Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Musim Kemarau Mundur, KLHK Tingkatkan Antisipasi Karhutla

Ferdian Ananda Majni
20/7/2020 18:41
Musim Kemarau Mundur, KLHK Tingkatkan Antisipasi Karhutla
Petugas gabungan memadamkan kebakaran lahan gambut di Desa Lapang, Aceh Barat.(Antara/Syifa Yulinnas)

BADAN Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi sebagian besar wilayah di Indonesia akan mengalami musim kemarau pada Agustus mendatang.

Terkait antisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, menyoroti musim kemarau yang diprediksi mundur. Sehingga, kewaspadaan dan antisipasi karhutla tetap ditingkatkan

"Walau Juni telah lewat bahkan berada di pertengahan Juli. Tapi deg-degan masih kenceng kita, karena ada awal musim kemarau beberapa daerah yang mundur," kata Siti saat dikonfirmasi, Senin (20/7).

Baca juga: Kemarau Sudah Dekat, Musim Tanam Dipercepat

Lebih lanjut, dia mengatakan puncak musim kemarau terjadi pada Agustus-September. Pihaknya terus mengoptimalkan kewaspadaan di sejumlah titik rawan karhutla.

"Juli ada sebagian, rata-rata merah terang (Musim kemarau) itu di Agustus-September. Berarti kita kerja berat sampai Oktober dan November," imbuh Siti.

Pada awal Juli lalu, Siti sudah meminta gubernur di sejumlah daerah yang rawan karhutla untuk terus memantau dan melaporkan kondisi terkini. Menurutnya, identifikasi cuaca di setiap daerah sangat penting diikutin.

Kementerian bekerja sama dengan BMKG, BPPT, BNPB dan perguruan tinggi untuk melakukan teknik modifikasi cuaca. Tujuannya, membasahi tanah gambut dan mengatasi kabut asap.

Baca juga: Setiap Tahun, Aktivitas Gempa Bumi Meningkat 11 Ribu Kali

"Kita mengalami tahun lalu di Riau bahwa asapnya itu terus-terusan mengganggu penduduk. Karena ke atas, tidak bisa keluar. Jadi asapnya berputar-putar di sekitar Pekanbaru dan Dumai," pungkas Siti.

Dari arahan Panglima TNI, lanjut dia, kondisi ini harus ditembus agar asap naik dan udara bersih. Secara klimatologi, awan dengan uap air bisa dibaca, dipelajari dan diinduksi untuk jatuh menjadi hujan.

Adapun modifikasi cuaca sudah dilakukan di wilayah Sumatra, yakni Riau, Jambi dan Sumatra Selatan. Ternyata dengan teknik modifikasi cuaca, curah hujan di Riau lebih tinggi 22-36%, kemudian di Sumatra Selatan sampai 29% dan Jambi mencapai 26%.(OL-11)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya