Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Cerpen Audio Podcast Main Mata, Menikmati Buku Tanpa Membaca

Fathurrozak
07/7/2020 19:09
Cerpen Audio Podcast Main Mata, Menikmati Buku Tanpa Membaca
Podcast Main mata(INSTAGRAM/podluckpodcast)

UNTUK orang yang malas membaca buku, munculnya cerpen audio adalah salah satu alternatif yang bisa dicoba untuk menikmati buku. Podcast Main Mata merupakan salah satu kanal siniar (podcast) yang turut mengembangkan format ini sebagai konten mereka.

Podcast Main Mata adalah kanal podcast yang membahas seputar buku dan bacaan. Kanal yang tergabung dalam jaringan Podluck Podcast ini, kini juga semakin serius menggarap konten yang menjadi bentuk hiburan, melalui format cerpen audio. 

Baca juga: Pandemi, Keuangan Milenial Lebih Buruk Dibandingkan Baby Boomer

Dalam format yang terdiri dari dua sesi ini, ‘Pembaca Menulis’ dan ‘Baca Cerpen,’ pendengar bisa menikmati cerita fiksi yang dialih wahanakan ke medium audio.

“Awalnya dari aku sama Raymond (Malvin), suamiku yang berada di balik podcast Main Mata. Podcast ini kan dibuat karena aku memang suka baca. Sementara Raymond orangnya enggak suka baca. Kalau sebagian dari kita menganggap bahwa buku itu selain sebagai sarana informasi tapi juga sebagai hiburan. Ada sebagian orang yang menganggap buku sebagai function, seperti Raymond. Jadi dengan adanya ini paling tidak mereka bisa terekspos dengan bacaan atau bukunya,” cerita Patricia Wulandari, podcaster Main Mata yang juga sekaligus ko-pendiri Podluck Podcast, saat siaran langsung bersama Media Indonesia dalam program Nunggu Sunset, Selasa (7/7).

Menurut perempuan yang akrab disapa Patty itu, podcast bisa jadi medium yang bisa menjawab kebutuhan orang yang tidak terlalu tertarik mencari hiburan dengan membaca buku. Dalam sesi pembaca menulis, Podcast Main Mata mengajak pendengarnya untuk mengirimkan cerita pendek, sesuai tema yang sedang diangkat. Cerita yang terpilih, nantinya akan dialih wahana ke audio. Sementara, dalam sesi baca cerpen, biasanya diambil dari cerita dari penulis yang memang sudah terbit, baik di buku fisik maupun secara digital.

“Berbeda dengan drama audio. Kalau drama audio pada umumnya full percakapan antara tokoh yang ada di cerita, sementara kami tetap mempertahankan konsep tulisannya sendiri. Peran narator selalu ada, seperti cerpen,” jelas Patty ketika ditanya mengenai perbedaan cerpen audio dengan drama audio.

Karena masih tergolong jarang yang memproduksi konten jenis ini, biasanya sponsor juga masih akan mengarahkan untuk membuat radio play. Namun, secara jangkauan, menurut Patty, cerpen audio berpotensi untuk menarik orang-orang yang saat ini lebih menggemari mencari hiburan dari medium visual ketimbang baca buku, beralih ke konten jenis audio ini.

“Konten jenis ini (cerpen audio), udah mulai ada, cuma memang belum banyak banget,” tambahnya.

Selain menaungi podcast Main Mata, Podluck Podcast yang sejak awal memang ditujukan untuk membahas multi segmen di bidang kreatif, kini juga mulai berkolaborasi dengan kanal podcast lain.

“Kalau dibilang network, kami berjejaring by interest. Supaya ketika ngobrolin skena kreatif yang pasarnya memang lebih niche daripada hal yang berbau lifestyle, enggak merasa capek sendiri. Menjaga semangatnya yang sama,” lanjutnya.

Mulanya, semua segmen didistribusikan melalui satu akun Podluck Podcast, tetapi kini podcast Main Mata, juga podcast Cinema Paradisco--yang membahas film-- sudah didistribusikan melalui akun sendiri masing-masing, sebagai respons untuk membesarkan bentuknya. Sementara itu, Podluck kini juga menaungi kanal podcast lain, seperti podcast Kutu Buku, dan I Think I Wanna Date You.

Baca juga: 5.000 Peserta Antusias Ikuti Kompetisi Novel dan Webtoon

Berbicara mengenai monetisasi, Patty mengaku, saat ini tujuan itu masih menjadi target jangka menengah. Sebagai jaringan podcast yang berada di ‘niche’ market, ia pun mengaku bahwa ada beberapa cara lain agar mediumnya tetap berkelanjutan. Salah satunya ialah dengan memproduksi merchandise, dan rencana yang belum terlaksana akibat pandemi ialah dengan menyewakan alat dan studio untuk rekaman podcast.

“Rencana monetisasi ada, supaya podcast-nya juga bisa sustain. Namun, saat ini kami melihatnya monetisasi podcast secara general di Indonesia itu masih dalam tahap coba-coba. Untuk saat ini monetisasi masih jadi target jangka menengah, kami masih fokus di eksplorasi konten dulu,” lanjutnya. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya