Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Empat Sekawan Merindukan Keramaian

(Yakub Pryatama Wijayaatmaja/J-2)
05/12/2020 05:30
Empat Sekawan Merindukan Keramaian
Ilustrasi Thai iced tea dan Thai iced green tea.(MI/Permana)

RAFIF Ramadhan, Yurico Iglesias, Ilyas Mujib, dan Kukuh Prasetya mencoba peruntungan dengan membuka gerai minuman Bisa Bayar Nanti. Empat pemuda dengan latar belakang berbeda itu merintis usaha minuman segar thai tea dan green tea tanpa dibekali pengalaman bisnis.

Keputusan tersebut diambil bukan tanpa alasan. Pandemi covid-19 telah menghantam sendi perekonomian dan dampaknya dirasakan semua orang, termasuk pekerja kantoran seperti mereka. Bahkan, gaji pun harus rela dipotong oleh perusahaan tempat mereka bekerja.

Ilyas mengaku bahwa bisnisnya lahir karena adanya pandemi. Ia dan ketiga sahabatnya terpaksa memutar otak untuk mendapatkan dana di luar pendapatan bulanan kantor.

"Sebetulnya bukan bertahan, justru bisnis ini lahir karena pandemi. Awalnya cuma usaha dengan target konsumen yang kecil. Namun, pasarnya jelas. Anak-anak indekos," ucap Ilyas kepada Media Indonesia.

Menurut dia, ketatnya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota seolah membuat tidak ada pilihan selain menggunakan jasa ojek daring untuk mengirim pesanan. Namun, jika terus-terusan menggunakan jasa ojek daring, hal itu justru membuat pengeluaran semakin boros.

Tak hanya Ilyas, Rafif pun merasakan keresahan yang sama. Kesulitan usaha di tengah pandemi baginya ialah sebuah kerinduan adanya kerumunan calon pembeli.

"Kami rindu adanya kerumunan agar minuman kami bisa dijual ke orang yang belum pernah kami kenal sebelumnya," kata dia.

Rafif mengaku gerai minuman Bisa Bayar Nanti miliknya belum punya offline store karena adanya pembatasan-pembatasan untuk kerumunan. Bisa Bayar Nanti dapat bertahan, lanjut dia, karena adanya sosial media, khususnya Instagram.

Di sosial media, empat sekawan ini kita tetap bisa melakukan promosi tidak terbatas oleh pembatasan dan aturan. Kedua, mereka juga dapat melakukan bisnis ini dengan sistem pre-order.

"Tidak ada bahan-bahan yang kami korbankan tiap harinya, kami bergerak berdasarkan pesanan dan tentunya bantuan dari lingkaran pertemanan kami berempat," tambahnya.

Demi keluar dari kesulitan di tengah pandemi, keempatnya berencana akan membuka stan offline bertema foodtruck agar bisa diterima di luar lingkaran pertemanan mereka. "Untuk sekarang, tugas kami hanya menjaga kualitas dan pertumbuhan dalam penjualan," tukasnya.

Rafif dan Ilyas, begitu pula Yurico dan Kukuh, sangat mengharapkan usaha patungan itu nantinya dapat menjadi prioritas utama.

"Memosisikan pekerjaan utama dan bisnis kami dengan porsi 50:50. Dengan begitu, kami bisa membuka lapangan pekerjaan bagi yang membutuhkan," ujar Rafif.

Persoalan serupa juga dialami Owner Eat Toast Rawa Simprug, Ken Ayuthaya Purnama. Ken memilih berbisnis lantaran gaji utamanya sebagai atlet nasional terkena potongan.

"Gaji utama selama pandemi dipotong. Jadi, harus pintar putar otak buat bisa tambah-tambah uang jajan. Lalu, buka peluang baru bagi-bagi orang yang terkena dampaknya. Dengan cara membuka lapangan kerja," paparnya.

Ia mengaku rahasia usahanya bisa terus berjalan di tengah pandemi karena aktif melakukan promosi di media daring. Menurutnya, promosi yang paling efektif di masa serbasulit ialah daring. Maklum, semua orang saat ini ramah dengan gawai.

Tak hanya itu, Ken membuat menu baru yang sehat agar bisa mengenyangkan meski bukan berjualan nasi. "Karena orang-orang di Indonesia itu belum makan kalau belum makan nasi. Inovasinya membuat menu pengganti nasi karena Indonesia. Dengan adanya eat toast membuat orang makan kenyang dan sehat karena semua bahan-bahannya bahan segar," kata dia.

Di sisi lain, Ken juga merasakan sulitnya mendulang cuan. Hal itu karena tak semua orang mau mengonsumsi makanan yang sama setiap hari. "Tetap harus usaha karena bisnis makanan itu tidak tiap hari orang beli eat toast. Harus diakalin dengan promosi habis-habisan biar ada orang lain yang membeli eat toast," tutupnya. (Yakub Pryatama Wijayaatmaja/J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya