengan bangsanya.

PJJ di perguruan tinggi apakah lebih mudah dilakukan dibandingkan pendidikan dasar dan menengah?
Ya, bagi mahasiswa lebih mudah karena ketersediaan gawai dan internet dan kemampuan adopsi teknologi lebih mudah. Berbeda dengan SD maupun PAUD. Misalnya lewat zoom, konsentrasi mereka masih belum bisa fokus. Saya orangtua yang punya anak 3 PAUD semua. Saya mengerti tantangan orangtua. Saya full time menteri, ayah dan guru secara bersamaan. Jadi memang sulit, semakin muda anaknya semakin sulit.

Apakah kedepan ada kombinasi antara daring, luring dan semi daring?
Yang pasti luring tidak akan bisa digantikan, pada saat pandemi sudah berlalu pasti akan balik pada sekolah tatap muka. Saya pun sadar bahwa lebih efektif daripada PJJ.

PJJ ini dilaksanakan bukan menginginkannya tetapi dilaksanakan untuk memutus penularan covid. Mungkin memang muridnya bisa ke sekolah, tapi kan kita gak tau dia tinggal bersama neneknya atau orang yang memiliki kerentanan atau punya komorbid (penyakit penyerta).

Jadi saya juga korban PJJ, karena anak-anak saya melakukan online dan masih muda tetapi ke depannya apa yang akan menjadi inovasi.

Menurut saya ke depannya PJJ akan banyak digunakan untuk menjadi platform kolaborasi dari orangua, murid dan guru, meskipun lokasi berbeda. Saya rasa di tahun depan utamanya di semester pertama masih banyak melakukan daring. Lalu akan ada rotasi dan kombinasi. Kami tidak bisa menentukan karena masing-masing sekolah punya dinamika yang berbeda tergantung kelompok gurunya ingin melakukan tipe hybrid seperti apa. Tapi harus ada inoasi dan inisiatif masing-masing sekolah.

Universitas Terbuka (UT) telah lama melakukan PJJ, bagaimana Anda melihatnya?
PJJ Universias Terbuka sudah menjadi model dan sudah menjadi dukungan kita karena memang pionir karena hanya online. Mereka punya reputasi luar bisa. Mereka juga memberikan pendidikan berkualitas kepada masyarakat yang mungkin tidak mampu untuk masuk ke universitas konvensional. Jadi potensi itu besar dan sudah pasti universitas yang tradisional sekarang semuanya ingin masuk pada online learning juga baik dari sisi akselerasi karena pandemi maupun efesiensinya.

Menurut saya, universitas online learning itu akan menjadi permanen, tapi di SMP maupun SD masih berat pada tatap muka, hanya menggunakan teknologi untuk meningkatkan potensi proses pengajaran tersebut.

Apa hikmah dari pandemi yang kita alami dari sisi pendidikan?
Pertama, kita harus benar-benar memikirkan bagian dari Indonesia yang potensi ketertinggalannya lebih tingi, jadi itu harus kita kejar. Pemerintah memang sudah sadar tapi karena pandemi jadi terakselerasi masalah perbedaan diantara 3T seperti internet koneksi, infratruktur yang bagus dan lainnya. Jadi gap itu menjadi pembelajaran terbesar adalah harus kita tutup.

Kedua, adanya batas kemampuan teknologi untuk membantu anak di usia muda untuk belajar. Teknologi tak bisa menggantikan guru. Anak-anak butuh interaksi fisik untuk membantu hubungan yang berdasarkan kepercayaan, empati, emosional dengn mentor atau gurunya.

Ketiga, pentingnya betapa pentingnya orangtua terlibat di dalam pendidikan anaknya, ini hikmah yang luar bisa. Orangtua terpaksa membaca berbagi macam buku dan menurut saya buka hanya saya tapi banyak sekali orangtua sekarang yang tertarik pendidikan.

Terakhir, hikamahnya adalah betapa beratnya tantangan pada saat ini akan menambah ketangguhan dan ketabahan kita untuk menghadapi tantangan apapun. Walaupun berat dan tantangan kekuatan yang akan kita dapatkan hadapan tantangan berikutnya pasti terjadi, pasti menguat, pasti ada fleksibilitas, resiliensi dan kekuatan mental meningkat akibat krisis ini.

Saran kepada masyarakat Indonesia
Yang terpenting adalah jangan sia-siakan waktu ini untuk hanya melihat apa yang negatif karena kita tidak akan mungkin bisa menjadi lebih baik kalau kita sisi negatif, tapi ini kesempatan pembejaran kita akan evolusi kita sebagi manusia. (X-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya