Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

PMI Manufaktur RI Masih Kontraksi, Ini Biang Keroknya

Insi Nantika Jelita
01/7/2025 21:12
PMI Manufaktur RI Masih Kontraksi, Ini Biang Keroknya
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief.(Dok. Antara)

INDEKS Manajer Pembelian atau PMI Manufaktur Indonesia pada Juni 2025 kembali mencatatkan kontraksi. Berdasarkan data S&P Global, PMI Indonesia turun 0,5 poin menjadi 46,9, dibandingkan Mei 2025 yang berada di level 47,4.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai penurunan ini dipicu oleh dua faktor utama. Pertama, pelaku industri masih menanti kepastian kebijakan pemerintah yang pro terhadap dunia usaha. Kedua, melemahnya permintaan pasar, baik ekspor maupun domestik, ditambah penurunan daya beli masyarakat.

“Dua faktor utama penyebab PMI Indonesia masih kontraksi dan menurun pada Juni 2025 adalah karena adanya pelemahan permintaan dari pasar ekspor dan domestik, serta menurunnya daya beli masyarakat,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief dalam keterangan resmi, Selasa (1/7).

Febri menjelaskan pada Juni lalu, pelaku industri masih menunggu implementasi kebijakan pro industri, seperti upaya perlindungan pasar domestik dari produk impor jadi berharga murah. Para pelaku usaha sangat menantikan kebijakan pembatasan impor untuk membuka kembali ruang bagi produk lokal di tengah tekanan daya beli yang melemah.

Salah satu kebijakan yang ditunggu adalah revisi Permendag No. 8 Tahun 2024 terkait relaksasi impor produk jadi. Revisi tersebut telah diumumkan pemerintah pada Senin, 30 Juni 2025, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Deregulasi dan Kemudahan Berusaha. Langkah ini dinilai sebagai sinyal positif bagi pelaku industri, khususnya industri tekstil, pakaian jadi, dan aksesori.

“Kami memperkirakan dampak dari pencabutan relaksasi impor tersebut baru akan terasa dua bulan mendatang. Saat ini, pelaku industri, terutama di sektor TPT dan pakaian jadi, bersabar menunggu realisasi dampaknya,” jelas Febri.

Selain itu, pelaku industri juga menantikan kebijakan pembatasan pelabuhan masuk (entry port) bagi produk impor jadi. Selama ini, produk impor murah masuk ke Indonesia melalui berbagai pelabuhan, yang memperbesar tekanan terhadap industri dalam negeri. Dengan pembatasan entry port, diharapkan produk lokal akan lebih kompetitif di pasar domestik.

“Kebijakan ini sangat penting, terutama bagi industri yang sulit bersaing dengan produk impor murah dari negara-negara yang mengalami kelebihan pasokan (oversupply). Harapannya, ini bisa meningkatkan utilisasi industri lokal,” tambah Febri.

Kebijakan lain yang dinantikan pelaku usaha adalah penandatanganan perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Perjanjian ini diharapkan membuka akses pasar lebih luas ke Uni Eropa bagi produk manufaktur Indonesia, sekaligus mendongkrak optimisme sektor ekspor.

“Perusahaan industri sangat menantikan IEU-CEPA. Setelah ditandatangani, mereka yakin pasar Eropa akan terbuka lebar,” ujar Febri.

Selain faktor kebijakan, penurunan PMI juga dipengaruhi pelemahan permintaan di pasar ekspor dan domestik. Perang dagang global yang sempat mereda masih menyisakan dampak pada pasar ekspor utama Indonesia. Akibatnya, sebagian industri mengalihkan penjualan ke pasar domestik yang juga tengah menghadapi tekanan.

Daya beli masyarakat dalam negeri pun melemah. Masyarakat kini lebih memprioritaskan belanja untuk kebutuhan pokok. Kalangan menengah atas pun cenderung memilih menabung atau berinvestasi, alih-alih mengonsumsi produk manufaktur, khususnya produk sekunder dan tersier.

Ekonom S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti mencatat kondisi sektor manufaktur Indonesia semakin melemah pada pertengahan 2025. Lemahnya permintaan pasar menyebabkan penurunan produksi dan penjualan, terutama dari pasar domestik.

Penurunan ini mendorong perusahaan melakukan strategi retrenchment dengan mengurangi tenaga kerja dan aktivitas pembelian.

"Kepercayaan terhadap prospek output juga menurun, bahkan mencapai level terendah dalam delapan bulan terakhir,” tutupnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik