Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
MENTERI Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan bahwa penanganan pengendalian perubahan iklim Indonesia dilakukan dengan pendekatan Ketahanan Nasional.
Hal tersebut disampaikan Menteri LHK Situ Nurbaya pada acara Festival Iklim di gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta, Rabu (2/10). Dalam acara Festival Iklim, Siti Nurbaya juga memberikan refleksi penanganan perubahan iklim selama lima tahun terakhir serta isu lingkungan yang terkait.
Dalam kurun lima tahun terakhir ini, kata Menteri LHK, terdapat kejadian bencana terkait iklim ekstrem, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain. Kebakaran hutan di Indonesia merupakan salah satu contoh yang masih menjadi keprihatinan, meksipun kondisinya saat ini sudah sangat jauh menurun dibandingkan dengan dua-tiga minggu lalu.
Perkembangan serupa juga terjadi di kawasan hutan Amazon, Brasil, serta area hutan dan lahan di sejumlah negara lain termasuk di Amerika Serikat dan Australia.
Menteri LHK menjelaskan bahwa fenomena yang terjadi saat ini erat kaitannya dengan hasil kajian para ilmuwan yang menyebutkan bahwa salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya kejadian iklim ekstrem, yakni meningkatnya kejadian ENSO (El Nino Southern Oscillation), baik berupa La Nina maupun El Nino.
“Perubahan iklim dapat meningkatkan frekuensi kejadian La Nina dan El Nino, yang normalnya berulang dalam periode lima sampai tujuh tahun menjadi lebih pendek frekuesi kejadiannya setiap tiga sampai lima tahun,” jelas Siti Nurbaya.
“La Nina dapat menimbulkan dampak berupa banjir akibat curah hujan yang tinggi sementara El Nino menimbulkan dampak berupa kekeringan ekstrim akibat rendahnya curah hujan,” ujarnya.
Kondisi iklim global, menurut Menteri LHK, menunjukkan kondisi atmosfir maupun laut mengalami pemanasan yang menyebabkan keberadaan dan volume salju serta luasan es berkurang drastis, serta mengakibatkan kenaikan muka air laut.
Kenaikan muka air laut sejak pertengahan abad 19 jauh lebih besar, dibandingkan dengan laju selama dua milenium sebelumnya Frekuensi dan intensitas kejadian curah hujan yang tinggi akan meningkat secara global.
Kondisi suhu ekstrem, termasuk hari-hari panas dan gelombang panas menjadi lebih umum terjadi sejak 1950. Trend kekeringan secara global sukar diidentifikasi.
“Sejumlah wilayah nampak jelas akan mengalami kekeringan yang lebih parah dan lebih sering. Badai tropis skala 4 dan 5 diperkirakan akan meningkat frekuensinya secara global,” tutur Siti Nurbaya.
Hal tersebut memberikan dampak cukup serius pada sumber daya air yakni Perubahan iklim selama abad ke-21 diproyeksikan mengurangi sumber daya terbarukan air dan air permukaan secara signifikan di sebagian besar wilayah subtropis kering.
Penguatan ketahanan nasional
Pada kesemapatan tersebut, Menteri LHK menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh elemen bangsa Indonesia yang telah terlibat dalam menghadapi perubahan iklim dengan konsep dasar Penguatan Ketahanan Nasional.
“Ketahanan Nasional dirumuskan sebagai kondisi dinamis bangsa Indonesia dalam seluruh aspek kehidupan yang terintegrasi, yang merupakan perpaduan antara keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan dalam mengembangkan segenap potensi,” kata Siti Nurbaya.
“Potensi sumber daya yang dimiliki, guna menghadapi dan mengatasi segala bentuk tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan (TAHG), baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, serta langsung maupun tidak langsung, yang dapat membahayakan integritas, identitas, eksistensi bangsa dan negara Republik Indonesia,” paparnya.
Sti Nurbaya juga menggaris bawahi bahwa terkait adaptasi perubahan iklim, Indonesia telah menetapkan komitmen untuk meningkatkan ketahanan ekonomi, ketahanan sosial, dan sumber penghidupan, serta ketahanan ekosistem.
“Penyediaan sarana, prasarana dan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim untuk sektor-sektor yang sensitif perubahan iklim harus terintegrasi dengan keseluruhan proses perencanaan pembangunan, mulai dari tingkat desa sampai ke nasional, mencakup antara lain sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, lingkungan hidup, dan kesehatan serta wilayah khusus seperti perkotaan dan pesisir,” jelasnya. (OL-09)
Pusat Pengurangan Risiko Bencana Universitas Indonesia melakukan kerja sama bidang Limnologi dan Hidrologi dengan BRIN untuk persiapan dan adaptasi perubahan iklim.
Masuknya genangan rob tak hanya ke permukiman warga di pesisir pantai, tapi sudah meluap sampai ke jalan raya
Menko AHY paparkan tiga langkah konkret atasi urbanisasi dan krisis iklim global di Forum BRICS, fokus pada keadilan sosial, lingkungan, dan infrastruktur berkelanjutan.
Pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca meningkat, anggaran karbon Bumi diperkirakan akan habis dalam waktu 3 tahun ke depan.
Bagi korporasi, penerapan konsep environmental, social, and governance (ESG) menjadi hal yang semakin penting untuk bisa diimplementasikan.
Tanah tak lagi dipandang sekadar media tanam, tapi sebagai fondasi keberlangsungan hidup dan benteng terakhir ketahanan pangan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved