Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Jadi Prioritas, Riset Nuklir untuk Diagnosis dan Pengobatan Kanker

Aiw/H-2
22/10/2020 17:25
Jadi Prioritas, Riset Nuklir untuk Diagnosis dan Pengobatan Kanker
Proses pembuatan bahan isotop untuk pengobatan kanker di kawasan reaktor Nuklir BATAN di Tangerang Selatan, Banten.(Antara)

PEMERINTAH menunjuk Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) sebagai koordinator kegiatan prioritas riset nasional (PRN) untuk mengembangkan produk radioisotop dan radiofarmaka untuk diagnosis dan terapi kanker.

Untuk tujuan itu, PTRR menggandeng beberapa stakeholder di antaranya PT Kimia Farma, LIPI, BPPT, BPOM, Bapeten, dan Universitas Padjajaran.

“Targetnya ialah memproduksi radioisotop dan radiofarmaka untuk penanganan penyakit kanker, baik untuk diagnosis maupun terapi yang banyak dibutuhkan di dalam negeri,” kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Anhar Riza Antariksawan dalam keterangan resminya.

Selama ini, lebih dari 90% produk radioisotop dan radiofarmaka di dalam negeri masih bergantung pada produk asing. Padahal, sambung Anhar, Indonesia mempunyai reaktor riset yang dapat digunakan untuk memproduksi radioisotop dan radiofarmaka.

Dalam penjelasannya, Kepala PTRR Rohadi Awaludin mengatakan riset nantinya akan difokuskan pada tiga produk yang sangat dibutuhkan masyarakat, yaitu Generator Mo-99/Tc-99m, Radiofarmaka berbasis PSMA (prostate specific membrane an-tigen) atau Lu-177-PSMA, dan Kit radiofarmaka Nanokoloid HSA.Ia menjelaskan, Tc-99m banyak digunakan untuk diagnosis penyakit kanker, jantung, dan ginjal.

Lalu, produk Lu-177-PSMA selain untuk diagnosis dan terapi prostat, hasil pencitraan sebaran radio-farmakanya dapat digunakan pula untuk mengetahui status terakhir sebaran kanker yang ada di dalam tubuh.

“Lalu, Kit radiofarmaka na-nokoloid HSA berguna untuk mendiagnosis sebaran kanker ke kelenjar limfa,” bebernya.

Sinergi jadi kunci dalam memajukan riset di Indonesia. Seperti yang ditunjukkan oleh tim TFRIC-19 di bawah BPPT yang mampu menghasilkan puluhan produk riset covid-19 dalam waktu tiga bulan saja. (Aiw/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya