Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Heboh 'Gilang Bungkus', Ini Penjelasan Psikolog soal Fetish

Astri Novaria
01/8/2020 14:00
Heboh 'Gilang Bungkus', Ini Penjelasan Psikolog soal Fetish
Ilustrasi pelecehan seksual(Medcom.id )

JAGAT media sosial kembali heboh. Kali ini soal sosok Gilang yang merupakan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Surabaya menjadi pusat perhatian karena dituding menjadi pelaku pelecehan seksual. Itulah kenapa, sosoknya disebut Gilang Bungkus.

Pola pelecehan yang muncul kali ini berbeda. Gilang dinilai memiliki fetish membungkus orang lain dengan kain jarik atau kain batik, hingga kain tersebut menutupi seluruh tubuh korban.

Apa itu fetish?

Orang dengan fetish biasanya memiliki dorongan seksual atau ketertarikan pada bagian-bagian tubuh yang sifatnya non-genital seperti rambut, telapak kaki dan ibu jari kaki atau benda mati. Orang dengan fetish bisa saja sudah merealisasikan dorongan pada fantasinya ini, menurut psikolog Inez Kristanti.

Lalu, apakah fetish merupakan sebuah gangguan psikologis?

"Belum tentu. Ketika seseorang yang memiliki dorongan seperti ini merealisasikan fetish-nya dengan pasangan yang memberikan persetujuan atau consent (mau sama mau), fetish bisa saja tidak menjadi sebuah masalah," kata dia, Sabtu (1/8).

Namun, kondisinya menjadi berbeda jika kecenderungan ini sampai menimbulkan distress yang signifikan bagi orang yang mengalami fetish, merugikan orang lain atau memaksa orang lain melakukan fetish yang sebenarnya tidak diinginkan.

Sebagai contoh, seseorang merealisasikan fetish tanpa persetujuan orang yang bersangkutan untuk melakukan aktivitas seksual atau sampai menjadi pengganti (substitusi) pasangan manusia atau menjadi syarat mutlak untuk melakukan aktivitas seksual (hingga mungkin mengganggu kehidupan seksualnya dengan manusia lain).

Menurut Inez, pada kasus ini seseorang bisa mengkonsultasikan kondisinya kepada pakar kesehatan mental untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai.

"Diagnosis fetishistic disorder bisa diberikan oleh mental health professional," ujar dia.

Pendapat serupa juga diungkapkan psikolog klinis dewasa Nirmala Ika. Untuk memastikan seseorang dengan fetish perlu ada pemeriksaan langsung oleh para ahli kesehatan.

Baca juga: Unair Harap Korban dan Terduga Pelaku Fetish Jarik Melapor

Nirmala juga tak bisa serta merta menyebut fetish sebagai salah satu bentuk penyimpangan seksual. Menurut dia, perilaku disebut penyimpangan seksual jika minimal selama enam bulan terus terfokus pada fantasi dan membuat dia tidak bisa berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-harinya.

"Karena pikirannya fokus di situ, dan mulai melakukan tindakan-tindakan yang menganggu misalnya sampai mencuri, atau bahkan hingga melakukan tindakan kriminal yang lebih berat lagi demi mendapatkan obyek yang dia inginkan," demikian jelas Nirmala. (Ant/OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya