Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
KASUS-kasus pembunuhan sadis pada perempuan yang disertai kekerasan fisik dan seksual perlu ditangani dengan serius. Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Josias Simon menyebut perempuan masih rentan dalam kasus-kasus kekerasan yang acap kali berujung pembunuhan.
Hal tersebut juga berakar pada pemahaman masyarakat baik tingkat makro hingga mikro yang masih lemah dalam meminimalisasi kerentanan itu. Josias mencontohkan, dalam masalah domestik, masyarakat cenderung tidak mau ikut campur padahal ada ketidakwajaran.
"Karena kita menyadari kerentanan perempuan, kita mesti melihat hal-hal yang domestik itu (saat) ada hal-hal yang tidak wajar mesti ada perhatian di situ. Karena dia kan tidak tiba-tiba, kerentanan itu kan ada tahap-tahapnya. Tingkat kerentanan yang minim sampai yang parah," ujarnya saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (7/5).
Baca juga : Hari Ibu Jangan Jalan di Tempat
Menurutnya, butuh pemahaman masyarakat baik pada tingkat keluarga, komunitas, agar turut memperhatikan lingkungan sekitar.
"Karena di bawah perlindungan suami/pacar, mereka menyerahkan kepada orang yang melindungi itu untuk memenuhi haknya. Padahal itu cuma tampilan fisiknya. Padahal di belakangnya terjadi sebaliknya. Itu yang menurut saya perlu dimasukkan pada konsep kerentanan (perempuan) tadi," ujarnya.
"Harus ada upaya tidak hanya oleh keluarga tapi juga masyarakat harus peduli, kemudian menanyakan, ini ada apa? Jadi tidak dibiarkan, setelah ada (kasus pembunuhan) di koper, baru bereaksi. Reaksinya harus dari awal, reaksi terhadap kerentanan itu," pungkasnya. (Z-8)
Dorong terciptanya lingkungan kerja yang aman dan bebas dari diskriminasi terhadap para pekerja, termasuk perempuan, sebagai bagian dari upaya peningkatan kinerja perekonomian nasional.
PERNYATAAN cawagub Jakarta nomor urut 1 Suswono, agar janda kaya menikahi pengangguran dianggap sebagai seksisme oleh Komnas Perempuan.
Memperkuat kesetaraan gender bukan berarti diskriminasi terhadap salah satunya.
Akses pelayanan kesehatan bagi perempuan juga masih menjadi pekerjaan rumah karena belum memenuhi perspektif gender sesuai konvensi CEDAW.
Untuk pemilihan umum, seleksi kandidat dilakukan oleh sekelompok kecil yang kebanyakan laki-laki.
UPAYA yang terukur untuk mewujudkan gerakan mengatasi kondisi darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak harus segera direalisasikan.
KORBAN kekerasan dan kekerasan seksual hingga saat ini masih belum memperoleh jaminan pasti dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan berusia 24 tahun yang mengaku menjadi korban kekerasan seksual oleh Achraf Hakimi di kediaman pribadi sang pemain di Paris.
Pendanaan pemulihan melalui peraturan ini hanya dapat diberikan setelah mekanisme restitusi dijalani, tetapi tidak ada batasan waktu yang tegas.
Dengan PP 29/2025 maka pengobatan korban kekerasan dan kekerasan seksual yang tidak tercover oleh program jaminan kesehatan nasional (JKN), bisa mendapatkan dana bantuan.
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved