Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
SIKAP Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang menunggu adanya kajian ilmiah sebelum mengeluarkan pernyataan dan aturan tentang produk tembakau alternatif menuai pujian kalangan masyarakat sipil.
Pemerhati kesehatan publik Tri Budhi Baskara mengatakan, kajian ilmiah yang komprehensif diperlukan agar keputusan yang diambil mendapatkan legitimasi kuat dan bukan keputusan instan.
“Bapak Menkes Terawan sudah membuat pernyataan yang tepat, karena Indonesia selama ini masih minim melakukan kajian ilmiah terhadap produk tembakau alternatif, terutama produk tembakau yang dipanaskan,” kata Tri Budhi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/1).
Menurut Tri Budhi, pelarangan produk tembakau alternatif bukanlah solusi jangka panjang untuk mengatasi permasalahan isu kesehatan akibat rokok. Pelarangan justru akan menjadi bumerang bagi pemerintah serta masyarakat.
“Risiko yang ditimbulkan justru semakin besar ketimbang manfaatnya,” ujarnya.
Dampak negatif terburuk adalah semakin meningkatnya angka perokok, yang saat ini mencapai 65 juta jiwa. Dengan begitu, permasalahan kesehatan yang ditimbulkan dari rokok akan semakin besar, seperti penyakit jantung dan kanker.
Baca Juga: PMI Jakarta Pusat Semprot Disinfektan di Petamburan
Kedua penyakit tersebut, masuk ke dalam daftar penyakit katastropik, menyebabkan beban biaya BPJS Kesehatan melonjak.
“Pemerintah tidak boleh mengabaikan potensi dampak negatif yang ditimbulkan dari pelarangan produk tembakau alternatif. Alangkah bijaknya jika Kemenkes melakukan kajian ilmiah komprehensif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan dan memberikan informasi akurat kepada publik,” jelasnya.
Menurut Tri Budhi, pemerintah dan pemangku kepentingan dapat belajar dari sejumlah negara, seperti Inggris, Selandia Baru dan Jepang.
Negara-negara tersebut sudah melakukan kajian ilmiah dan menggunakan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, untuk mengatasi masalah rokok di negara tersebut.
"Dengan melakukan kajian ilmiah, hasil dari penelitian tersebut dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam pembuatan regulasi khusus," ujarnya.
Ketua Koalisi Indonesia Bebas Tar (Kabar) dan Pengamat Hukum Ariyo Bimmo menyarankan pemerintah untuk membuat regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif, termasuk produk tembakau yang dipanaskan.
Aturan tersebut nantinya mengatur tentang uji produk, pemasaran produk, informasi bagi konsumen, batasan usia pembeli (di atas 18 tahun), hingga pengawasan.
“Saat ini, pemerintah sudah mengatur produk tembakau alternatif dengan penetapan tarif cukai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 146 tahun 2017. Jadi, selama dikenai pita cukai, produk tersebut sah beredar di wilayah Republik Indonesia. Pengaturan lebih lanjut, idealnya melalui kajian ilmiah yang sistematis. Produk tembakau yang dipanaskan tidak bebas risiko, tapi ada manfaat besar yang perlu diteliti lebih lanjut,” jelas Ariyo.
Ariyo melanjutkan, jika berkaca dari Inggris, bahkan parlemennya mendukung produk tembakau alternatif sebagai solusi dalam mengatasi masalah rokok di negara tersebut.
“Kami berharap pemerintah dapat memberikan dukungannya terhadap kehadiran produk tembakau alternatif yang dibuat untuk melindungi kesehatan masyarakat," tutupnya. (RO/OL-7)
SEJUMLAH pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur berbagai aspek terkait tembakau terus menuai protes dari berbagai kalangan.
Bupati Klaten Desak Pencabutan Pasal Tembakau dalam PP 28/2024
Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur aspek strategis Industri Hasil Tembakau (IHT) menuai penolakan keras dari kalangan pekerja.
Desakan untuk membatalkan pasal-pasal tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pengamanan Zat Adiktif semakin menguat.
Jika industri tembakau sebagai pembeli utama bahan baku terganggu, maka penyerapan hasil panen petani akan menurun drastis.
Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, menegaskan bahwa sektor tembakau merupakan salah satu andalan perekonomian daerah
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved