Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
HUJAN deras dan tiba-tiba yang ekstrem telah menimbulkan kehancuran di pegunungan Asia Selatan. Hujan itu memicu banjir bandang, longsor mematikan, dan aliran lumpur yang menenggelamkan desa-desa dan mengubah komunitas hidup menjadi tumpukan puing dan lumpur.
Di Pakistan barat laut, banjir ganas menewaskan setidaknya 321 orang dalam kurun waktu 48 jam, menurut otoritas lokal pada Sabtu. Lebih dari 10 desa di wilayah Buner, provinsi Khyber Pakhtunkhwa, hancur total, dan puluhan orang diyakini masih terjebak di bawah lumpur dan reruntuhan.
Sementara itu, di Kashmir yang dikelola India, sedikitnya 60 orang tewas dan lebih dari 200 hilang setelah dinding lumpur dan air menumbangkan kota Himalaya, Chashoti. Sebelumnya, gelombang banjir di Uttarakhand, India, menewaskan empat orang.
Otoritas lokal menyatakan, sebagian besar banjir dan longsor mematikan ini dipicu oleh hujan deras tiba-tiba yang dikenal sebagai cloudburst. Para ilmuwan memperingatkan hujan ekstrem semacam ini akan menjadi lebih sering dan intens di kawasan ekologi yang rapuh ini seiring krisis iklim yang memburuk.
Cloudburst adalah hujan deras dan sangat lokal yang terjadi dalam waktu singkat, mampu menimbulkan banjir bandang dan longsor. Fenomena ini biasanya muncul di pegunungan, terutama saat musim monsun, ketika udara lembap bertemu dengan lereng gunung yang curam.
India Meteorological Department mendefinisikan cloudburst sebagai hujan dengan lebih dari 100 mm per jam. Menurut Roxy Mathew Koll, ilmuwan iklim di Indian Institute of Tropical Meteorology, kawasan Himalaya, Karakoram, dan Hindu Kush sangat rentan karena lereng curam, geologi rapuh, dan lembah sempit yang memusatkan aliran hujan menjadi torrent destruktif.
Penduduk di Pakistan, khususnya di Salarzai, menggambarkan hujan lumpur dan bongkahan batu raksasa yang membuat tanah bergetar seperti gempa.
Hujan ekstrem ini sulit diprediksi karena skala lokal dan kecepatannya. Kekurangan data di wilayah ini juga membuat pemantauan dan peringatan dini menjadi terbatas. Ali Tauqeer Sheikh, ahli iklim di Islamabad, mengatakan, “Kesenjangan terbesar bukan di teknologi, tapi di komunikasi,” karena banyak komunitas terpencil tidak menerima informasi yang tersedia.
Masalah diperparah oleh deforestasi, pembangunan tidak terencana, dan tata kelola lemah. Hujan deras di kawasan yang gundul akan memicu longsor dan aliran lumpur yang membawa batu dan kayu, sementara banyak penduduk tinggal di sepanjang sungai dengan waktu persiapan yang sangat terbatas.
Cloudburst dan hujan ekstrem semakin sering terjadi karena pemanasan global. Udara yang lebih hangat menyerap lebih banyak uap air, yang ketika terdorong naik ke lereng gunung, menciptakan hujan deras. Selama musim monsun barat daya, hujan dari Samudra Hindia dan Laut Arab yang mengalami pemanasan berkontribusi pada intensitas ekstrem.
Sheikh menambahkan, setiap kenaikan suhu rata-rata 1 derajat meningkatkan kelembapan udara sebesar 7%, sehingga gelombang panas yang lebih kuat memicu hujan lebih deras. Pencairan gletser di Himalaya dan Karakoram juga memperburuk risiko, menciptakan danau dan lereng yang rapuh, meningkatkan dampak banjir dan longsor.
Meskipun Pakistan bertanggung jawab atas kurang dari 1% emisi global, negara ini termasuk yang paling rentan terhadap krisis iklim. Pola monsun kini berubah: periode kering lebih panjang diikuti hujan ekstrem singkat, yang telah meningkatkan frekuensi hujan deras di India dan Pakistan.
Banjir monsun Pakistan 2022 menewaskan hampir 2.000 orang dan menimbulkan kerugian sekitar US$40 miliar, sementara banjir mematikan terjadi hampir setiap tahun sejak itu. Perubahan curah hujan juga berdampak pada ketersediaan air, keamanan pangan, dan pola tanam.
Saat ini, dunia telah mengalami pemanasan sekitar 1,2°C sejak era pra-industri, dan diperkirakan bisa mencapai 3°C pada akhir abad ini, memperburuk frekuensi dan intensitas bencana alam.
Pegunungan Himalaya, Karakoram, dan Hindu Kush membentang di delapan negara. Peristiwa cuaca ekstrem di satu wilayah dapat berdampak lintas batas. Sheikh menekankan, “Pemerintah negara-negara Asia Selatan harus bekerja sama, belajar dari ilmu pengetahuan dan pengalaman masing-masing untuk menghadapi krisis ini.”
Namun, ketegangan politik menjadi hambatan. Menurut Sheikh, perjanjian seperti Indus Water Treaty perlu diperbarui agar mampu menghadapi tantangan iklim baru.
Bagi jutaan orang yang tinggal di hilir sungai di India, Pakistan, Nepal, dan Bangladesh, membangun ketahanan menjadi kunci: menghindari pemukiman di zona risiko, membangun infrastruktur tahan iklim, dan memperkuat sistem peringatan dini. (CNN/Z-2)
Panas ekstrem telah melanda Asia mulai dari India hingga Filipina dalam beberapa pekan terakhir, memicu kematian akibat sengatan panas.
Kemungkinan gelombang panas ekstrem terjadi di Indonesia kecil. Meski demikian, langkah mitigasi tetap harus disiapkan.
HEGEMONI Tiongkok di dataran tinggi Tibet selama berpuluh-puluh tahun, dinilai menjadi ancaman serius terhadap ketahanan sumber daya air di kawasan Asia Selatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved