Iuran BPJS Naik Mulai Juli, BPJS Watch: Memberatkan Masyarakat

Atikah Ishmah Winahyu
13/5/2020 13:05
Iuran BPJS Naik Mulai Juli, BPJS Watch: Memberatkan Masyarakat
Petugas keamanan berjalan dengan membawa berkas di Kantor Pelayanan Kantor BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Senin (9/3).(ANTARA/M RISYAL HIDAYAT )

PEMERINTAH telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. 

Perpres ini mengatur perubahan besaran iuran dan besaran bantuan iuran bagi peserta mandiri Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Dalam Perpres No 64 Tahun 2020 Pasal 34 ayat 2 disebutkan bahwa iuran bagi peserta mandiri Kelas II meningkat menjadi Rp100 ribu, dari saat ini sebesar Rp51 ribu. Kemudian pada ayat 3 disebutkan, iuran peserta mandiri Kelas I naik menjadi Rp150 ribu dari saat ini Rp80 ribu. Kenaikan iuran ini mulai berlaku pada 1 Juli 2020.

Kemudian, iuran peserta mandiri Kelas III saat ini sebesar Rp26.500 dan mendapatkan subsidi dari pemerintah sebesar Rp16.500 sehingga totalnya menjadi Rp42 ribu. Namun pada 1 Januari 2021 mendatang, besaran iuran akan naik menjadi Rp35 ribu, sedangkan subsidi pemerintah turun menjadi Rp7 ribu, sehingga totalnya tetap sebesar Rp42 ribu.

Baca juga: Peserta BPJS di Bandung Ungkap Kutipan Biaya Laboratorium oleh RS

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai bahwa aturan ini akan memberatkan masyarakat karena terdapat kenaikan iuran dan subsidi yang berpotensi salah sasaran. 

Menurutnya, pemerintah tidak memiliki kepekaan sosial terhadap para peserta mandiri karena hanya membatalkan kenaikan iuran hingga Juni 2020. Pada bulan selanjutnya iuran akan naik, padahal saat ini kondisi ekonomi masyarakat tengah tertekan akibat pandemi virus korona (covid-19).

“Pemerintah tidak memiliki kepekaan sosial terhadap rakyat peserta mandiri. Di tengah pandemi dan resesi ekonomi saat ini putusan Mahkamah Agung (MA) hanya berlaku tiga bulan yaitu April, Mei dan Juni 2020, setelah itu naik lagi,” kata Timboel dalam pernyataan tertulis yang diterima Media Indonesia, Rabu (13/5).

Timboel juga menyoroti kenaikan denda yang sebelumnya 2,5% menjadi 5% pada 2021 mendatang yang tertuang pada Pasal 42 ayat 6.

“Peserta mandiri adalah kelompok masyakarat pekerja informal yang sangat terdampak ekonominya oleh covid-19 tetapi pemerintah dengan sepihak menaikkan lagi iuran kelas 1 dan 2 yang tidak berbeda jauh dengan iuran sebelumnya yang mengacu pada Perpres 75,” ujarnya.

Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan tidak Jadi Naik per 1 April

Menurut Timboel, kenaikan iuran ini ditetapkan pemerintah secara sepihak tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat.

“Pemerintah sudah kehabisan akal dan nalar sehingga dengan seenaknya menaikan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat. Padahal di pasal 38 di Pepres ini menyatakan kenaikan iuran harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat,” tegasnya.

Kemudian, BPJS Watch berpendapat bahwa pemerintah melanggar ketentuan Undang-Undang (UU) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berisi, pemerintah harus membayarkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi rakyat miskin. Namun, pada Perpres Nomor 64 Tahun 2020 memungkinkan terjadinya subsidi yang salah sasaran.

"Di Perpres 64/2020, ini Kelas III mandiri yaitu Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) disubsidi Rp16.500 oleh pemerintah sejak 1 Juli 2020. Bahwa ada peserta PBPU dan BP yang mampu, tetapi iurannya disubsidi pemerintah," tandasnya. (A-2)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya