Headline

Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.

Berhaji, Siapkan Fisik Sejak di Tanah Air

Indriyani Astuti [email protected]
26/6/2019 08:00
 Berhaji, Siapkan Fisik Sejak di Tanah Air
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Eka Jusup Singka(depkes.go.id)

Berlatih berjalan kaki 30 menit sehari sangat disarankan untuk menjaga kebugaran. Mengingat, ibadah haji banyak melibatkan kegiatan fisik.

PEMBERANGKATAN jemaah haji Indonesia akan dimulai pada 6 Juli mendatang. Persiapan kesehatan jemaah sangatlah penting. Terlebih bagi jemaah yang termasuk golongan berisiko tinggi. Sebab, ibadah haji melibatkan kegiatan fisik yang cukup banyak.

Seperti, sehari-hari jemaah harus berjalan kaki dari hotel ke titik penjemputan bus saat hendak ke Masjidil Haram. Kemudian dari titik dropping bus menuju Masjidil Haram. Di hari wukuf, jemaah juga harus berjalan kaki menuju maupun dari tempat pemberhentian bus karena kondisi jalan yang macet menyulitkan pergerakan bus ke titik-titik tertentu.

Selanjutnya, prosesi melempar jumrah, juga melibatkan jalan kaki. Lalu, saat sa'i, jemaah harus jalan kaki atau lari-lari kecil antara Bukit Safa-Marwa. Ditambah dengan tawaf, berjalan mengelilingi Kakbah.

"Ibadah haji merupakan ibadah yang memerlukan kesiapan fisik karena ada banyak rukun dan wajib haji yang harus dilakukan," ujar Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Eka Jusup Singka, kemarin di Jakarta.

Untuk menyiapkan kebugaran fisik, Eka mengatakan, jemaah haji diimbau berlatih jalan kaki atau senam ringan minimal 30 menit sehari sejak jauh-jauh hari. Khusus untuk jemaah yang tergolong berisiko tinggi, persiapannya harus lebih matang.

Yang tergolong berisiko tinggi yakni jemaah yang berusia di atas 60 tahun dan mempunyai setidaknya satu penyakit kronis seperti jantung, paru-paru, hipertensi, dan diabetes. Jemaah yang masuk pada golongan ini, kata Eka, dapat berangkat apabila dari hasil pemeriksaan kesehatan dan secara istitaah (kemampuan) secara fisik dinilai mampu melaksanakan ibadah haji.

"Untuk yang berisiko tinggi, perlu membawa obat-obatan pribadi yang dibutuhkan guna mencegah kekambuhan penyakit di Tanah Suci," imbaunya.

Sebelum berangkat ke Tanah Suci jemaah haji juga harus dipastikan telah melakukan vaksinasi seperti meningitis, meningokokus, pneumokokus, dan influenza untuk menjaga kekebalan tubuh dari potensi tertular penyakit yang dibawa jemaah haji dari negara lain.

Ia menambahkan, bukan hanya gangguan fisik yang perlu diwaspadai. Gangguan kesehatan jiwa juga harus diantisipasi. Menurut Eka, perbedaan kondisi antara Indonesia dan Arab Saudi membuat jemaah berusia lanjut rentan mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada pelaksanaan ibadah haji tahun lalu, dilaporkan 47 jemaah mengalami gangguan jiwa berat saat di Tanah Suci.

"Pemicu gangguan jiwa antara lain perbedaan kondisi sosial, perubahan lingkungan, tekanan psikis, bahkan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh)."

Eka menambahkan, pada penyelenggaraan haji 2019, pemerintah telah menyiapkan layanan kesehatan jemaah, termasuk menyelenggarakan Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Mekah dan Madinah.

Gangguan saat penerbangan

Terpisah, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan (Perdospi) Kolonel dr Wawan Mulyawa SpBS(K), SpKP menjabarkan hal-hal yang harus diperhatikan jemaah terkait dengan kesehatan selama penerbangan ke Arab Saudi yang membutuhkan waktu 9-10 jam.

Wawan menjelaskan, kabin pesawat tidak dibuat seperti kondisi sehari-hari tempat tinggal manusia di daratan, tetapi didesain untuk bisa berada pada ketinggian 1.500 hingga 2.438 meter di atas permukaan laut. Konsekuensinya, pada ketinggian tersebut, kadar udara di alveolar paru-paru menurun sehingga seseorang cenderung agak sulit bernapas.

"Selain itu, tekanan dalam kabin membuat tekanan di dalam rongga-rongga tubuh seperti pada telinga, sinus, usus, dan gigi juga meningkat," ujarnya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kondisi itu membuat orang-orang berusia lanjut dengan penyakit kronis seperti sakit pernapasan, sakit jantung, atau pascastroke, akan sensitif terhadap kekurangan oksigen. Mereka bisa mengalami montain sickness. Gejala yang muncul berupa kelelahan, sakit kepala, perasaan melayang, mual-mual, hingga pingsan. "Penumpang seperti ini memerlukan suplai oksigen di pesawat," kata Wawan.

Selain itu, udara di dalam kabin pesawat sangat kering dengan kelembapan rendah bisa membuat tubuh kekurangan cairan hingga berrisiko mengalami penggumpalan darah.

"Untuk mencegahnya, penumpang sebaiknya melakukan peregangan terutama kaki secara berkala. Sebab, jika tidak digerakkan selama penerbangan, kaki akan mengalami gangguan sirkulasi darah yang berujung pada penggumpalan darah," terangnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya