Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PERUSAHAAN layanan transportasi berbasis aplikasi atau aplikator, PT Grab Teknologi Indonesia (Grab), mengeklaim besaran biaya yang ditetapkan kepada pengemudi (driver) ojek online (ojol) tidak melanggar ketentuan pemerintah.
Pernyataan tersebut merespons keluhan para pengemudi ojol atas biaya sewa aplikasi yang dikenakan potongan hingga 30%. Para mitra menuding ketentuan ini tidak sesuai Keputusan Menteri (Kepmen) Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 mengenai Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
"Besaran biaya layanan atau biaya sewa aplikasi yang ditetapkan Grab Indonesia telah sesuai dengan regulasi yang berlaku, yakni Kepmen Perhubungan No.667/2022," ujar Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy dalam keterangan resmi yang dikutip Selasa (29/4).
Dia menjelaskan biaya layanan tersebut merupakan bentuk bagi hasil antara Grab dan pengemudi ojol. Lebih lanjut, Tirza mengatakan pendapatan Grab Indonesia bersumber dari dua hal utama. Yakni, komisi atau biaya layanan. Ini dikenakan pada driver ojol atas penggunaan aplikasi sebagai media untuk mendapatkan pekerjaan.
Lalu, pendapatan dari biaya jasa aplikasi atau biaya pemesanan (platform fee). Yakni tambahan yang dibayarkan langsung oleh pelanggan sebagai pengguna layanan. Kata Tirza, struktur ini sejalan dengan praktik industri digital lainnya, seperti pada pembelian tiket kereta api atau pesawat pada platform perjalanan selain harga tiket.
"Dari hal itu pembeli juga dikenakan biaya layanan untuk mendukung operasional dan pengembangan teknologi platform," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia Raden Igun Wicaksono memprotes adanya tarif potongan aplikasi yang dibebankan kepada mitra hingga 30%. Dia menuturkan sebelumnya biaya potongan aplikasi sebesar 15%. Lalu, dituding diubah oleh pemerintah menjadi 20%.
"Namun ternyata biaya potongan aplikasi 20% dianggap tidak cukup oleh para perusahaan platfor aplikator," katanya dalam keterangan pers beberapa waktu lalu.
Beban pengemudi ojol bertambah seiring adanya kebijakan skema tarif murah seperti aceng, slot, double order, dan lainnya yang notabene dianggap amat merugikan pengemudi ojol.
"Ini membuat pengemudi reguler tidak mau ikut serta skema tarif paket murah dalam sehari. Akhirnya, mereka tidak mendapat pesanan sama sekali, sehingga pengemudi dengan terpaksa harus ikuti aturan main aplikator," jelasnya. (E-4)
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, mengungkapkan wacana penyesuaian tarif ojek online (ojol) masih dalam tahap pembahasan.
Kementerian Perhubungan mengungkapkan kajian terkait kenaikan tarif ojek daring atau ojek online (ojol) sebesar 8% hoigga 15% sudah memasuki tahapan final.
Delegasi buruh dan pemerintah kompak memperjuangkan nasib dan hak pekerja platform, termasuk dalam hal ini adalah ojol, di konferensi Organisasi Perburuhan Internasioanl (ILO) di Jenewa.
Delegasi Konferensi Perburuhan Internasional akan membahas berbagai isu yang memiliki signifikansi jangka panjang bagi dunia kerja.
ANGGOTA DPR Komisi VII Zulfikar Suhardi mendorong pemerintah mengkaji ulang aturan terkait tarif potongan biaya jasa aplikator transportasi online dan platform e-commerce kepada mitranya
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved