Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Para Korban Kekerasan Kian Banyak Berani Melapor

Ihfa Firdausya
09/3/2020 13:43
Para Korban Kekerasan Kian Banyak Berani Melapor
Aktivis perempuan Tunggal Pawestri.(MI/Adam Dwi)

ANGKA kekerasan terhadap perempuan di Indonesia terus meningkat. Dalam Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2019 sebesar 431.471.Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 406.178.

Bahkan, Komnas Perempuan menyebut bahwa dalam kurun waktu 12 tahun kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792%. Artinya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat.

Aktivis perempuan Tunggal Pawestri menyebut bahwa angka tersebut menunjukkan semakin banyak perempuan korban kekerasan yang berani melapor.

"Ini menunjukkan beberapa hal. Mulai dari membaiknya sistem pendokumentasian kasus dan juga bisa berarti banyak korban yang makin berani melapor," ungkap Tunggal kepada Media Indonesia, Senin (9/3).

Di sisi lain, Tunggal juga melihat angka ini cukup meresahkan. Hal ini, katanya, disebabkan tidak semua wilayah di Indonesia memiliki sarana yang lengkap untuk membantu korban.

Peningkatan kekerasan terhadap perempuan ini juga terjadi di setiap kategori. Antara lain kekerasan terhadap anak perempuan (65%) dan kekerasan seksual terhadap perempuan disabilitas (47%).

Selain itu, ranah dunia maya juga masih rentan terhadap perempuan. Dalam data pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, tercatat kenaikan yang cukup signifikan dalam kasus cyber crime, dari 97 kasus pada 2018 menjadi 281 kasus pada 2019.

Dalam catatan Komnas Perempuan, kasus siber terbanyak berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto dan video porno korban.

Menurut Tunggal, perempuan menjadi rentan jadi korban kekerasan di dunia maya karena tidak adanya perangkat hukum yang memadai untuk melindungi perempuan korban.

"Bahkan UU yang ada kerap buta melihat persoalan karena korban ancaman penyebaran foto intim, misalnya, malah bisa dianggap pelaku pornografi," kata Tunggal.

Tunggal berharap ke depan penegakan hukum terkait hal ini harus punya perspektif perlindungan untuk korban. Selain itu, lanjutnya, pendidikan adil gender juga harus dilakukan secara intensif.

"Perlu kampanye besar-besaran dari pemerintah dan juga kelompok swasta mengangkat persoalan ini," pungkasnya. (Ifa/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya