Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Elpiji Satu Harga tak Jamin Bebas Kecurangan

Insi Nantika Jelita
03/7/2025 17:54
Elpiji Satu Harga tak Jamin Bebas Kecurangan
Warga mengantre membeli gas elpiji 5 kg dan 12,5 kg.(Dok. Antara)

PRAKTISI minyak dan gas (migas) Hadi Ismoyo menilai rencana pemerintah menetapkan harga elpiji 3 kilogram (kg) menjadi satu harga nasional tidak serta-merta menjamin hilangnya praktik kecurangan di lapangan, selama tabung gas melon masih disubsidi oleh negara.

"Selama ada selisih antara harga subsidi dan nonsubsidi, celah kecurangan akan tetap ada," ujar Hadi kepada Media Indonesia, Kamis (3/7).

Sebagaimana diketahui, elpiji 3 kg merupakan jenis bahan bakar bersubsidi yang diperuntukkan bagi rumah tangga prasejahtera, pelaku usaha mikro kecil (UMK), serta petani dan nelayan kecil sesuai ketentuan. Namun di lapangan, tabung ini kerap digunakan oleh rumah tangga mampu, usaha menengah dan besar seperti restoran besar, laundry komersial, dan industri kecil. Akibatnya, subsidi menjadi tidak tepat sasaran

Kecurangan lain yang sulit dihindari ialah tabung 3 kg disuntikkan isinya ke tabung 12 kg untuk dijual lebih mahal atau gas oplosan. Serta, harga eceran elpiji 3 kg sering kali jauh melebihi harga yang ditetapkan pemerintah, terutama di daerah pelosok atau luar Jawa.

Untuk mengatasi penyimpangan distribusi dan penyalahgunaan subsidi, Hadi menyarankan penggunaan sistem informasi dan teknologi (IT) digital secara menyeluruh. Menurutnya, dengan sistem IT yang memadai, distribusi tabung subsidi 3 kg dapat dipetakan secara real time, sehingga jika tabung menyasar ke tempat yang tidak semestinya, bisa langsung terdeteksi.

Selain itu, peredaran elpiji juga harus dimonitor mulai dari depo Pertamina, Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), agen, pangkalan.

"Bahkan, hingga ke pengecer dan konsumen, termasuk proses pengembalian tabung," jelasnya.

Di satu sisi, Hadi menyebut di tengah menurunnya daya beli akibat perlambatan ekonomi, kebijakan satu harga nasional memang memberikan dampak positif bagi masyarakat kecil, terutama di wilayah terpencil (frontier area).

Namun, di sisi lain, kebijakan satu harga nasional untuk elpiji akan menjadi beban baru bagi Pertamina. Perusahaan itu berpotensi menanggung biaya logistik yang besar terlebih dahulu, yang kemudian diganti melalui mekanisme subsidi. Ujung-ujungnya, keuangan negara akan semakin terbebani.

“Ini akan menambah tekanan pada ruang fiskal negara yang sudah terbatas. Apakah kita siap jika biaya logistik ini harus kembali ditanggung oleh negara?” ucapnya

Dia menambahkan solusi paling efektif justru bukan pada penyempurnaan sistem pengawasan, melainkan perubahan bentuk subsidi itu sendiri.

"Cabut saja subsidi elpiji, lalu ganti dengan bantuan langsung tunai (BLT) yang disalurkan secara tepat sasaran dengan basis data yang valid dan terverifikasi," usul Hadi. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya