Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
AKTIVIS perempuan dari Jaringan Kerja Program Legislasi Pro Perempuan (JKP3) menangkis sejumlah kalangan yang menyatakan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) pro pada perzinaan.
Hal tersebut ditegaskan Koordinator JKP3, Ratna Batara Munti yang menilai petisi yang menolak RUU PKS di situs change.org mencerminkan sikap tidak bertanggung jawab dan melukai korban kekerasan seksual.
"Gagasan lahirnya RUU PKS berasal dari sejumlah pengalaman korban yang mengalami penderitaan berkepanjangan tanpa mendapatkan keadilan dan pemulihan, karena belum ada payung hukum bagi kasus mereka itu," kata Ratna Batara Munti di Kantor LBH Jakarta, Jakarta, Rabu, (2/6).
Sebelumnya, pada 27 Januari 2019 mencuat petisi di change.org yang digagas Maimon Herawati yang menyerukan penolakan RUU PKS yang dinilainya sebagai RUU pro perzinaan.
Sejak pertama kali diluncurkan sampai saat berita ini dibuat petisi itu telah meraih dukungan 149.402 tanda tangan.
Baca juga : RUU PKS Dibahas seusai Pilpres
Lebih lanjut Ratna mencontohkan sejumlah kasus yang tidak dapat diproses karena dinilai kurang mempunyai alat bukti. Hal itu terjadi akibat syarat alat bukti di dalam peraturan perundangan yang sudah ada belum mengakomodasi situasi khusus korban kekerasan seksual.
Sebab itu, lanjut dia, melalui RUU PKS yang telah menjadi inisiatif DPR RI ini diharapkan dapat menjadi akses keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual serta pencegahannya.
Hemat Ratna, secara substansial JKP3 mencatat terdapat lima isu penting dalam RUU PKS yang luput dari diskursus yang berkembang di masyarakat.
Pertama, RUU PKS ini dapat mengisi kekosongan hukum terkait bentuk-bentuk kekerasan seksual yang selama ini tidak diakui oleh hukum.
Ia menyebutkan sembilan bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam RUU PKS, yakni: pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.
Kedua, RUU PKS memuat prosedur hukum termasuk sistem pembuktian yang sensitif dan memperhitungkan pengalaman korban. Ketiga, RUU PKS mengatur penanganan hukum yang terpadu dan terintegrasi dengan semua layanan bagi korban.
Keempat, RUU PKS mengakui dan mengedepankan hak-hak korban serta menekankan kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak korban dan kelima, RUU PKS ini menekankan perubahan kultur masyarakat dalam memandang kekerasan seksual dengan membangun kesadaran masyarakat untuk mencegahnya melalui pendidikan, kebudayaan sosial, ekonomi, dan politik. (OL-8)
Kapolres Jakarta Selatan Kombes Azis Andriansyah mengatakan pelaku dan korban sama-sama bermain game online.
Penanganan kasus kekerasan seksual kerap menghadapi kesulitan ketika memasuki proses hukum.
Jazilul Fawaid mengatakan fraksinya akan melakukan lobi politik ke fraksi lain demi meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (PKS).
Gerakan Perempuan Disabilitas Indonesia melakukan audiensi pada Komisi VIII yang membidangi masalah agama dan sosial terkait percepatan pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Yohana mendesak DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved