Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

RUU Sumber Daya Air Didesak untuk Disahkan

Eni Kartinah
18/7/2019 12:57
RUU Sumber Daya Air Didesak untuk Disahkan
Diskusi membahas Rancangan Undang Undang Sumber Daya Air.(Istimewa)

Rancangan Undang-Undang (RUU ) Sumber Daya Air (SDA) diharapkan bisa disahkan sebelum berakhirnya masa tugas DPR RI pada Oktober 2019 mendatang. Hal tersebut terkait pentingnya keberadaan payung hukum yang mengatur SDA pascapembatalan semua pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang SDA oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 18 Februari 2015. 

Dengan pembatalan UU No 7 Tahun 2004 tentang SDA, aturan payung hukum baru harus segera diterbitkan. Sangatlah wajar jika RUU SDA didesak untuk segera disahkan. Memang, dalam amar keputusannya,  MK a tidak menyatakan bahwa semua aturan pelaksanaan yang mengikuti UU No 11 Tahun 1974 berlaku kembali.

Dengan demikian, semua aturan tersebut juga batal demi hukum karena sudah semua aturan pelaksanaan UU No 11 Tahun 1974 juga dibatalkan oleh semua tata aturan di bawah UU Nomor 7 Tahun 2004.  Hal tersebut menjadi benang merah dari acara Diskusi Pakar  yang diadakan Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Negeri Medan (Unimed) dengan TERRA Simalem di di Ruang Sidang Fakultas Ilmu Sosial,  Rabu (17/7)

Dari sejumlah narasumber, disimpulkan bahwa berlarut-larutnya RUU SDA untuk segera diundangkan, akan berdampak pada terhambatnya iklim yang tidak kondusif dan proses investasi yang belum ada kepastian hukumnya untuk mengatur pendirian industri berbasis air di Indonesia. 

Padahal dalam catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi paling besar pada 2018 masih berasal dari sektor listrik, gas, dan air yang mencapai Rp 117,5 triliun atau 16,3% dari total investasi dengan penanaman modal asing (PMA) di sektor ini sebesarRp 392,7 triliun atau 15%) dari total investasi.

Di tengah desakan untuk mengeashkan RUU SDA, Direktur Center for Regulation, Policy, and Governance (CRPG) Mohamad Mova Al’Afghani melihat masih banyaknya kekurangan dari RUU SDA ini. Kekurangan itu di antaranya soal pemenuhan hak masyarakat atas air, dan jaminan kualitas air untuk kebutuhan pokok masyarakat.

"Selain itu juga soal izin swasta untuk SPAM. Jika itu tidak dihilangkan,ini akan menjadi beban APBN dan APBD.Apa pemerintah mampu,” ucap Mova.

Kekuarangan lainnya adalah soal sanitasi yang di RUU SDA yang belum dianggap sebagai layanan. Sanitasi masih dianggap perlu hanya supayaa irnya tidak tercemar saja.

Menurut Mova, karena DPR kemungkinan akan mengundangkan RUU SDA ini sebentar lagi, untuk mengimbangi kekurangan dalam RUU SDA tersebut yang perlu dilakukan yakni memperjuangkannya di peraturan pelaksanaannya nanti.

“Itu berarti ruangan permainan kita berpindah kepada peraturan pelaksanaannya atau PP-nya.Karena saya lihat di sini DPR berusaha untuk mengatur secara umum dan general saja di RUU SDA,” tegas Mova.

Mova mengutarakan dengan lambatnya RUU SDA diundangkan, maka akan menghambat pencapaian target 100-0-100 pada 2019 yang berdampak mandegnya investasi.  Program tersebut merupakan pemenuhan target tiga sektor, yaitu pemenuhan 100% akses layak air minum, pengurangan kawasan kumuh menjadi 0%, dan pemenuhan 100% akses sanitasi layak. “Semua butuh investasi, dan investasinya mandeg karena terlalu lama RUU ini tidak diundangkan,” kata Mova.

Narasumber lainnya, Alvin Syahrir, pakar hukum lingkungan dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, mengemukakan perlunya UU SDA yang baru itu disebabkan UU No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang berlaku saat ini pascapembatalan UU SDA oleh MK sudah ketinggalan zaman untuk digunakan sebagai pedoman pengelolaan SDA.

Menururt Alvin, pengelolaan SDA sudah saatnya mengatur dan pelaksanaannya secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan, dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi.

Pada acara yang sama, Muhammad Reza Shahib dari Kruha (Koalisi Rakyat untuk Hak Asas iManusia) Jakarta mengatakan, pembahasan RUU SDA ini sudah sangat berlarut-larut, padahal ada kedaruratan. Dia juga mengakui tidak mungkin bisa memiliki UU SDA yang lengkap sesuai harapan semua pihak. Jadi yang terpenting menurut Reza adalah hal-hal yang pokok harus masuk di UU SDA ini nantinya dan tidak campur aduk.

Sementara Abdul Rauf, Ketua Forum DAS Sumatera Utara berharap pengelolaan sumber daya air (SDA) yang ada di UU SDA yang akan disahkan DPR nantinya harus menganut prinsip ekonomi ekologikal.

Baru-baru ini dalam sebuah acara Talk Show, Anggota Panja RUU SDA dari Komisi V DPR RI, Syarif Abdullah, menyatakan optimistis dapat merampungkan pembahasan RUU ini sebelum masa tugas mereka pada periode ini berakhir Oktober 2019. “Sekarang sudah masuk pada tahap perumusan UU, kita berharap sebelum selesai masa jabatan DPR periode ini, RUU SDA sudah dapat diundangkan,” ujar Syarif.

Staf Khusus Menteri PUPR Firdaus Ali juga optimis bahwa RUU SDA akan diundangkan dalam waktu dekat. Dia menuturkan bahwa hal yang paling krusial adalah bagaimana menterjemahkan amar keputusan MK dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat, termasuk swasta dan industri terkait pemanfaatan sumberdaya air.

“Apa yang menjadi konsen APINDO sudah diterima dan diakomodasi oleh DPR, termasuk pasal 47 yang menyebutkan tentang 10% keuntungan untuk konservasi, itu juga sudah tidak ada,” tutur Firdaus. (OL-09)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik