Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan kekeringan akibat musim kemarau yang terjadi saat ini akan berlanjut hingga tiga bulan ke depan. Hal itu karena awal musim hujan diprediksi mundur pada akhir November atau awal Desember mendatang.
"Sekitar 92% wilayah Indonesia sudah memasuki kemarau dan puncaknya terjadi pada Agustus dan September. Sementara awal musim hujan akan mundur paling cepat pada akhir November," kata Kepala Sub Bidang Analisis dan Informasi Iklim BMKG, Adi Ripaldi, dalam jumpa pers bertajuk Kekeringan Mematikan yang digelar organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jakarta, Selasa (20/8).
Baca juga: Rekrut Rektor Asing Pemerintah Rombak Regulasi
Sebelumnya, BMKG memprediksi terjadinya fenomena El Nino tingkat lemah. Saat ini, El Nino lemah telah berakhir sehingga anomali suhu laut di Samudra Pasifik kembali netral. Namun, suhu muka air laut di wilayah Samudra Hindia sebelah barat Sumatra dan perairan Indonesia di bagian selatan ekuator teroantau lebih dingin dari suhu normal (260°-270°C).
Hal itu mengakibatkan proses penguapan air laut lebih sulit terjadi dan pembentukan awan-awan hujan juga menjadi berkurang. Akibatnya, curah hujan menjadi rendah dan berakibat mundurnya musim hujan.
"Wilayah Indonesia masih akan mengalami kekeringan dan ini perlu kewaspadaan serta antisipasi. Curah hujan pada November pun diprediksi masih rendah. Baru pada Desember hingga Februari curah hujan meningkat," ucap Adi.
Menurut catatan BMKG, wilayah Jawa, NTB, NTT, Bali, dan Sulawesi Selatan paling terdampak kekeringan. Jumlah hari tanpa hujan di berbagai wilayah tersebut rata-rata melebihi 100 hari atau lebih dari tiga bulan tidak turun hujan.
Selain sejumlah wilayah tersebut, provinsi lain juga akan mengalami kekeringan berkepanjangan akibat mundurnya musim hujan. Antara lain, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara.
Direktur Disaster Management Institute of Indonesia (DMII) ACT, Wahyu Novyan, mengatakan selain menyebabkan minimnya sumber air, dampak kekeringan yang terjadi di Indonesia cukup luas dan menyentuh berbagai sektor. Di sejumlah tempat, ujar dia, kekeringan menyebabkan gagal panen dan mengancam mata pencaharian warga.
Baca juga: Bea Cukai Sorong Ikuti Pelepasliaran Burung Endemik Papua
"Kekeringan bisa berdampak pada lini ekonomi masyarakat, kesehatan, hingga keamanan. Datangnya kemarau menambah pengeluaran setiap keluarga untuk membeli air sedangkan banyak panen yang gagal karena kekeringan," ucapnya.
Untuk membantu menangani kekeringan, ujarnya, ACT mengaktifkan posko bantuan di 28 wilayah dengan target distribusi air bersih 2,1 juta liter per hari. Bantuan itu akan diberikan selama sebulan ke depan. (OL-6)
KEMARAU panjang semakin berlanjut menyelimuti kawasan Provinsi Aceh.
Masyarakat NTT diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi angin kencang yang bersifat kering. Angin kencang ini berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan.
"Jadi saat wilayah yang mudah terbakar meluas, kami mohon bantuan, dukungan yang berada di Provinsi Riau benar-benar menjaga jangan sampai lahan itu terbakar,"
MUSIM kemarau menyebabkan krisis air bersih di sejumlah wilayah Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Krisis air bersih terjadi di Desa Lebaksiu Kidul, Kecamatan Lebaksiu, yang terdampak
TIGA daerah di Jawa Timur dalam status siaga darurat kekeringan akibat kemarau yang mulai melanda.
Di beberapa titik seperti Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, kondisi kering telah berlangsung lebih dari lima bulan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved