Jumat 31 Maret 2023, 15:17 WIB

Review Film: Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan

Fathurrozak | Hiburan
Review Film: Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan

Tangkapan Layar Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan
Cuplikan dokumenter Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan

 

Film berjudul Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan (The Myriad of Faces of the Future Challengers) hadir dengan bentuk permainan kolase gambar seperti yang biasa dijumpai dalam praktik seni rupa. Atau dalam seni video. Film dokumenter esai yang digarap oleh I Gde Mika dan Yuki Aditia ini berangkat dari upaya melacak jejak sinema pada masa orde baru (orba).

Masa ketika banyak nama-nama besar sineas lahir dan memunculkan film-film babon. Fokus keduanya, mencoba menemukan wacana apa yang ada dalam film-film periode 60-80-an, baik secara kesenimanan kreatif sutradaranya, upaya lolos dari sensor rezim, dan gagasan yang muncul.

Beberapa film yang menjadi penanda dekade, Mika dan Yuki mengambil mulai dari film Tamu Agung (1955) karya Usmar Ismail, dijadikan sebagai marka sedekade menjelang keruntuhan orde lama Sukarno. Lalu diselingi dengan Yang Muda, Yang Bercinta (1977) karya Sjuman Djaya, sebagai marka sedekade pemerintahan orde baru Suharto, dan Omong Besar (1988) dari Asrul Sani untuk menandai sedekade sebelum orba runtuh. Sisanya, gambar-gambar disusun dari film-film produksi beberapa sutradara di era 80-an, seperti Arifin C. Noer, Nya Abbas Akup, hingga Arizal.

Baca juga: Pulang Rimba, Film Dokumenter tentang Mahasiswa Polbangtan Kementan

Dengan bentuk permainan kolase gambar, menjadikan dokumenter ini menarik secara bentuk dan gagasan yang ditawarkan. Lewat kemasan yang sebegitu mentahnya, banyak dari potongan film yang kondisinya baik secara visual dan audio sudah ‘rusak’ atau ada beberapa gambar yang masih cukup ‘layak’ dinikmati. Makin menarik lagi karena sebagian besar potongan-potongan gambar tersebut mereka peroleh dari kanal-kanal digital seperti Youtube yang diunggah oleh anonim dan warganet.

Hal itu sekaligus menunjukkan situasi ketidakidealan pengarsipan sinema kita, yang kemudian inisiatif itu dilakukan oleh warga. Film-film yang dulu diproduksi oleh nama dan studio besar, kondisinya kemudian dalam dekade mendatang (saat ini), begitu memprihatinkan. Mika dan Yuki menampilkan apa adanya dari yang mereka temukan.

Karena ‘bersifat’ kolase, Mika dan Yuki kemudian meramu gambar-gambar dalam komposisi baru. Menciptakan pemaknaan baru secara visual serta reinterpretasi konteks lewat teks yang disusun ke dalam suara narator (dibacakan oleh Mika). Dengan wujud baru yang dibentuk itu, mereka mendorong film, agar bisa berbunyi dengan memberikan kontekstualisasi baru. Lewat pemaknaan semiotik.

Baca juga: Navalny Dedikasikan Piala Oscar untuk Mereka yang Menentang Perang

Konsepnya memang sengaja membiarkan sub-sub pembahasan terfragmentasi dengan jelas. Dari pembahasan satu akan melompat ke pembahasan lain tanpa perlu pengantar halus. Dari obrolan soal jemuran bisa saja melompat ke soal tatapan para karakter dalam film yang kerap memandang ke atas. Komposisi antar gambar dan narasi, tak perlu nyambung dengan sebelum dan berikutnya. Sebelum pembahasan di suatu isu selesai.

Berjejalan

Sayangnya, Mika dan Yuki tampak begitu ingin membahas semua sehingga film dengan durasi 92 menit ini menjadi ‘berat.’ 92 menit yang terasa lebih dari 100 menit. Bisa saja sebenarnya bagaimana film memanfaatkan pendekatan interpretasi pada kesenimanan penyutradaraan dari para sutradara di masa orba. Atau bagaimana pemaknaan yang diambil memiliki parameter yang terukur.

Sehingga, reinterpretasi pada subyek-subyek yang ada dalam film, yang menggunakan pemaknaan semiotika, juga menjadikan film amat sangat subyektif. Tanpa parameter yang menjadi batas fokus.

Dari sekian jurnal catatan temuan mereka, itu sebenarnya memang jadi modal untuk mengarahkan ‘kolase’ sinema orba ini ke arah yang lebih solid, alih-alih kemudian kabur dan menjadi berjejalan. Gagasan dalam teks, juga perlu diteliti ulang untuk menjadikannya tawaran yang lebih solid, seperti tawaran dari bentuk pengolahan visual film.

Film Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan tayang perdana (world premiere) di EXIS Film Festival, Seoul, Korea pada 2022. Terakhir, tayang di International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2023 yang berlangsung pada 25 Januari—5 Februari. Film tersebut tayang di program Cinema Regained, yang berfokus pada film-film klasik yang direstorasi, dokumenter kultur sinema, dan eksplorasi warisan sinema. Media Indonesia menontonnya pada pemutaran terbatas di Forum Lenteng, Jakarta Selatan.

(Z-9)

Baca Juga

Twitter

Rayakan 10 Tahun Debut, BTS Luncurkan Single Take Two

👤Gana Buana 🕔Rabu 31 Mei 2023, 18:39 WIB
Peluncuran Single digital ini akan dilakukan pada 9 Juni...
YouTube

Park Gyu-young Jadi Influencer di Serial Original Netflix Celebrity

👤Joan Imanuella 🕔Rabu 31 Mei 2023, 15:31 WIB
Aktris Park Gyu-yung menjadi pemeran utama wanita bernama Seo Ah-ri, di drama terbaru Netflix...
Instagram @marthinolio

Marthino Lio Mengaku Senang Main Film Komedi

👤Basuki Eka Purnama 🕔Rabu 31 Mei 2023, 11:46 WIB
Dalam film Detektif Jaga Jarak, Marthino berperan sebagai Almond Surendra, seorang detektif partikelir yang membantu para kliennya dalam...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya