Lingkungan Pengaruhi Kesembuhan dari Narkoba

M Rizqi Hidayat
08/3/2019 07:10
Lingkungan Pengaruhi Kesembuhan dari Narkoba
(Wikipedia)

FAKTOR pascarehabilitasi seperti situasi lingkungan dan keterlibatan masyarakat menjadi hal terpenting dalam penanganan para pengguna narkoba di Tanah Air.

Seperti diungkapkan Kabag Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Polisi Sulistyo Pudjo Hartono, keberhasilan rehabilitasi pengguna narkoba cukup besar. Namun, sejumlah pengguna kembali relapse (kambuh) karena faktor lingkung-an lama dan kawan-kawan lama.

"Semua yang menjalani rehabilitasi awalnya lulus, tetapi kemudian ketemu lingkungan lama dan kawan-kawan lama hingga kembali relapse," ujarnya melalui keterangan resmi di Jakarta, kemarin.

Hal senada disampaikan mantan pecandu narkoba Yerry Pattinasarany.

"Sebenarnya yang dibutuhkan itu after care, pascarehabilitasi. Jadi, setelah program rehabilitasi biasanya orang kesulitan untuk beradaptasi kembali ke masyarakat," tuturnya.

Menurut Yerry, peran masyarakat sangat penting untuk pencegahan dan penanggulangan kasus narkoba. Banyaknya stigma di masyarakat terhadap penyalah guna narkoba ikut menyulitkan untuk kembali beraktivitas seperti semula.

Ditegaskannya, perlu dibangun sistem rehabilitasi berbasis masyarakat.

"Ini yang saya lagi kerjakan. Masyarakat, dalam artian komunitas, ambil bagian. Contoh, warga yang terlibat di karang taruna diedukasi supaya bisa ikut dalam pencegahan dan penanggulangan narkoba," tutur Yerry yang kini aktif dalam gerakan pemberantasan narkoba.

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Ade Saptomo, menegaskan bahwa langkah pencegahan penggunaan narkoba dan pemberantasannya dapat dilakukan melalui gerakan struktural oleh kepolisian, kejaksaan, dan Badan Narkotika Nasional (BNN), juga melalui gerakan kultural.

"Gerakan kekuatan budaya, misalnya pecalang dan pemuda kultural setempat. Mereka inilah yang mengetahui siapa, melakukan apa, dan untuk apa. Jadi, musuh bersama dilawan secara bersama-sama, baik struktural maupun kultural," jelas Ade.

Ironisnya, ungkap Ade, narkoba  secara konseptual memang diposisikan sebagai musuh bersama, tetapi baru dimaknai sebatas pengetahuan atau belum dilawan secara bersama-sama pada tataran tindakan.

Akibatnya, kata dia, gerakan penyebaran narkoba menyusup di segala tempat dengan tidak mengenal waktu dan status sosial apa pun.

Rawat jalan
Masalah rehabilitasi kembali mencuat setelah politikus Partai Demokrat Andi Arief ditangkap polisi saat menggunakan narkoba jenis sabu di sebuah hotel di Jakarta pada Minggu (3/3) malam.

Polda Metro Jaya kemudian juga menangkap musikus berinisial Z terkait dengan narkotika jenis sabu.

Pengacara Andi Arief, Dedi Yahya, menyebut kliennya kini akan melakukan rehabilitasi rawat jalan setelah dilakukan penilaian terpadu. Lamanya waktu rehabilitasi rawat jalan yang diperlukan bergantung pada perkembangan kondisi mantan aktivis 1998 itu.

"Mungkin akan ditentukan 3-6 bulan, melihat perkembangan kesehatannya," tutur Dedi di Kantor BNN, Jakarta, Rabu (6/3).

Sementara itu, Direktur Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah BNN Riza Sarasvita menyatakan pihaknya akan mengobservasi gejala putus obat dari politikus tersebut.

Bila seseorang terbiasa menggunakan narkoba, kemudian berhenti secara tiba-tiba, kata Riza, akan muncul beberapa gejala klinis. "Reaksinya bermacam-macam, fisik atau psikis," tutur Riza. (Rif/Alw/Ant/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya