Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Teknologi Modifikasi Cuaca Dilakukan Hingga Akhir September

Indriyani Astuti
24/9/2019 17:32
Teknologi Modifikasi Cuaca Dilakukan Hingga Akhir September
Petugas memindahkan konsul penyemaian awan dari pesawat CN 295 seusai digunakan anggota TNI AU Squadron 2 Halim Perdanakusuma(MI/Panca Syurkani)

KEPALA Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Tri Handoko Seto menuturkan hujan buatan akan terus dilakukan hingga 30 September 2019 untuk memadamkan lahan yang terbakar. Hingga Selasa (24/9), berdasarkan laporan posko TMC hujan telah turun di sejumlah daerah. Meski demikian titik panas masih terdeteksi sehingga rencananya pada Rabu (25/9), tim gabungan pemadaman kebakaran hutan dan lahan akan mengerahkan satu tambahan pesawat CN295.

"Total ada lima pesawat yang dikerahkan untuk Sumatra dan Kalimantan," ujar Seto dalam acara konferensi media terkait penangana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, Selasa (25/9).

Kelima pesawat itu yakni 2 pesawat CASA C-212-200 dan 3 pesawat CN295 milik TNI. Seto memaparkan data Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada beberapa hari terakhir mencatat sejak TMC dilakukan sudah terjadi hujan dengan intensitas merata dan signifkan di Kalimantan Barat atau sekitar 70 juta ton meter kubik air hujan yang turun.

Sedangkan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, hujan buatan berhasil dilakukan dengan jumlah air 15 juta meter kubik. Tetapi, Seto mengatakan jumlah itu belum mampu meredam kepekatan asap secara signifikan di Kalimantan Tengah.

"Jadi kami kerahkan satu tambahan pesawat lagi," imbuhnya.

Baca juga: Operasi Hujan Buatan di Jambi Mulai Hari Ini

Teknologi modifikasi cuaca melalui hujan buatan, terang Seto, hanya bisa dilakukan apabila bibit awan memadai untuk penaburan garam. Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sejak Jumat (20/9), sudah banyak dijumpai potensi awan di Sumatra dan Kalimantan. Selain penggunaan garam atau NaCL, BPPT juga menerapkan teknologi penggunaan kapur untuk membantu proses pembentukan awan.

Hujan buatan diyakni dapat membantu mengurangi titik panas (hotspot) sebagai salah satu pemicu karhutla. Selain itu, Seto menyampaikan kualitas udara di daerah yang mengalami karhutla dapat membaik dengan turunnya hujan.

Berdasarkan laman KLHK, indeks standar pencemaran udara di Jambi level partikulat meter (PM) 10 menunjukkan angka 250 atau kriteria tidak sehat, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah ISPU menunjukkan PM10 pada angka 453 atau berbahaya, di Palembang, Sumatra Selatan konsentrasi PM10 pada angka 113 atau tidak sehat, di Pekanbaru, Provinsi Riau PM10 berada pada angka 108 atau tidak sehat, di Kota Medan, Sumatra Utara PM10 pada angka 251 atau sangat tidak sehat.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya