Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PENINGKATAN kasus infeksi demam berdarah dengue (DBD) di beberapa wilayah Indonesia terus berulang dari tahun ke tahun. Hal itu menandakan masyarakat belum sadar pentingnya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) beberapa bulan menjelang musim hujan, sebelum DBD merebak.
Prof Saleha Sungkar dari Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menuturkan hal yang efektif dilakukan dalam menurunkan kasus DBD ialah pemberantasan vektor atau nyamuk aedes aegypti pembawa virus dengue secara terpadu. Pasalnya fogging atau pengasapan terbukti tidak efektif memberantas nyamuk.
"Fogging hanya baik untuk penanggulangan wabah DBD yang jumlahnya tinggi karena cepat sekali menurunkan jumlah vektor. Tetapi tanpa dibarengi PSN, sarang nyamuk tetap ada. Masalahnya tidak semua rumah bersedia melakukan PSN," ujar Saleha dalam seminar awam bertajuk "DBD yang Tak Kunjung Musnah", di Gedung IMERI, FKUI, Jakarta, Rabu (13/2).
Ia mengutarakan beberapa bulan sebelum memasuki musim hujan, sebaiknya pemerintah pusat dan daerah mulai mengampanyekan dan menyosialisasikan waspada DBD. Masyarakat juga diminta melakukan pemberantasan sarang nyamuk.
Baca juga: Pengobatan DBD Paling Ampuh: Jaga Asupan Cairan
Pengasapan, imbuhnya, tidak dapat diandalkan untuk menekan populasi vektor penular DBD, karena biayanya mahal. Selain itu, asapnya dapat mencemari lingkungan dan ada kemungkinan nyamuk Ae. Aegypti dapat kebal terhadap asap.
"Kalau ingin memberantas DBD maka harus memutus siklus hidup nyamuk Ae. Aegypti. Nyamuk itu biasa bertelur di dinding vertikal bagian dalam dari tempat-tempat yang berisi air jernih dan terlindung dari sinar matahari langsung. Tempat air di dalam rumah lebih disukai," terangnya.
Telur dari nyamuk Ae. Aegypti, tuturnya, dapat bertahan hingga enam bulan. Oleh karena itu, PSN dianjurkan rutin dilakukan setiap minggu, caranya dengan membersihkan dinding-dinding wadah penampung air, menutupnya atau menaburkan dengan bubuk lavasida untuk membunuh jentik-jentik nyamuk tersebut.
Satu ekor nyamuk Ae. Aegypti, terang Saleha, dapat menularkan virus setelah menghisap dari orang yang terinfeksi. Dalam waktu 10 hari, nyamuk dapat menularkan virus dengue pada manusia. Nyamuk Ae. Aegypti akan berpindah menghisap darah orang lain sebelum kenyang. Oleh karena itu, penularan DBD cenderung tinggi.
"Hanya nyamuk betina yang menghisap darah karena membutuhkan protein untuk menghasilkan telur. Sekali bertelur, nyamuk Ae. Aegypti bisa menghasilkan 150 butir," ucapnya.
Diakui Saleha, DBD sebagai penyakit endemis di Indonesia sulit dieliminasi. Tetapi dapat dikendalikan dengan mengurangi jumlah nyamuk. Salah satu negara yang berhasil dalam mengendalikan kasus DBD ialah Kuba.
Pemerintah Kuba, kata dia, menerapkan DBD dalam kurikulum pendidikan sehingga kewaspadaan dan pemahaman masyarakat terhadap bahaya DBD dan menjaga lingkungan terbentuk sejak dini.
Pada kesempatan yang sama, dr. Leonard Nainggolan SpPD-KPTI dari Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI menyampaikan pengendalian vektor dengan PSN untuk menurunkan insidensi rate atau angka kasus sebanyak 5/100.000 penduduk.
Namun di Indonesia belum maksmimal dilakukan. Sedangkan angka kematian akibat kasus sudah cenderung baik yakni kurang dari 1%. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukan sejak Januari hingga 3 Februari tercatat 16.692 kasus dengan pasien meninggal 169 orang.(OL-5)
Perubahan kelembapan udara selama masa pancaroba dapat meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit.
DBD termasuk penyakit yang mengancam jiwa. Seseorang bisa mengalami DBD lebih dari sekali akibat infeksi virus dengue dan infeksi berikutnya berisiko lebih parah.
Jangan meninggalkan sampah di dalam dan luar rumah karena bisa menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk dan telur
Kota Bandung masih menjadi penyumbang kasus terbesar dengan jumlah 1.021 kejadian.
STOK darah yang ada di Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung Jawa Barat (Jabar) menipis. Jika biasanya persediaan mencapai 500 labu/ hari, sekarang hanya tersedia setengahnya.
Dengan banyaknya kasus DBD, warga diminta waspada dan meningkatkan kembali kebersihan lingkungan sekitar rumah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved