Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
BANK Dunia menghitung kerugian ekonomi yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang diperkirakan mencapai US$5,2 miliar atau setara dengan 0,5% dari total Gross Domestic Product (GDP) Indonesia.
Dalam laporan Indonesia Economic Quarterly periode Desember 2019 itu disebutkan bahwa karhutla terjadi di delapan provinsi selama Juni hingga Oktober 2019 dan mempengaruhi lima sektor utama yakni pertanian, transportasi, perdagangan, industri, dan lingkungan.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat terdampak sebanyak 0,9 persen yaitu salah satunya melalui komoditas kayu yang seharusnya dapat dipanen atau dipasarkan dalam dua hingga lima tahun mendatang," ujar Lead Economist World Bank Indonesia, Frederico Gil Sander, di Jakarta, pada Rabu (11/12).
Menanggapi hal itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan sedang melakukan perhitungan kerugian akibat bencana karhutla 2019.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo menyampaikan dalam waktu dekat BNPB akan merilis jumlahnya. "Perkiraan kita hampir sama," ujarnya melalui pesan singkat, di Jakarta, Kamis (12/12).
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono enggan berkomentar. Pasalnya ada lembaga yang lebih berwenang melakukan perhitungan dalam penanganan bencana.
"Belum bisa (dihitung) karena ada lembaga yang menangani," ucapnya ketika ditemui seusai acara diskusi 'Menuju RPJMN KLHK 2019-2020 yang Responsif Gender' di Jakarta, kemarin.
Bank Dunia mengungkapkan bahwa kebakaran hutan 2019 merupakan yang terparah sejak 2015 dan menimbulkan kabut asap tebal.
Diperkirakan lebih dari 900 ribu orang mengalami gangguan pernafasan karena asap karhutla pada September 2019 serta 12 bandara nasional terganggu. Selain itu, sekolah di Malaysia, Indonesia dan Singapura diliburkan sementara. (Ind/OL-09)
Pemerintah memastikan tidak akan mengadopsi data kemiskinan yang dirilis Bank Dunia.
AWAL April 2025, Bank Dunia melalui Macro Poverty Outlook menyebutkan pada tahun 2024 lebih dari 60,3% penduduk Indonesia atau setara dengan 171,8 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan.
Di balik status Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke atas, Bank Dunia mengungkapkan fakta mencengangkan: 60,3% dari total populasi Indonesia hidup dalam garis kemiskinan
Indonesia diproyeksikan hanya memiliki pertumbuan ekonomi rata-rata 4,8% hingga 2027. Adapun, rinciannya adalah 4,7% pada 2025, 4,8% pada 2026, dan 5% pada 2027.
Reformasi struktural untuk mempercepat pertumbuhan produktivitas, di samping kehati-hatian fiskal dan moneter, merupakan kunci untuk memajukan agenda pertumbuhan pemerintah.
Pengurusan izin usaha di Tanah Air masih membutuhkan waktu hingga 65 hari. Berbeda jauh dengan negara-negara maju dalam memproses izin bisnis.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved