Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Film berjudul Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan (The Myriad of Faces of the Future Challengers) hadir dengan bentuk permainan kolase gambar seperti yang biasa dijumpai dalam praktik seni rupa. Atau dalam seni video. Film dokumenter esai yang digarap oleh I Gde Mika dan Yuki Aditia ini berangkat dari upaya melacak jejak sinema pada masa orde baru (orba).
Masa ketika banyak nama-nama besar sineas lahir dan memunculkan film-film babon. Fokus keduanya, mencoba menemukan wacana apa yang ada dalam film-film periode 60-80-an, baik secara kesenimanan kreatif sutradaranya, upaya lolos dari sensor rezim, dan gagasan yang muncul.
Beberapa film yang menjadi penanda dekade, Mika dan Yuki mengambil mulai dari film Tamu Agung (1955) karya Usmar Ismail, dijadikan sebagai marka sedekade menjelang keruntuhan orde lama Sukarno. Lalu diselingi dengan Yang Muda, Yang Bercinta (1977) karya Sjuman Djaya, sebagai marka sedekade pemerintahan orde baru Suharto, dan Omong Besar (1988) dari Asrul Sani untuk menandai sedekade sebelum orba runtuh. Sisanya, gambar-gambar disusun dari film-film produksi beberapa sutradara di era 80-an, seperti Arifin C. Noer, Nya Abbas Akup, hingga Arizal.
Baca juga: Pulang Rimba, Film Dokumenter tentang Mahasiswa Polbangtan Kementan
Dengan bentuk permainan kolase gambar, menjadikan dokumenter ini menarik secara bentuk dan gagasan yang ditawarkan. Lewat kemasan yang sebegitu mentahnya, banyak dari potongan film yang kondisinya baik secara visual dan audio sudah ‘rusak’ atau ada beberapa gambar yang masih cukup ‘layak’ dinikmati. Makin menarik lagi karena sebagian besar potongan-potongan gambar tersebut mereka peroleh dari kanal-kanal digital seperti Youtube yang diunggah oleh anonim dan warganet.
Hal itu sekaligus menunjukkan situasi ketidakidealan pengarsipan sinema kita, yang kemudian inisiatif itu dilakukan oleh warga. Film-film yang dulu diproduksi oleh nama dan studio besar, kondisinya kemudian dalam dekade mendatang (saat ini), begitu memprihatinkan. Mika dan Yuki menampilkan apa adanya dari yang mereka temukan.
Karena ‘bersifat’ kolase, Mika dan Yuki kemudian meramu gambar-gambar dalam komposisi baru. Menciptakan pemaknaan baru secara visual serta reinterpretasi konteks lewat teks yang disusun ke dalam suara narator (dibacakan oleh Mika). Dengan wujud baru yang dibentuk itu, mereka mendorong film, agar bisa berbunyi dengan memberikan kontekstualisasi baru. Lewat pemaknaan semiotik.
Baca juga: Navalny Dedikasikan Piala Oscar untuk Mereka yang Menentang Perang
Konsepnya memang sengaja membiarkan sub-sub pembahasan terfragmentasi dengan jelas. Dari pembahasan satu akan melompat ke pembahasan lain tanpa perlu pengantar halus. Dari obrolan soal jemuran bisa saja melompat ke soal tatapan para karakter dalam film yang kerap memandang ke atas. Komposisi antar gambar dan narasi, tak perlu nyambung dengan sebelum dan berikutnya. Sebelum pembahasan di suatu isu selesai.
Berjejalan
Sayangnya, Mika dan Yuki tampak begitu ingin membahas semua sehingga film dengan durasi 92 menit ini menjadi ‘berat.’ 92 menit yang terasa lebih dari 100 menit. Bisa saja sebenarnya bagaimana film memanfaatkan pendekatan interpretasi pada kesenimanan penyutradaraan dari para sutradara di masa orba. Atau bagaimana pemaknaan yang diambil memiliki parameter yang terukur.
Sehingga, reinterpretasi pada subyek-subyek yang ada dalam film, yang menggunakan pemaknaan semiotika, juga menjadikan film amat sangat subyektif. Tanpa parameter yang menjadi batas fokus.
Dari sekian jurnal catatan temuan mereka, itu sebenarnya memang jadi modal untuk mengarahkan ‘kolase’ sinema orba ini ke arah yang lebih solid, alih-alih kemudian kabur dan menjadi berjejalan. Gagasan dalam teks, juga perlu diteliti ulang untuk menjadikannya tawaran yang lebih solid, seperti tawaran dari bentuk pengolahan visual film.
Film Segudang Wajah Para Penantang Masa Depan tayang perdana (world premiere) di EXIS Film Festival, Seoul, Korea pada 2022. Terakhir, tayang di International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2023 yang berlangsung pada 25 Januari—5 Februari. Film tersebut tayang di program Cinema Regained, yang berfokus pada film-film klasik yang direstorasi, dokumenter kultur sinema, dan eksplorasi warisan sinema. Media Indonesia menontonnya pada pemutaran terbatas di Forum Lenteng, Jakarta Selatan.
(Z-9)
Dengan mempertemukan lagi Tom Hanks dan Robin Wright, film Here sukses menampilkan eksperimen sinematik yang out of the box, tetapi sebaliknya dari sisi emosional.
Film ini berkisah tentang teror mengerikan yang terjadi di rumah tua milik kolektor bernama Risang Wisangko.
Kinds of Kindness terdiri atas tiga bagian cerita dibintangi oleh pemeran yang sama. Membawa kembali komedi gelap nan absurd sang sutradara.
Dalam catatan Koalisi Seni, sepanjang 2010-2023 ada 40 kasus pelanggaran kebebasan di sektor film. Terbanyak ketiga dari seluruh sektor kesenian.
Po karakter utama dalam franchise Kung Fu Panda melanjutkan petualangannya dalam Kung Fu Panda 4 yang rilis pada Minggu (3/3/24).
Ia pun merasa senang bisa memerankan karakter perempuan yang berani menyuarakan pendapat dan gagasannya.
Film Dangerous Animals yang bergenre horor-thriller menghadirkan deretan bintang papan atas yakni Hassie Harrison, Jai Courtney, Josh Heuston, dan Ella Newton.
SEKITAR 23 tahun lalu Disney merilis film animasi berjudul Lilo & Stitch, lebih dua dekade berselang, film itu kembali hadir dalam versi live action.
FILM Turang, yang pertama kali tayang sekitar 67 tahun silam di Festival Film Asia Afrika di Tashkent, Uzbekistan pada 1998 kini kembali dirayakan.
FILM aksi terbaru Shadow Force tayang di bioskop Indonesia sejak 7 Mei. Film garapan sutradara Joe Carnahan ini mengikuti kisah pasangan suami istri, Kyrah (Kerry Washington) dan Isaac (Omar Sy)
PENONTON Indonesia era 90-an tentu saja lekat dengan waralaba Condor Heroes melalui serial Return of Condor Heroes yang memopulerkan karakter Yo Ko dan Bibi Leung.
FILM terbaru Marvel Studios, Captain America: Brave New World, tayang perdana di bioskop Indonesia mulai hari ini, 12 Februari 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved