Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
PANITIA Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) terus melobi pihak Arab Saudi agar empat kloter, termasuk gelombang 2 jemaah haji Indonesia, tetap bisa memperoleh waktu pendaratan di Jeddah.
"Pejabat tinggi di sini (Arab Saudi) mengatakan akan mengusahakan mencari solusi bila dimungkinkan, dan akan diusahakan supaya seluruh penerbangan fase dua ini bisa mendarat di Jeddah," kata Kepala Seksi Kedatangan dan Keberangkatan Daerah Kerja Bandara Jeddah-Madinah, Cecep Nursyamsi, di Jeddah, Kamis (25/7).
Permintaan PPIH ini, lanjut Cecep, masih dalam kajian Otoritas Bandara King Abdul Aziz yang bernaung di bawah GACA.
Menurut Cecep, otoritas Bandara King Abdul Aziz tidak memberikan izin mendarat sebagaimana kloter gelombang dua lainnya akibat keterbatasan slot waktu penerbangan. Karenanya, empat kloter tersebut dijadwalkan akan mendarat di Bandara AMMA, Madinah.
“Bila mendarat di Madinah, jemaah haji akan langsung diberangkatkan ke Mekah setelah sebelumnya miqat di Bir Ali. Rentang waktu perjalanan antardua kota ini mencapai enam hingga delapan jam. Sementara bila mendarat di Jeddah, jemaah cukup menghabiskan dua jam maksimal untuk mencapai Kota Mekah,” jelas Cecep.
Baca juga: Sudah Berihram, Gelombang II Tiba di Jeddah
Permintaan perubahan lokasi pendaratan dari Madinah ke Jeddah itu juga dilakukan demi kemudahan rangkaian layanan dan kenyamanan jemaah haji. Mulai dari penyiapan transportasi dan pemondokan.
Cecep menyebutkan empat kloter yang harus mendarat di Madinah itu berasal dari embarkasi Makassar yakni UPG 35 dan UPG 40, yang akan mendarat pada 2 dan 5 Agustus. Dua kloter lainnya, asal embarkasi Banjarmasin kloter BDJ 17 dan BDJ 19 yang akan mendarat pada 3 dan 5 Agustus.
Cecep menambahkan jika permintaan tersebut tetap tidak bisa dipenuhi, PPIH sudah mempersiapkan fasilitas layanan jemaah haji seusai mendarat di Bandara di Madinah untuk menuju ke Mekah.
Layanan Salawat Khusus
Sementara itu, Kepala Daerah Kerja Mekah Subhan Cholid telah menyiapkan langkah antisipasi bila empat kloter tersebut tetap harus mendarat di Bandara AMMA Madinah. Salah satunya, menyiapkan layanan bus salawat khusus untuk mengantar jemaah menyelesaikan umrah wajib di Masjidil Haram.
Layanan bus salawat sebenarnya akan terhenti pada 5 Agustus 2019. Bus-bus tersebut akan ditarik oleh naqabah untuk pelayanan transportasi masyair.
“Namun kami sudah koordinasi dengan naqabah dan syarikah, untuk kloter-kloter itu kami akan siapkan beberapa armada untuk kebutuhan khusus jemaah menyelesaikan umrah wajibnya. Sampai dengan mereka kembali ke pemondokan,” kata Subhan.
Untuk layanan akomodasi, pihaknya juga telah menyiapkan pemondokan-pemondokan bagi jemaah-jemaah tersebut.
“Sudah disiapkan untuk kloter-kloter tertentu tinggal menempati saja. Sesuai dengan jadwal kedatangannya,” jelasnya.
Pihaknya, lanjut Subhan, meminta petugas sektor maupun sektor khusus memberikan perhatian khusus bagi pelaksanaan ibadah empat kloter tersebut. Mengingat, empat kloter itu akan menempuh perjalanan panjang dari Tanah Air dilanjutkan perjalanan darat Madinah–Mekah. Tentu, diprediksi akan mengalami kelelahan dibandingkan kloter yang terlebih dahulu transit di Madinah atau mendarat di Jeddah.
“Waktunya juga sangat pendek, karena mereka harus segera menyelesaikan umrah wajib, karena di lusanya (setelah tiba) jemaah harus sudah berangkat ke Arafah. Oleh karena itu, kita akan persiapkan seluruh kebutuhannya dengan para Kasektor yang akan menjadi tempat tinggal bagi jemaah tersebut. Dan memberikan perhatian khusus,” pungkasnya.(OL-5)
KEMENTERIAN Agama menggelar rapat kerja nasional evaluasi penyelenggaraan ibadah haji 1440H/2019 M, di Jakarta, 8 - 10 Oktober
Ketiga jemaah haji itu diperbolehkan pulang atas rekomendasi Medif (Medical Informatian Form) dan dinilai layak terbang
KEBERHASILAN sistem penempatan jemaah haji yang diterapkan pada penyelenggaraan haji 2019 menjadi alasan pemerintah untuk mempertahankan sistem tersebut pada penyelenggaraan haji
“Kemenag akan melakukan pertemuan dengan kementerian terkait, seperti kemenlu, kemenaker, kementerian pariwisata, imigrasi, untuk membuat regulasi."
Jemaah haji Indonesia yang terakhir mendapatkan Eyab, sesuai data Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) adalah embarkasi SUB (Surabaya) 84, SUB 85 serta Jakarta (JKG) 65.
"Setiap tahun pelaksanaan ibadah haji akan ada petugas-petugas yang ditunjuk pemerintah untuk membadalkan jemaah yang meninggal dunia," kata Khalillurrahman di Madinah, Selasa, (9/7).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved