Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Dokter Reisa: Rapid Test tidak Sama Dengan Karantina

Ferdian Ananda Majni
20/6/2020 20:49
Dokter Reisa: Rapid Test tidak Sama Dengan Karantina
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro(Antara)

RAPID Test atau tes cepat merupakan langkah awal identifikasi apakah seseorang sedang terinfeksi virus, termasuk SARS-CoV-2 penyebab virus korona atau covid-19, menggunakan antibodi yang diambil dari sampel darah.

Tes cepat hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih menggunakan standar operasional yang diyakini oleh para ahli tenaga medis dan tidak berbahaya. Pelaksanaannya justru akan membantu seseorang, orang lain, dan pemerintah untuk menelusuri kontak dengan carrier atau orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Baca juga: Yurianto Akui Rapid Test Tidak Masuk dalam Pelaporan

Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro mengatakan, menjalani rapid test antibodi bukan berarti dikarantina. Seseorang yang menjalani rapid test masih dapat beraktivitas dengan menjalankan protokol kesehatan, selama hasilnya negatif atau nonreaktif.

Baca juga: Warga Banten Tolak Rapid Test karena Khawatir Dinyatakan Positif

"Menjalani rapid test, tidak sama dengan dikarantina," kata Reisa di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (20/6).

"Jangan takut untuk beraktivitas selama menjalankan protokol kesehatan apabila hasil rapid test tidak reaktif," sebut Reisa.

Baca juga: Soal Beda Tes Masif dan Massal, Ini Penjelasan Achmad Yurianto

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, prinsip rapid test atau tes cepat yang disebut sebagai Rapid Diagnosis Test sebenarnya ditujukan kepada orang yang pernah melakukan kontak erat dengan pasien positif.

Adapun rapid test yang dilakukan oleh pemerintah tetap menargetkan orang-orang yang berisiko tinggi. Tenaga kesehatan diseluruh Indonesia melakukan pelacakan terhadap orang-orang yang melakukan kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif. Upaya ini, disebut sebagai contact tracing.

Menurut Reisa, rapid test berpotensi dilakukan di tempat keramaian atau kerumunan apabila memang diperlukan. "Jadi, apabila lokasi tersebut diduga berkaitan dengan ditemukannya kasus positif, tes masif dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi," jelasnya.

Baca juga: Masuki New Normal, Mensos: Protokol Kesehatan Harga Mati

Sedangkan, rapid test secara massal yang sering dilakukan di beberapa tempat keramaian seperti pabrik, pasar dan perkantoran, adalah dengan tujuan menapis atau skrining awal.

"Ini meminimalkan kalau ada orang yang membawa virus tapi tidak sakit, dan kemudian berpergian secara bebas," lanjut Reisa.

Baca juga: Hasil Rapid Test Positif, Warga Kampung Selpele Panik

Dalam hal ini, carrier atau orang yang membawa virus akan membahayakan anggota masyarakat lainnya, terutama bagi yang rentan seperti balita, orang tua atau lansia, dan mereka yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid.

"Ini berarti rapid test membantu kita menemukan orang yang harus dirawat, agar segera sembuh, dan tidak malah menimbulkan komplikasi, dan membantu mengetahui jumlah orang yang membawa virus, tapi tetap sehat," papar Reisa.

"Mereka harus melindungi orang lain, jangan sampai kalau tidak ditanggulangi, maka bisa menulari orang lain. Orang seperti ini, bisa diisolasi mandiri di rumah, atau fasilitas lain," pungkasnya. (X-15)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian
Berita Lainnya