Komnas HAM Soroti Inkonsistensi Kebijakan Tangani Pandemi

Dhika kusuma winata
28/7/2020 17:50
Komnas HAM Soroti Inkonsistensi Kebijakan Tangani Pandemi
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik(ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai inkonsistensi penanganan pandemi virus korona saat ini menjadi musabab melonjaknya kasus covid-19 yang telah melampaui 100 ribu kasus. Komnas HAM menilai perkembangan wabah saat ini tidak terkendali lantaran penanganan sisi kesehatan tertinggal dari sisi ekonomi.

"Lima bulan terakhir ini tidak terjadi gejolak di masyarakat artinya kepatuhan cukup baik. Tetapi kepatuhan yang baik itu tidak diikuti konsistensi kebijakan karena ada pembukaan bandara dan lainnya, ada relaksasi pembatasan yang membuat masyarakat meninggalkan kepatuhan protokol kesehatan," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers Catatan Kritis Komnas HAM atas Penanggulangan Pandemi Covid-19, Selasa (28/7).

Dalam pemantauan selama lima bulan pandemi merebak di Tanah Air, Komnas HAM memberikan sejumlah catatan antara lain persoalan legalitas kebijakan kedaruratan kesehatan yang hanya sebatas keputusan presiden (Keppres) dan peraturan pemerintah (PP).

Komnas HAM, ujar Ahmad Taufan, sejak beberapa waktu lalu mengusulkan agar payung hukum penanganan covid-19 berupa peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) agar statusnya lebih kuat. Pasalnya, penanganan pandemi juga berkaitan dengan pembatasan hak masyarakat termasuk hak mobilitas, hak yang terkait ekonomi, sosial, dan budaya

"Karena ini bukan hanya masalah kesehatan tapi juga berdampak pada masalah lain yakni ekonomi, politik, hukum, dan tentu saja HAM. Dari awal kami mengatakan perlunya perppu untuk kedaruratan karena regulasi kita hanya ada UU Kekarantinaan Kesehatan. Dalam penanganannya tentu saja ada pembatasan-pembatasan HAM masyarakat kita," ucapnya.

Komnas HAM juga menyoroti hak masyarakat atas informasi terkait pandemi belum sepenuhnya terpenuhi. Meski setiap hari pemerintah mengumumkan perkembangan kasus covid-19, data yang diberikan diragukan lantaran pemantauan lembaga/organisasi lain menunjukkan perbedaan data.

Pemerintah pun didorong untuk memberikan data yang lebih akuntabel agar masyarakat mengetahui persis situasi wabah dan mengambil langkah yang tepat untuk melindungi diri dari ancaman penularan.

"Satu bulan terakhir peningkatan kasus tinggi, ada informasi yang menyebut ini karena tes semakin banyak. Tapi sebagian tidak percaya. Jangan-jangan ada kecenderungan wabahnya melebar, karena itu perlu keterbukaan pemerintah agar masyarakat bisa mengambil sikap dan pemahaman yang tepat," ucap Ahmad Taufan.

Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan pada fase awal pandemi, solidaritas masyarakat tinggi untuk saling melindungi. Namun, ketika pemerintah mengumumkan kebijakan kenormalan baru (new normal) solidaritas masyarakat mengendur dan laju penularan saat ini tidak terkendali.

"Saat ini karena statusnya new normal semua tidak terkendali. Karena new normal titiknya ekonomi dan saat ini posisinya setback (kemunduran), jauh lebih rumit, dan ini terbutki. Padahal di awal-awal progresnya sudah baik," ujarnya.

Per Selasa (28/7), jumlah pasien covid-19 di Indonesia bertambah 1.748 orang. Secara kumulatif, totalnya tercatat 102.051 kasus positif. Jumlah pasien sembuh bertambah 2.366 orang, sehingga totalnya 60.539 orang. Adapun pasien meninggal bertambah 63 orang sehingga totalnya 4.901 orang.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya