Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Sekolah Tatap Muka lagi, Wakil Ketua MPR Ingatkan Perlu Hati-Hati

Putra Ananda
28/7/2020 20:15
Sekolah Tatap Muka lagi, Wakil Ketua MPR Ingatkan Perlu Hati-Hati
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat(Instagram @lestarimoerdijat)

PEMBERLAKUAN belajar tatap muka di sekolah di luar zona hijau ketika tren penyebaran virus korona atau covid-19 masih meningkat dianggap bukan langkah bijaksana.

"Berpikir untuk membuka sekolah untuk belajar tatap muka di luar zona hijau saat ini, bukan sebuah langkah yang bijaksana. Mempertimbangkan berbagai aspek secara komprehensif dan penuh kehati-hatian sangat dibutuhkan dalam mengambil keputusan di masa pandemi ini," kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/7).

Baca juga: Konsisten Sosialisasi Norma Kehidupan Baru

Saat ini, jelas Lestari, sejumlah negara di dunia memasuki gelombang kedua penyebaran Covid-19, sedangkan di Indonesia jumlah positif virus korona setiap hari terus bertambah.

Pernyataan Lestari itu menyikapi rencana pemerintah untuk membuka sekolah di luar zona merah untuk proses belajar tatap muka, yang disampaikan Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo seusai rapat dengan Presiden Joko Widodo, Senin (27/7).

Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, risiko yang harus ditanggung peserta didik dan guru di luar zona hijau, untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar tatap muka, sangat tinggi.

Baca juga: Harus Dicarikan Solusi PJJ Jangan Bebani Masyarakat

Di saat penyebaran covid-19 terus meningkat, tegas Legislator Partai NasDem itu, seharusnya pemerintah mengedepankan faktor keselamatan peserta didik dan guru dalam mengambil kebijakan.

Langkah terobosan untuk wilayah-wilayah yang belum bisa menerapkan pendidikan jarak jauh (PJJ) harus segera dilakukan, dengan tetap menempatkan keselamatan peserta didik dan guru sebagai dasar pertimbangan yang utama.

Baca juga: RUU BPIP Dibutuhkan Untuk Pembinaan Pancasila

Meski begitu, Rerie mengungkapkan, saat ini anak-anak yang berada daerah terbelakang, terdepan, dan terluar (3T) serta siswa dari keluarga prasejahtera merupakan kelompok rentan yang berpotensi terhambat proses belajarnya di masa pandemi ini.

"Akses kepemilikan gawai dan internet tetap menjadi kendala para siswa di daerah 3T dan keluarga prasejahtera dalam pembelajaran daring," ujarnya.

Sejumlah daerah yang masuk kategori 3T, menurut Rerie, membutuhkan intervensi pemerintah yang segera agar peserta didik tidak tertinggal pencapaian pendidikannya dengan daerah lain.

Baca juga: Rerie Minta Soal Hak & Perlindungan Anak Jadi Perhatian Bersama

Sepuluh tahun lalu, tambahnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika sempat menyalurkan mobil internet ke daerah-daerah yang masih terkendala dengan jaringan internet. Langkah terobosan serupa, menurut Rerie, bisa segera direalisasikan pemerintah dengan mengajak swasta ikut serta.

Demikian juga dengan kebijakan mensubsidi kuota internet untuk pendidikan. Kebijakan tersebut bisa diterapkan dengan tujuan agar penyelenggaraan PJJ tidak  menggerus daya beli masyarakat.

"Perlu langkah-langkah terobosan yang strategis dan segera agar generasi penerus bangsa terlindungi dari paparan virus dan tidak terkendala dalam menuntut ilmu di masa pandemi covid-19," pungkasnya.

Baca juga: RUU Perlindungan PRT Urgen untuk Disahkan

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad meminta pemerintah untuk berhati-hati memberlakukan kembali kegiatan belajar tatap muka langsung di sekolah. Pelonggaran kegiatan belajar tatap muka hanya bisa diterapkan di daerah yang masuk kategori zona hijau virus korona atau covid-19.

"Untuk di zona hijau saja kita harus melaksanakan protokol covid-19 dengan ketat dan disiplin. Sementara untuk daerah zona merah dan kuning perlu dikaji lagi secara mendalam," ujar Sufmi.

Sufmi menilai, anak-anak rentan lalai dalam menerapkan protokol keamanan covid-19. Tingkat kepatuhan anak-anak dalam menerapkan protokol keamanan covid-19 lebih rendah dibandingkan orang dewasa.

"Oleh karena itu jangan sampai sekolah malah jadi klaster covid-19 baru," ujarnya.

Kendati demikian, Sufmi tidak menampik sistem pembelajaran jarak jauh atau online masih memiliki kendala untuk diterapkan di seluruh daerah. Keterbatasan infrastruktur jaringan internet di daerah menjadi salah satu hal yang harus segera dituntaskan oleh pemerintah.

"Oleh karena itu langkah konkret yang kami opsikan adalah pemerintah bisa memberikan kuota internet gratis kepada anak-anak yang harus belajar dari rumah," paparnya. (X-15)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian
Berita Lainnya