Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
Pelibatan masyarakat menentukan keberhasilan program penurunan gas rumah kaca melalui upaya-upaya mengurangi laju penggundulan dan kerusakan hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Plus/REDD+) di suatu daerah. Masyarakat perlu pendampingan agar potensi-potensi yang mereka miliki bisa diarahkan untuk pelaksanaan program REDD+.
"Masyarakat sebenarnya memiliki modal sosial, seperti tradisi gotong royong, pengetahuan terhadap lingkungan sekitar, dan sumber daya alam berlimpah, tetapi kekuatan dan aset ini kadang kurang disadari," ujar Direktur Indonesia Terrestrial Program The Nature Conservancy Indonesia (TNC Indonesia), Herlina Hartanto, di Jakarta, kemarin.
Dengan pendampingan, lanjutnya, masyarakat bisa menemukan kembali kekuatan dan aset mereka. Ia mencontohkan program pendampingan yang dilakukan TNC Indonesia, yakni Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan (Sigap), yang diterapkan di Kabupaten Berau.
Sigap merupakan pendekatan yang dikembangkan bagi masyarakat yang bermukim di dalam dan di sekitar hutan untuk menempatkan kekuatan warga yang berupa pengetahuan, kapasitas, jejaring sosial, dan pengalaman, sebagai fondasi utma dalam mengelola sumberdaya alam secara berkelanjutan dan menyejahterakan kehidupan mereka.
Baca juga: Ganti Rugi Rp35,4 M Bisa Pulihkan Terumbu Karang
"Bentuk pendampingan masyarakat yang dilakukan TNC melalui Sigap berupa program pelatihan, pendampingan menata lahan termasuk membuat peta tiga dimensi, menyusun rencana pembangunan kampung, mengembangkan sumber mata pencaharian yang tidak merusak hutan, dan mendapatkan hak pengelolaan hutan," papar Herlina.
Program itu telah diuji coba di dua desa di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, yaitu Kampung Long Duhung dan Merabu sejak 2010. Hasilnya, kedua desa tersebut memiliki pemimpin desa yang lebih kompeten, mata pencaharian yang lebih beragam dan ramah lingkungan, serta akses lebih aman ke sumber daya hutan.
"Saat ini kami mendukung Pemerintah Kabupaten Berau yang telah mengadopsi Sigap sebagai pendekatan pendampingan di seluruh 99 desa di sana," imbuhnya. (Nik/H-3)
Fenomena Hujan Carnian atau Carnian Pluvial Episode (CPE) adalah sebuah peristiwa geologis yang terjadi sekitar 232 juta tahun lalu pada periode Trias Akhir
Lewat REDD+ dan GREEN for Riau ini, pemerintah bersama jajaran pemangku kepentingan akan bekerja sama dalam menekan dan menurunkan emisi karbon.
Penerapan sistem informasi berbasis teknologi seperti SSIINas ini dapat memberikan kemudahan bagi sektor industri untuk melaporkan data emisinya secara terintegrasi.
SKK Migas mencatat Indonesia memiliki cadangan gas terbukti sebesar 54,76 Trilliun Standard Cubic Feet (TSCF).
SEKITAR 18 juta kebun sawit di Indonesia saat ini dapat memproduksi palm oil mill effluent (POME) sekitar 910 ribu ton atau setara 36 juta tCO2eq emisi gas rumah kaca.
Indonesia tertinggal dalam mitigasi gas rumah kaca (GRK) kendaraan bermotor. Ketertinggalan itu mencakup tidak diaturnya standar karbon kendaraan dan elektrifikasi kendaraan bermotor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved