Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
TRANSFORMASI sektor bangunan harus menjadi bagian utama dari strategi dekarbonisasi Indonesia. Bangunan hijau bukan hanya soal efisiensi energi, tetapi juga komitmen bersama dalam menghadapi krisis iklim.
"GBC Indonesia (Green Building Council Indonesia) merancang langkah-langkah konkret pada 2025, mulai dari memperkuat proses sertifikasi, meningkatkan edukasi, hingga membangun kolaborasi aktif dengan sektor publik dan swasta," kata Ketua Umum GBC Indonesia Ignesjz Kemalawarta pada seminar nasional Bangunan Hijau 2025, di Jakarta.
Direktur Bina Teknik Bangunan Gedung dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Dian Irawati mengatakan roadmap kebijakan Bangunan Gedung Hijau (BGH) di Indonesia yakni termasuk target konservasi energi 25% dan konservasi air 10% sebagaimana tercantum dalam PP No 16 Tahun 2021.
Ia menyampaikan pemerintah menetapkan target penurunan emisi sektor bangunan sebesar 36 juta ton CO2, yang terdiri dari 3 juta ton dari gedung pemerintah, 14 juta ton dari gedung komersial, dan 19 juta ton dari rumah tinggal. "Saat ini, proses peninjauan terhadap target dan luasan sertifikasi di daerah masih berlangsung," katanya.
Sesdirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sahid Junaidi menyatakan efisiensi energi di sektor bangunan menjadi prioritas dalam strategi transisi energi nasional.
Namun, tantangan masih ada, dengan masih sedikitnya gedung yang menerapkan sistem manajemen energi sesuai standar ISO 50001.
"Kami menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor untuk memperluas cakupan dan percepatan adopsi," ucapnya.
Direktur Mobilisasi Sumber Daya Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup (LH) Franky Zamzani memaparkan pentingnya peran bangunan hijau dalam konteks mitigasi perubahan iklim.
“Melihat banyaknya konsumsi energi dari bangunan, diperlukan perubahan dan inisiatif yang mengambil peran strategis, salah satunya bangunan hijau. Tanpa kolaborasi lintas sektor, percepatan tidak akan terjadi. Pemerintah perlu memperkuat kebijakan dan menyederhanakan insentif, sementara sektor swasta harus menjadi motor penggerak,” tegas Franky.
Seminar yang bertepatan dengan pameran Megabuild Indonesia ini turut menghadirkan diskusi panel bertema Refleksi Green Building Indonesia: Pencapaian dan Tantangan dengan pembicara Fajar Santoso Hutahaean (Kementerian PU), Jatmika Adi Suryabrata (Global Buildings Performance Network/GBPN), dan Eko Sudarman (Kementerian ESDM).
Direktur Hubungan Lembaga GBC Indonesia Totok Sulistiyanto berharap dari seminar nasional ini GBC Indonesia turut memperkuat peran sebagai mitra strategis pemerintah dan pelaku industri dalam mewujudkan pembangunan rendah karbon.
"Keterlibatan multipihak, peningkatan kapasitas, serta konsistensi terhadap prinsip keberlanjutan akan jadi kunci utama mendorong perubahan nyata di sektor bangunan Indonesia," pungkasnya. (H-2)
Peningkatan emisi karbon akibat eksploitasi sumber daya secara masif telah mengancam ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah menargetkan sebanyak 60 blok migas baru ditawarkan kepada investor dengan skema insentif yang lebih kompetitif, dalam dua tahun ke depan.
Porsi energi fosil dalam bauran energi nasional masih dominan yakni di atas 80%.
Target energi terbarukan nasional saat ini mencapai 42,6 GW dengan PLTS sebagai penyumbang terbesar yakni 17,1 GW.
Insentif tersebut bisa menjadi katalis transformasi sistemik, mulai dari peningkatan daya beli masyarakat, pembangunan industri hijau, hingga fondasi ekonomi rendah karbon di masa depan.
Pentingnya pendekatan inovatif dalam pembiayaan proyek energi bersih agar akselerasi transisi energi dapat tercapai.
DUNIA tengah menghadapi tiga krisis besar yang saling berkaitan, krisis iklim, pencemaran lingkungan, serta hilangnya keanekaragaman hayati. Ketiga krisis tersebut dinilai sebagai ancaman
Hujan deras tiba-tiba atau cloudburst memicu banjir bandang dan longsor di Pakistan dan India. Ilmuwan memperingatkan hujan ekstrem akan meningkat akibat krisis iklim.
Pajak itu dalam rangka membantu membiayai aksi penanganan krisis iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Gelombang panas ekstrem melanda negara-negara Nordik. Kondisi ini diperparah dengan krisis iklim.
Komitmen terhadap pengelolaan lingkungan berkelanjutan harus ditegakkan secara konsisten demi menjawab ancaman serius akibat pemanasan global.
Krisis iklim menuntut semua sektor bertindak cepat, termasuk industri properti yang menjadi salah satu penyumbang emisi karbon terbesar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved